Pemuda Kalimantan Barat di Ambang Kehancuran, Indonesia Emas 2045 Hanyalah Halusinasi


Oleh : Samadi [ Mahasiswa pasca Sarjana UINSA Surabaya/anggota Keluarga Pelajar Mahasiswa Kalimantan Barat di Surabaya ]

KALANGAN pemuda merupakan “iron stock” yang sangat penting untuk diperhitungkan dalam setiap lini program pemerintah, mengingat Indonesia akan mendapatkan momen berharga yang dikenal dengan bonus demografis pada tahun 2030-2040.

Pada periode tersebut, populasi kalangan muda diperkirakan akan lebih tinggi dibandingkan dengan kalangan tua.

Proporsi penduduk usia produktif diperkirakan mencapai sekitar 68,1% dari total jumlah penduduk Indonesia. Kondisi ini menandai terbukanya peluang besar (window of opportunity) bagi Indonesia untuk memanfaatkan potensi besar ini menuju Indonesia yang lebih maju dan bersinar.

Namun, di balik potensi bonus demografis yang menjanjikan, terdapat tantangan yang harus dihadapi. Untuk memanfaatkan kesempatan ini dengan baik, diperlukan upaya maksimal dari pemerintah, terutama dalam membangun Sumber Daya Manusia (SDM) yang berkualitas di setiap wilayah.

Hal ini mencakup pengembangan baik soft skill maupun hard skill bagi generasi muda. Soft skill, seperti kepemimpinan, komunikasi, dan kreativitas, serta hard skill yang berfokus pada keterampilan teknis dan profesional, perlu dikembangkan secara seimbang agar pemuda Indonesia siap menghadapi tantangan global yang semakin kompleks.

Namun, jika pemerintah gagal dalam mempersiapkan SDM yang mumpuni, maka bonus demografis yang seharusnya menjadi berkah bisa berubah menjadi bencana. Dalam skenario tersebut, Indonesia justru akan menghadapi kemerosotan yang serius, seperti pola hidup yang tidak sehat, rendahnya kualitas pendidikan, dekadensi moral, serta tingginya angka penyalahgunaan narkoba di kalangan pemuda.

Hal ini dapat menghancurkan potensi besar yang seharusnya dimiliki oleh generasi muda Indonesia, yang seharusnya menjadi motor penggerak kemajuan negara.

Salah satu masalah besar yang sedang dihadapi oleh kalangan muda adalah maraknya penyalahgunaan narkoba. Beberapa bulan lalu, pada 20 September 2024, Badan Narkotika Nasional Provinsi (BNNP) Jawa Timur berhasil mengamankan 8 kg sabu di Kabupaten Bangkalan.

Berdasarkan keterangan tersangka, narkoba tersebut diperoleh dari salah satu jaringan yang berasal dari Pontianak, Kalimantan Barat (Kal-Bar). Ini adalah bukti nyata bahwa Kalimantan Barat tidak hanya menjadi daerah konsumsi narkoba, melainkan juga sudah menjadi titik sentral persebaran narkoba ke daerah lain.

Data yang ada menunjukkan bahwa peredaran narkoba di Kalimantan Barat sudah mencapai tingkat yang sangat mengkhawatirkan. Pada tahun 2023, tercatat 756 kasus narkoba yang berhasil diungkap.

Angka ini meningkat menjadi 905 kasus pada tahun 2024. Selain itu, Lembaga Rehabilitasi Mitra BNN melaporkan bahwa 583 pengguna narkoba yang direhabilitasi berasal dari kalangan pelajar, dengan sebagian besar berada di tingkat SMA (318 orang).

Angka ini bahkan melebihi jumlah pengguna narkoba dari kalangan pekerja swasta yang berjumlah 251 orang.

Melihat angka tersebut, jelas bahwa penyalahgunaan narkoba di kalangan pemuda di Kalimantan Barat sudah menjadi ancaman serius bagi masa depan generasi muda. Apalagi, data tersebut hanya mencakup kasus yang sudah berhasil diungkap.

Bagaimana dengan kasus yang belum terungkap? Tentu ini menjadi perhatian besar bagi pemerintah daerah, karena kalangan muda yang seharusnya menjadi aset untuk kemajuan daerah justru terjerumus dalam penggunaan narkoba.

Tantangan ini memerlukan respons cepat dan tepat dari pemerintah Kalimantan Barat. Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Kalbar, serta instansi terkait lainnya, harus segera melakukan langkah-langkah konkret untuk mengatasi masalah ini.

Penyuluhan dan pendidikan tentang bahaya narkoba harus lebih digencarkan di kalangan pelajar. Program rehabilitasi bagi korban narkoba juga perlu diperluas dan diperkuat untuk memberikan kesempatan bagi para pemuda yang terjerumus dalam penyalahgunaan narkoba untuk kembali ke jalan yang benar.

Selain itu, pemerintah Kalbar juga perlu menggandeng masyarakat dan berbagai organisasi untuk bersama-sama menangani masalah ini.

Kolaborasi antara pemerintah, tokoh masyarakat, dan dunia usaha dalam menciptakan lapangan pekerjaan dan kegiatan positif bagi pemuda sangat diperlukan untuk mencegah mereka terjerumus ke dalam peredaran narkoba.

Upaya pencegahan harus dilakukan dengan memberikan alternatif yang lebih baik bagi kalangan muda, seperti program pelatihan keterampilan dan pemberdayaan ekonomi.

Jika pemerintah Kalimantan Barat gagal mengatasi masalah narkoba dan kualitas SDM, bukan tidak mungkin Kalbar akan kehilangan potensi besar yang dimiliki oleh generasi mudanya.

Oleh karena itu, pemerintah Kalbar harus segera bertindak dengan tegas dan terkoordinasi untuk memastikan bahwa pemuda Kalimantan Barat bisa menjadi kekuatan utama dalam membawa kemajuan bagi daerah dan bangsa.


Like it? Share with your friends!