Oleh : Rosadi Jamani [Ketua Satupena Kalimantan Barat]
DULU, survei politik adalah lambang keakuratan. Seperti jarum jam yang tak pernah salah menunjukkan waktu.
Tapi kini? Mereka seperti kompas rusak di tengah hutan, menunjuk ke mana saja tanpa tahu arah. Pilkada Banten 2024 adalah bukti nyata betapa survei-survei itu kini lebih mirip prediksi undian lotre, asal tebak, siapa tahu benar.
Sebelum hari pencoblosan, semua lembaga survei besar menyanyikan lagu yang sama, Airin Rachmi Diany dan Ade Sumardi akan menang. Elektabilitas mereka? Tak terbendung, katanya.
Apalagi Airin itu mantan Ketua Timsesnya Prabowo. Seolah-olah Banten sudah dipagari oleh baliho mereka dan tak ada nama lain yang bisa masuk. Tapi kenyataan? Oh, kenyataan memang punya selera humor yang kejam.
Saat hasil hitung cepat muncul, Andra Soni dan Dimyati Natakusumah muncul sebagai pemenang dengan 57,52% suara. Sebuah kemenangan yang begitu telak, membuat prediksi sebelumnya terasa seperti kisah fiksi murahan.
Lantas, apa yang sebenarnya terjadi?
Mungkin lembaga survei ini terlalu percaya pada angka-angka mereka sendiri. Mereka lupa bahwa pemilih adalah manusia dengan hati yang bisa berubah kapan saja. Atau mungkin mereka hanya bertanya pada orang-orang yang sedang tidak peduli.
Hanya menjawab survei demi mendapat senyum ramah si pewawancara. Siapa tahu, survei ini bahkan dilakukan di waktu yang salah, di jam makan siang, ketika responden lebih peduli pada nasi goreng dari memilih pemimpin.
Tapi mari kita sedikit lebih liar. Bagaimana kalau ini semua bagian dari permainan besar? Sebuah konspirasi tingkat tinggi yang dirancang untuk menggoyang kepercayaan kita pada lembaga survei? Mungkin mereka sengaja melesetkan prediksi untuk menciptakan drama. Karena, ayolah, apa serunya jika survei selalu benar? Kita butuh kejutan, bukan?
Atau lebih sederhana, apakah mungkin survei-survei ini hanya… malas? Terburu-buru membuat laporan, mengabaikan detail, dan akhirnya menghasilkan prediksi yang tak lebih baik dari ramalan bintang di tabloid.
Apapun alasannya, hasil ini adalah tamparan keras bagi mereka yang dulu dipuja sebagai “penjaga data akurat.” Bagi kita, rakyat yang hanya ingin tahu siapa yang benar-benar akan menang. Ini adalah pengingat pahit bahwa mungkin kita sudah terlalu lama dibuai janji angka-angka tanpa makna.
Selamat untuk Andra Soni dan Dimyati Natakusumah. Untuk lembaga survei? Waktunya bercermin. Atau mungkin, sudah saatnya belajar sesuatu dari peramal jalanan. Setidaknya mereka tak pernah menjanjikan lebih dari sekadar tebakan.
Dari drama Pilkada 2024, akan banyak lembaga survei yang dicap abal-abal. Kalau dalam bahasa Melayu Pontianak, “survei merampot.”
*camanewak