Oleh : Rosadi Jamani [ Ketua Satupena Kalimantan Barat ]
HIDUP saya akhir-akhir ini seperti drama sinetron penuh air mata dan air bak yang hilang tanpa jejak.
Ada bak mandi baru di rumah, terlihat gagah dengan dinding keramiknya, ternyata ia menyimpan rahasia gelap, bocor alus.
Airnya selalu berkurang. Sedikit demi sedikit. Diam-diam. Seperti mantan yang masih mengintip story Instagram.
Awalnya saya tidak peduli. “Ah, mungkin penguapan,” pikir saya. Tapi lama-lama, ini seperti kisah horor. Air terus menghilang, dan saya seperti detektif yang gagal menangkap pelaku. Tidak ada rembesan. Tidak ada jejak. Hanya kehilangan yang misterius.
Saya pun mulai bertindak. Bak dikeringkan. Celah-celah dicurigai. Segala jenis cairan tambal saya beli. Saya tambal sana-sini. Tunggu sehari. Isi lagi. Hasilnya? Nihil.
Bak itu tetap licik, tetap membocorkan air entah ke mana. Ini bukan sekadar bocor. Ini sabotase emosional.
Hari-hari berlalu. Percobaan demi percobaan gagal. Saya mulai mempertanyakan makna hidup. Kenapa manusia harus punya bak mandi? Kenapa air selalu memilih pergi? Apakah bak ini punya dendam masa lalu?
Puncaknya, di liburan Natal ini, saya memutuskan untuk mengakhiri semuanya. Saya curiga. Bocor alusnya ada di lubang pembuangan.
Lubang kecil itu saya sumbat dengan oker dan cairan tambal paling mahal yang saya temukan di marketplace. Saya taburkan doa dan ancaman sekaligus.
“Awas, kalau masih bocor alus, tak panggilin tukang!”
Tiga hari saya menunggu dengan perasaan campur aduk, seperti menunggu hasil ujian CPNS.
Saat cairan mengering, saya isi bak itu dengan hati-hati. Detik demi detik berlalu, saya memandangnya seperti orang tua menatap bayi baru lahir. Akhirnya, air tidak lagi berkurang. Bocor alus itu sirna.
Saya berdiri di depan bak mandi dengan dada membusung. Ini bukan kemenangan biasa. Ini adalah kemenangan manusia melawan benda mati yang keras kepala. Saya merasa seperti pahlawan tanpa tanda jasa.
Hidup mengajarkan saya satu hal, terkadang, solusi ada di depan mata, tapi kita terlalu sibuk berteori.
Atau mungkin, bak itu hanya butuh ditekuk lututnya. Satu yang pasti, drama ini telah berakhir. Untuk sementara.
#camanewak