Jakarta, radar – kalbar.com- Menteri Kelautan dan Perikanan Edhy Prabowo menerima kunjungan Duta Besar Korea Selatan untuk Indonesia Kim Chang-beom di Kantor Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP), Jakarta pada Rabu (18/12).
Turut mendampingi dalam kesempatan ini Direktur Jenderal Perikanan Tangkap, Zulficar Mochtar; Direktur Jenderal Penguatan Daya Saing Produk Kelautan dan Perikanan (PDSPKP), Agus Suherman; Direktur Perbenihan, Direktorat Jenderal Perikanan Budidaya, Coco Kokarkin Soetrisno; dan Kepala Pusat Karantina Ikan, Badan Karantina Ikan, Pengendalian Mutu dan Keamanan Hasil Perikanan (BKIPM), Riza Priyatna.
Sementara itu, Dubes Kim didampingi oleh Deputy Minister for Marine Policy, Ministry of Ocean and Fisheries, Oh Woonyul; Director, Ministry of Ocean and Fisheries, Kim Kwangyong; Deputy Director, Ministry of Ocean and Fisheries, Kim Jihyun; dan Konselor Kedutaan Besar Republik Korea, Im Youngsuk.
*Buka Peluang Investasi*
Dalam kesempatan ini, Menteri Edhy mengajak Korea Selatan untuk berinvestasi dalam industri kelautan dan perikanan Indonesia. Ia mengatakan bahwa ke depannya, Indonesia akan terus memprioritaskan tenaga kerja dan pengusaha lokal dalam sektor perikanan tangkap. Namun, Indonesia terbuka bahkan mengajak seluruh negara untuk bekerja sama dalam pengembangan industri.
“Kalau penangkapan, sekarang kami akan tutup untuk Indonesia semua. Tapi untuk industri kami membuka peluang untuk semua negara, termasuk Korea Selatan, untuk masuk berinvestasi di sini,” ujarnya.
Menteri Edhy menginformasikan bahwa Indonesia akan fokus dalam mengembangkan sektor akuakultur ke depannya. Pasalnya, saat ini Indonesia baru memanfaatkan 10% dari kawasan pantainya untuk sektor tersebut. Untuk itu, ia mengajak Korea Selatan untuk bergabung berinvestasi membangun industri akuakultur ke depannya.
“Kami berharap teman-teman dari Korea Selatan bisa bergabung untuk berinvestasi dalam sektor ini,” ucapnya.
Sementara itu, Dubes Kim menyampaikan bahwa Korea Selatan terbuka untuk meningkatkan perdagangan produk perikanan dari Indonesia, sejalan dengan langkah Pemerintah Indonesia yang tengah meningkatkan ekspor produk perikanan ke sejumlah negara. Ia menyebut, negaranya merupakan salah satu konsumen produk perikanan yang besar.
Pada tahun 2018, perdagangan produk perikanan Indonesia ke Korea mencapai surplus USD42 juta dengan ekspor sebesar USD73 juta dan impor USD31 juta. Meskipun begitu, saat ini Indonesia masih menduduki peringkat ke-12 sebagai negara importir produk perikanan ke Korea.
Untuk itu, Dubes Kim berharap agar Indonesia meningkatkan kerja sama perdagangan ini dengan mempercepat finalisasi Indonesia-Korea Comprehensive Economic Partnership Agreement (IK-CEPA). Saat ini, IK-CEPA masih dalam proses ratifikasi hingga tahun 2020 dan direncanakan akan diimplementasikan pada tahun 2021 mendatang.
“Ke depannya, melalui kerangka IK-CEPA ini kami berharap lebih banyak peluang kerja sama antara kedua negara akan dibuka. Kami juga akan memfasilitasi dan memberi dukungan untuk kerja sama terkait promosi produk perikanan dari Indonesia. Kami juga berharap, kebijakan-kebijakan terkait investasi kelautan dan perikanan juga semakin baik ke depannya,” tuturnya.
*Perlindungan ABK Indonesia*
Selain peluang investasi, Menteri Edhy juga membahas soal perlindungan ABK Indonesia di Korea Selatan. Saat ini, 80% ABK WNI yang bekerja di kapal perikanan merupakan tenaga kerja unskilled yang tidak memiliki sertifikat pelaut dan direkrut secara ilegal oleh agen-agen Korea Selatan. Terkait hal ini, ia berharap agar Pemerintah Korea Selatan memberikan perhatian terhadap hak-hak dan kesejahteraan ABK WNI yang bekerja di sana.
Menanggapi hal itu, Dubes Kim menyampaikan bahwa peningkatan kesejahteraan dan keamanan ABK Indonesia tentu menjadi salah satu prioritas. Hal ini tak lepas dari fakta bahwa Menteri Kelautan dan Perikanan Republik Korea dulunya bertugas sebagai awak kapal. Oleh karena itu, ia memberikan perhatian yang amat besar terhadap kesejahteraan dan keamanan ABK.
Sejalan dengan hal tersebut, Korea Selatan tengah menjajaki langkah untuk bergabung dalam Konvensi ILO Nomor 188 Tahun 2007 tentang Pekerjaan di Bidang Perikanan, menyerahkan surat minat untuk bergabung dalam Cape Town Agreement, dan bergabung dalam perjanjian kerja sama untuk perlindungan daerah pelabuhan.
“Dengan adanya tiga perjanjian ini, kami juga wajib melakukan peningkatan kerja sama dan hak asasi manusia (HAM) bagi para awak kapal. Oleh karena itu, kami berharap kesejahteraan awak kapal bisa terus kami tingkatkan sesuai arahan dari Menteri kami,” tuturnya.
Selain itu, Dubes Kim menyatakan bahwa pihaknya akan menindaklanjuti usulan Indonesia untuk membentuk Indonesian Desk dalam sebuah pusat kesejahteraan bagi para awak kapal WNI di Busan, sebuah kota pelabuhan di Korea Selatan. Usulan ini akan disampaikan pada Menteri Kelautan dan Perikanan Korea Selatan dalam waktu dekat.
Menteri Edhy pun menyambut baik hal tersebut. Ia menyatakan akan terus berpartisipasi aktif dalam perjanjian internasional untuk meningkatkan kesejahteraan ABK. Beberapa di antaranya melalui Port State Measures Agreement (PSMA), Standards of Training Certification and Watchkeeping (STCW), Cape Town Agreement, dan ILO Nomor 188 Tahun 2007 tentang Pekerjaan di Bidang Perikanan.
“Kami mengucapkan terima kasih kalau Kementerian Kelautan dan Perikanan dari Korea Selatan menaruh perhatian khusus untuk ABK kami di sana. Kami akan terus berpartisipasi secara aktif dalam rangka kerja sama internasoinal di sektor kelautan dan perikanan bersama-sama dengan Korea,” balas Menteri Edhy.
*Kerja Sama Riset Pemanfaatan Alih Fungsi Rig Offshore*
Dalam kesempatan ini, Dubes Kim juga meminta Indonesia untuk kembali meningkatkan kerja sama Reef-to-Rig. Sebagai informasi, Reef-to-Rig merupakan kerja sama pengalihfungsian anjungan migas atau rig lepas pantai (offshore) yang sudah tak beroperasi lagi untuk dijadikan terumbu karang buatan.
Saat ini, Indonesia dan Korea Selatan memiliki Implementing Agreement (IA) Kerja Sama Kelautan dan Perikanan yang ditandatangani oleh Kepala Badan Riset dan Sumber Daya Manusia Kelautan dan Perikanan (BRSDM-KP) dan Kepala Korea Maritime Ocean University Consortium (KMOUC) pada 25 Juli 2017. Naskah ini merupakan payung kajian pemanfaatan dan alih fungsi rig untuk kegiatan kelautan dan perikanan yang tengah terus dilakukan oleh KMOUC dan Pusat Riset Kelautan (Pusrikel) KKP.
“Kerjasama Indonesia-Korea sangatlah penting untuk kita melakukan riset bersama,” ujar Dubes Kim.
Menurutnya, saat ini terdapat rig offshore yang akan dimanfaatkan kembali di Indonesia. Hal ini masih memerlukan konsultasi dan kerja sama yang lebih intensif, baik antar pelaku bisnis maupun pemerintah kedua negara.
“Oleh karena itu, kami mohon dukungan, perhatian, dan arahan yang lebih intensif dan fokus dari Pemerintah Indonesia,” ucap Dubes Kim.
Merespon hal itu, Menteri Edhy mengatakan bahwa secara prinsip Pemerintah Indonesia tengah membahasnya dan akan bekerja sama melakukan riset pemanfaatan rig tersebut untuk kegiatan kelautan dan perikanan.
Sumber :
Lilly Aprilya Pregiwati
Kepala Biro Hubungan Masyarakat dan Kerja Sama Luar Negeri