Radar KalbarRadar Kalbar
  • Home
  • Indeks
  • Kalbar
  • Nasional
  • Peristiwa
  • Politik
  • Ragam
  • Lainnya
    • Hukum
    • Olah Raga
    • Gaya Hidup
    • Bisnis
    • Figur
    • Tekno
    • Entertainment
Radar KalbarRadar Kalbar
  • Kapuas Hulu
  • Kayong Utara
  • Ketapang
  • Kubu Raya
  • Landak
  • Melawi
  • Mempawah
  • Pontianak
  • Sambas
  • Sanggau
  • Sekadau
  • Singkawang
  • Sintang
Pencarian
  • Home
  • Indeks
  • Kalbar
  • Nasional
  • Peristiwa
  • Politik
  • Ragam
  • Hukum
  • Olah Raga
  • Gaya Hidup
  • Bisnis
  • Figur
  • Tekno
  • Entertainment
Radar Kalbar > Indeks > Opini > BPJS : Bola Pingpong Jalur Siksaan
Opini

BPJS : Bola Pingpong Jalur Siksaan

Last updated: 22/05/2025 15:49
22/05/2025
Opini
Share

FOTO : ilustrasi warg menangis [ ist ]

DI TANAH yang katanya subur makmur loh jinawi, seorang rakyat kecil bernama Ali Suhardi (47) dari Desa Mak Tanggok, Kecamatan Tebas, Kabupaten Sambas, sedang menjalani sebuah petualangan medis yang bahkan Tolkien pun tak sanggup menulisnya.

Ini bukan kisah dongeng. Ini bukan sinetron azab. Ini adalah kisah nyata, kisah darah dan air mata, kisah rakyat miskin yang mencoba mencari kesembuhan… tapi malah ditendang ke sana-sini oleh sistem yang katanya “peduli.”

Ali, yang punya saraf terjepit, dan setelah ini, mungkin juga jiwa yang ikut terjepit, memulai langkahnya dengan penuh harap. Ia tidak meminta disambut karpet merah.

Tidak menuntut AC di ruang tunggu atau perawat yang wangi lavender. Ia cuma ingin sembuh. Itu saja. Tapi harapan itu remuk saat ia masuk ke dalam labirin yang disebut, Rujukan Sistem Neraka (RSN).

Dari RSUD Pemangkat, ia dilempar ke RSUD Abdul Aziz Singkawang. Lalu dilempar lagi ke Rumah Sakit Kartika Husada di Kubu Raya. Sudah seperti batu dalam permainan Congklak. Tapi ini bukan main-main, ini hidup orang.

Tiba di RS Kartika Husada dengan surat rujukan yang ditandatangani, dicap, dan mungkin sudah disiram air zamzam, Ali malah disambut kalimat sakti:

“Maaf Pak, antrean penuh. Silakan kembali lima hari lagi.”

Lima hari. Padahal jarak dari rumah ke rumah sakit itu 7 jam perjalanan darat. Ini bukan jalan santai sore. Ini ekspedisi ala Indiana Jones. Dengan saraf kejepit dan anak-istri yang ikut. Uang bensin? Entahlah, mungkin harapan bisa dijadikan bahan bakar mobil. Kalau bisa, rakyat miskin sudah menciptakan energi terbarukan dari penderitaan.

Lima hari kemudian, dengan semangat sisa dan punggung berderit macam pintu tua, Ali kembali. Tapi apa yang ia dapat? Bukannya pengobatan, ia malah dilempar balik ke RS Abdul Aziz Singkawang hanya untuk… Surat Bius.

Iya, bius! Karena MRI membutuhkan posisi tidur 45 menit, dan Ali hanya mampu rebahan lima menit sebelum tubuhnya berteriak seperti film horor.

Bius, katanya. Tapi surat bius, harus dari rumah sakit asal. Rumah sakit asal, bilang, “Kami tidak bisa keluarkan, Pak. Silakan pindah ke RS lain. Tapi non-BPJS ya.”

Apa?!

Sudah ikut sistem, disuruh keluar dari sistem? Ini seperti disuruh main game, lalu di tengah permainan, wasit bilang, “Maaf, joystick-nya nggak boleh dipakai. Pindah game lain, tapi harus beli token sendiri.”

Ita Rosita, istri Ali, juga mulai kehilangan kesabaran. Dengan wajah lelah, ia bertanya, “Kalau butuh surat tambahan, kenapa tidak diberi tahu dari awal? Kami ini bukan peri-peri yang bisa terbang ke rumah sakit dalam lima menit. Ini perjalanan panjang, mahal, dan menyakitkan.”

Tapi sistem tidak menjawab. Sistem hanya bergeming, diam seperti tembok birokrasi yang sudah dilapisi cat anti-empati. Bayangkan! Di negeri yang katanya gotong royong, pasien malah digotong bolak-balik.

BPJS singkatan yang makin hari makin mirip, “Bola Pingpong Jalan Sakit.” Pemeriksaan tidak jadi. Obat tak diberi. Yang ada hanya fotokopi, cap, tanda tangan, dan ekspresi “maaf prosedurnya begitu, Pak.” Kalau prosedur bisa menyembuhkan, mungkin rakyat sudah sehat semua.

Lucunya, belum ada yang muncul untuk bertanggung jawab. Rumah sakit masih “mengonfirmasi.” BPJS masih “mengumpulkan data.” Sementara Ali dan ribuan orang lain mungkin sedang duduk di warung, memegang punggung yang nyeri dan dompet yang kosong.

Negara katanya hadir. Tapi yang hadir cuma antrean dan ketidakpastian. Kalau ini bukan pengabaian sistematis, apa namanya?

Saya menulis ini bukan untuk drama. Karena drama bisa selesai dalam satu episode. Tapi bagi rakyat seperti Ali, dramanya tayang setiap hari. Tanpa jeda iklan. Tanpa akhir bahagia.

#camanewak

Oleh : Rosadi Jamani
[ Ketua Satupena Kalbar ]

Bagikan ini:

  • Klik untuk membagikan di Facebook(Membuka di jendela yang baru) Facebook
  • Klik untuk berbagi di X(Membuka di jendela yang baru) X
  • Klik untuk berbagi di WhatsApp(Membuka di jendela yang baru) WhatsApp
  • Klik untuk mengirimkan email tautan ke teman(Membuka di jendela yang baru) Surat elektronik
  • Klik untuk berbagi di Telegram(Membuka di jendela yang baru) Telegram
TAGGED:BPJSSambas
Share This Article
Facebook Whatsapp Whatsapp Telegram Copy Link

Terpopuler Bulan Ini

Selebgram Oca Fahira Meninggal Akibat Kecelakaan Lalu Lintas di Sungai Pinyuh

30/09/2025
Laskar Cinta Jokowi Minta Menkeu Purbaya Dipecat
16/10/2025
Pengedar Sabu di Balai Karangan Diciduk, 10 Paket Siap Edar Disita
12/10/2025
Langkah Twity ke Yogyakarta, Putri Kades Hilir Balai Menembus Panggung Nasional
23/10/2025
Drama Rekayasa Begal di Ketapang, Polisi Bongkar Kebohongan di Balik Laporan Palsu
09/10/2025

Berita Menarik Lainnya

Menteri Keuangan yang Dulu Ngapaian Aja?

16 jam lalu

Setelah 14 Tahun, Akhirnya Timor-Leste Masuk ASEAN Penuh

17 jam lalu

Tundang Terakhir Seorang Maestro, Kalbar Berduka

26/10/2025

Tantangan PWI Dalam Menjaga Kedaulatan Informasi

25/10/2025

PT. DIMAS GENTA MEDIA
Kompleks Keraton Surya Negara, Jalan Pangeran Mas, No :1, Kel Ilir Kota, Sanggau, Kalbar

0812-5012-1216

Terkait

  • Redaksi
  • Kode Etik
  • Kebijakan Privasi
  • Redaksi
  • Kode Etik
  • Kebijakan Privasi

Regional

  • Kapuas Hulu
  • Kayong Utara
  • Ketapang
  • Kubu Raya
  • Landak
  • Melawi
  • Mempawah
  • Pontianak
  • Sambas
  • Sanggau
  • Sekadau
  • Singkawang
  • Sintang
  • Kapuas Hulu
  • Kayong Utara
  • Ketapang
  • Kubu Raya
  • Landak
  • Melawi
  • Mempawah
  • Pontianak
  • Sambas
  • Sanggau
  • Sekadau
  • Singkawang
  • Sintang