Deislamisasi Indonesia Sejak Kemerdekaan RI 1945 [Analisis Kajian Investigasi Historis]


Oleh : Benz Jono Hartono [Praktisi Media Massa/Direktur Lembaga Kajian Pers Nasional LKPN]

*Pembukaan*

DEISLAMISASI merupakan proses di mana elemen-elemen Islam dalam masyarakat, budaya, dan politik berkurang atau dihapuskan.

Di Indonesia, proses ini dapat dilihat sejak kemerdekaan tahun 1945, di mana kebijakan negara dan dinamika sosial-budaya berperan penting dalam memengaruhi keberadaan dan peran Islam dalam kehidupan berbangsa dan bernegara.

*Latar Belakang Sejarah*

Indonesia merdeka pada 17 Agustus 1945, dengan Proklamasi yang dibacakan oleh Soekarno dan Mohammad Hatta. Pada awal kemerdekaan, terjadi perdebatan besar dalam merumuskan dasar negara, antara apakah Indonesia akan dijadikan negara yang Islami atau negara sekuler.

Hal ini terlihat dalam perdebatan di Badan Penyelidik Usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia (BPUPKI) yang kemudian menghasilkan Piagam Jakarta, dengan sila pertama berbunyi

“Ketuhanan, dengan kewajiban menjalankan syariat Islam bagi pemeluk-pemeluknya.”

Namun, muncul ancaman disintegrasi bangsa oleh oknum pihak yang tidak suka dengan Islam, maka frasa 7 kata tersebut dihapus dan dibuang, menjadi “Ketuhanan Yang Maha Esa” dalam Pembukaan UUD 1945.

Perubahan ini mencerminkan upaya awal untuk membuang pengaruh politik yang Islami, dalam struktur negara yang baru dibentuk.

*Kebijakan Pemerintah*

Sejak awal kemerdekaan, beberapa kebijakan pemerintah Indonesia mencerminkan kecenderungan menuju sekularisme anti politik yang Islami.

Presiden Soekarno, dengan ideologi Nasakom (Nasionalisme, Agama, dan Komunisme), berusaha menyatukan berbagai elemen bangsa dalam satu kesatuan.

Dalam masa Orde Lama, Soekarno mendirikan Nasakom sebagai upaya untuk menyeimbangkan kekuatan antara nasionalis, agama, dan komunis, namun secara implisit juga mengurangi dominasi kelompok politik yang Islami.

Pada masa Orde Baru di bawah Presiden Soeharto, pemerintah lebih tegas dalam mengontrol dan membatasi aktivitas politik berbasis Islam.

Soeharto menerapkan asas tunggal Pancasila melalui kebijakan yang dikenal sebagai P4 (Pedoman Penghayatan dan Pengamalan Pancasila) yang mewajibkan semua organisasi sosial dan politik mengakui Pancasila sebagai satu-satunya asas.

Kebijakan ini bertujuan untuk mengintegrasikan semua organisasi ke dalam kerangka ideologi negara, sekaligus meredam potensi gerakan-gerakan politik yang Islami.

*Transformasi Sosial dan Budaya*

Di sisi sosial-budaya, proses deislamisasi juga terlihat melalui modernisasi dan westernisasi yang didorong oleh pemerintah.

Modernisasi pendidikan, budaya populer, dan media massa memengaruhi gaya hidup dan pandangan masyarakat Indonesia.

Konten media yang semakin sekuler, kebijakan pendidikan yang menekankan ilmu pengetahuan umum daripada pendidikan agama Islam, serta pengaruh budaya Barat melalui film, musik, dan mode, semuanya berkontribusi, pada perubahan budaya yang menggusur, dominasi nilai-nilai Islam dalam kehidupan masyarakat Indonesia.

*Resistensi dan Re-Islamisasi*

Namun, proses deislamisasi ini tidak berjalan tanpa resistensi. Sebagian besar Kalangan Islam yang merasa dipinggirkan oleh kebijakan pemerintah, terus berjuang untuk tetap pada kehidupan yang Islami.

Diantara titik balik penting, adalah runtuhnya Orde Baru pada tahun 1998, yang diikuti oleh reformasi politik dan kebangkitan kembali Islam.

Era Reformasi membuka ruang bagi re-Islamisasi, di mana Islam kembali mendapatkan tempat penting dalam politik dan masyarakat. Serta Kehidupan yang berbasis Islam.

Fenomena ini menunjukkan bahwa meskipun proses deislamisasi berlangsung cukup lama, semangat dan identitas Islam di Indonesia, tetap bertahan dan bahkan mengalami kebangkitan kembali, dalam konteks yang baru.

Maka Sesungguhnya, Momen 15 Maret 2022 melalui Resolusi PBB, sebagai Hari Anti Islamophobia Dunia,(the International Day to Combat Islamophobia). Menjadi Pijakan Kuat Umat Islam di Indonesia, untuk semua pihak, tidak lagi anti terhadap Kehidupan yang Islami.

Harus di dukung semua elemen Bangsa, Betapa pentingnya 15 Maret menjadi Tanggal Libur Nasional Indonesia, sebagai hari anti Islamophobia.

*Penutup*

Proses deislamisasi di Indonesia sejak kemerdekaan tahun 1945 hingga runtuhnya Orde Baru tahun 1998 menunjukkan kompleksitas hubungan antara negara dan agama.

Kebijakan pemerintah yang cenderung sekuler, modernisasi, dan pengaruh budaya Barat telah menyingkirkan dominasi Islam dalam berbagai aspek kehidupan.

Namun, resistensi dari kelompok-kelompok Islam menunjukkan bahwa identitas dan semangat keIslaman tetap kuat dan terus bertransformasi sesuai dinamika politik dan sosial.

Maka untuk itu Harus di dukung semua elemen Bangsa, Betapa pentingnya 15 Maret menjadi Tanggal Libur Nasional Indonesia, sebagai hari anti Islamophobia.


Like it? Share with your friends!