FOTO : salah satu persidangan (Ist)
Pewarta/editor : rilis/Sery Tayan
PONTIANAK – radarkalbar. com
KASUS Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) diduga dilakukan manajemen PT Total Optima Prakarsa (PT TOP) terletak di Dusun Peniraman RT 017/RW 008, Desa Peniraman, Kecamatan Sungai Pinyuh, Kabupaten Mempawah terhadap buruhnya memasuki tahap akhir.
Hal itu ditandai dengan agenda sidang sudah memasukan tahap kesimpulan.
Menurut Suparman, SH, MH selaku kuasa dari buruh menyampaikan agenda persidangan pada hari ini, Senin, (29/8/2022) merupakan agenda kesimpulan dari para pihak.
Dalam kesimpulannya Suparman menyampaikan dirinya berkeyakinan tuntutan pesangon yang diajukan oleh kliennya selaku pekerja akan dikabulkan.
“Ya tentu keyakinan ini bukan hanya retorika, akan tetapi berdasarkan fakta-fakta hukum yang terungkap dalam persidangan. Dimana dalam fakta persidangan tergugat mengakui kliennya merupakan pekerja sebagai sopir. Dan pernah juga diberikan surat keterangan pengalaman kerja. Kemudian pernah diberikan uang tunggu ketika dirumahkan,” ungkapnya.
Dari pengakuan tersebut kata Suparman, tidak ada alasan apapun bagi perusahaan atau pemberi kerja yang melakukan PHK untuk tidak memberikan hak-haknya sebagaimana diatur dalam UU Undang-Undang (UU) Nomor 13 Tahun 2003 Tentang Ketenagakerjaan Jo Undang-undang Nomor 11 Tahun 2020 Tentang Cipta Kerja dan ketentuan Pasal 56 Peraturan Pemerintah (PP) Nomor: 35 Tahun 2021, yang berbunyi bahwa
“Pengusaha dapat melakukan Pemutusan Hubungan Kerja terhadap Pekerja/Buruh dengan alasan Pekerja/Buruh memasuki usia pensiun maka Pekerja/Buruh berhak atas:
1) Uang Pesangon sebesar 1,75 (satu koma tujuh puluh lima) kali ketentuan Pasal 40 ayat (2);
2) Uang Penghargaan Masa kerja sebesar 1 (satu) kali ketentuan Pasal 40 ayat (3); dan
3) Uang Penggantian hak sesuai ketentuan Pasal 40 ayat (4).”
“Dan perlu diingat juga bahwa dalam UU Nomor 11 Tahun 2020 Tentang Cipta Kerja telah mengatur bahwa pelaku usaha yang melakukan Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) tidak memberikan uang pesangon ada ancaman Pidana nya,” cetus Suparman.
Dipaparkan, kasus PHK yang dialami kliennya ini bermula ketika pada tahun 2021, penggugat dirumahkan terduga dengan alasan finansial. Dan ketika itu hanya diberikan upah tunggu sebesar Rp 1.000.000,00 (satu juta rupiah).
Kemudian penggugat mengajukan permohonan pensiun dikarenakan pada waktu itu usianya sudah memasuki usia lanjut atau sudah tua sekitar 64 tahun. Dan juga penggugat sering sakit-sakitan serta sudah tidak produktif lagi.
Kemudian perusahaan mengabulkan keinginan dari kliennya dengan memberikan 2 kali gaji akan tetapi kliennya tetap bersikukuh meminta sesuai dengan ketentuan peraturan perundangan-undangan.
“Oleh karena tuntutan yang diajukan tidak dikabulkan oleh perusahaan maka kliennya mengajukan gugatan pada Pengadilan Hubungan Industrial dengan nomor register Perkara Nomor: 13/Pdt.Sus-PHI/2022/PN.Ptk tanggal 21 Juni 2022,” jelasnya.