Lahan Tak Kunjung Dibayar, Seorang Petani di Rasau Jaya, Layangkan Gugatan ke PN Mempawah


FOTO : Suasana sidang di PN Mempawah (Ist)

Pewarta/editor : Tim redaksi

PONTIANAK – radarkalbar.com

TAK terima lahannya dicaplok perusahaan. Seorang petani bernama Indro, warga Desa Rasau Jaya Umum, Kecamatan Rasau Jaya, Kabupaten Kubu Raya menggugat perusahaan kelapa sawit yang beroperasi di wilayah tersebut.

Gugatan dilayangkan Indro ini, setelah kesabarannya memuncak. Dimana perusahaan hingga saat ini tak kunjung membayar lahan miliknya tersebut.

Lahan Indro ini, berada di Dusun Rasau Utama, RT 016/RW 005, Desa Rasau Jaya Umum, Kecamatan Rasau Jaya, Kabupaten Kubu Raya. Kemudian gugatan pada Pengadilan Negeri Mempawah dengan Register Perkara Nomor: 54/Pdt.G/2022/PN Mpw tanggal 16 Juni 2022.

Adapun diantara tuntutan Indro ini masing-masing :

– Meminta agar lahan tersebut diserahkan kepada Indro dan

– Meminta agar perusahaan membayar kerugian sebesar Rp. 5.000.000.000,00 (lima milyar rupiah).

Sementara, sidang dengan agenda pembacaan gugatan sudah berlangsung pada hari Selasa, (23/8/2022). Dimana kuasa hukum perusahaan selaku tergugat dalam persidangan meminta kepada majelis hakim agar kuasa hukum penggugat membacakan isi gugatan.

Setelah pembacaan gugatan majelis hakim menawarkan kepada penggugat untuk melakukan perbaikan atau perubahan. Lantas, kemudian Majelis hakim menunda sidang pada hari selasa 06 September 2022 dengan perbaikan gugatan.

Kuasa hukum penggugat, Suparman, SH, MH dalam keterangan tertulisnya, menyampaikan tuntutan yang diajukan kliennya kepada perusahaan merupakan hal yang wajar. Sebab, perusahaan sudah dianggap wanprestasi dan tidak mempunyai itikad baik.

“Oleh karena itu, kami meminta agar lahan itu segera dikembalikan kepada klien kami. Toch sertifikat kurang lebih seluas 6 hektar, masih dipegang dan atas nama klien kami. Dan secara legalitas lahan tersebut adalah hak klien kami,” tegasnya, Rabu (24/8/2022)

Ditambahkan, jika pihak perusahaan tidak mau mengembalikan lahan tersebut. Semestinya pihak perusahaan membayar sisa kekurangannya dengan harga yang sekarang bukan dengan harga pada tahun 2015.

Menurut Suparman, permasalahan yang dialami kliennya Indro dengan perusahaan PT Rajawali Jaya Perkasa (PT RJP) bermula :

– Pada sekitar tahun 2012, tanah seluas 16 hektare tersebut tiba-tiba digarap. Dan bahkan sebagian tanah tersebut sudah ditanami beberapa pohon kelapa sawit yang diduga dilakukan oleh perusahaan PT RJP.

“Karena mengetahui lahannya ditanami sawit oleh perusahaan. Maka pada tanggal 29 Juli 2013, klien kami saudara Indro mengirim surat kepada perusahaan. Tujuannya guna meminta klarifikasi mengapa perusahaan menanami pohon sawit diatas bidang tanah miliknya, ” jelas Suparman.

Lantas kata Suparman, karena dinilai PT RJP tidak ada itikad baik, untuk menyelesaikan permasalahan tersebut secara musyawarah. Maka kemudian Indor mewakili saudara-saudaranya membuat pengaduan atau laporan ke Polsek Rasau Jaya, Kabupaten Kubu Raya atas dugaan tindak pidana perampasan atau penyerobotan tanah yang dilakukan Perusahaan.

“Akan tetapi pengaduan atau laporan klien kami saudara Indro ini tidak diterima atau ditolak. Kemudian pada sekitar bulan Maret 2015, klien kami Indro mewakili saudara-saudaranya menempuh upaya hukum berupa membuat pengaduan atau laporan perampasan tanah SHM kepada Polda melalui surat tertanggal 25 Maret 2015, ” paparnya.

Kemudian sambung Suparman, setelah pengaduan atau laporan tertanggal 25 Maret 2015 sebagaimana tersebut diatas. Maka barulah perusahaan dipanggil oleh pihak kepolisian guna dimintai keterangan dan selanjutnya.

” Nah, baru lah pihak perusahaan ini menghubungi klien kami, mengajak bertemu di Kantor Desa Rasau Jaya Umum, dan pada pertemuan tersebut terjadilah negosiasi. Saat itu, perusahaan akan membeli atau memberi ganti rugi kepada klien kami dan saudara-saudaranya terhadap bidang tanah yang selama ini dtanami pohon sawit tersebut, ” bebernya.

” Pada saat itu, klien kami meminta harga jual tanah kepada perusahaan seharga Rp 30 juta per hektar. Akan tetapi perusahaan hanya hanya menyanggupi pembayaran seharga Rp 17 juta per hektarenya, ” jelas Suparman.

Selanjutnya kata Suparman, pada tanggal 27 April 2015, klien kami mewakili saudara-saudaranya lainnya. Kemudian perusahaan diwakili Sri Sampurno selaku General Manager (GM) menyepakati harga jual beli lahan seluas 16 hektare milik kliennya bersama saudara – saudaranya seharga Rp 17 juta. Dan dituangkan dalam surat pernyataan perjanjian tertanggal 27 April 2015 yang dibuat klien kami dengan pihak perusahaan tersebut.

“Setelah surat pernyataan perjanjian ditandatangani, pihak perusahaan memberikan sejumlah uang kepada klien kami Indro sebesar Rp 170 juta untuk harga tanah seluas 10 hektare yang sudah ber Sertipikat Hak Milik (SHM). Dan untuk tanah yang belum bersertifikat dengan luas 6 hektar milik Indro, perusahaan tersebut hanya memberikan ganti rugi sebesar sebesar Rp 42 juta, ” tuturnya.

Dikatakan Suparman, adapun alasan perusahaan hanya membayarkan harga tanah seluas 6 hektare kepada Indro sebesar Rp 42 juta tersebut, karena bukti alas hak tanah tersebut pada saat itu masih berstatus Surat Pernyataan Tanah (SPT). Dan masih dalam proses pembuatan Sertifikat Hak Milik (SHM) di Badan Pertanahan Nasional (BPN) Kubu Raya.

Selanjutnya, perusahaan berjanji akan membayar sisa harga dari total harga tanah seluas 6 hektare kepada Indro sebesar Rp. 60 juta, apabila sertipikat hak milik sudah dikeluarkan atau selesai.

“Kemudian, pada sekitar tahun 2021, SHM yang diajukan klien kami saudara Indro sudah diterbitkan oleh Badan Pertanahan Nasional (BPN) Kubu Raya. Dan saat itu pula saudara Indro menyampaikan kepada perusahaan SHM atas tanah seluas 6 hektar sudah selesai,” cetusnya.

Untuk itu tambah Suparman, kliennya Indro meminta kepada perusahaan agar segera membayar sisa kekurangannya sesuai perjanjian. Namun, perusahaan diberitahukan malah tidak ada tanggapan terkait dengan janjinya untuk membayar atau melunasi sisa dari total harga atas tanah seluas 6 hektare.


Like it? Share with your friends!