Oleh : Rosadi Jamani [ Ketua Satupena Kalimantan Barat]
FINAL debat Pilkada Kalbar tadi malam bisa dibilang adalah panggung epik. Bahkan, teater klasik Yunani kuno pun akan merasa malu untuk menyainginya.
Arena penuh sorak-sorai pendukung seakan menggetarkan para hadirin atau berpura-pura tenang, sambil mencatat setiap pergerakan dan tarikan napas tiga pasangan calon, Sutarmidji-Didi Haryono, Ria Norsan-Krisantus, dan Muda Mahendrawan-Jakius Sinyor.
Seolah arena gladiator, tiga pasangan ini saling melempar retorika dengan elegan, meluncurkan jurus pamungkas dengan senyum tipis penuh makna.
“Suke lalu nontonnye tadek malam, seru wak,” kata kawan biak Sambas.
Tidak ada arena yang lengkap tanpa momen kata ajaib. Malam tadi juga, kata “merampot” muncul.
Ia menyulut tepuk tangan dan tawa geli dari penonton. Kata yang secara lokal bermakna ‘banyak cakap’ itu seolah menjadi anthem tak resmi dari malam penuh debat sengit tersebut.
Siapa yang menyangka, di panggung politik berkelas, kata-kata rakyat jelata bisa terbang tinggi seperti elang mencari mangsa. Namun, jangan tertipu oleh senyum manis para kandidat. Kata-kata mereka seperti senjata silat yang membuai sebelum menghujam.
Lalu, lihatlah mereka di akhir debat. Tak ada satu pun yang tertunduk lesu atau mengusap peluh malu karena kalah telak.
Oh, tidak. Para putra terbaik Kalbar ini semua berdiri tegak, seakan pose kemenangan sudah mereka latih di depan cermin, kepala terangkat, senyum terkembang bak pahlawan perang yang baru pulang tanpa membawa satu goresan luka pun.
Masing-masing membawa jejak kepemimpinan mereka yang jelas terlihat di masyarakat. Ini seperti pohon beringin besar yang akarnya menyebar ke seluruh penjuru desa.
Bukti-bukti prestasi mereka adalah senjata yang diayunkan tanpa ampun, penuh percaya diri. Inilah keunikan arena Kalbar.
Tak satu pun dari mereka berlari ke arah endorsement mantan presiden, atau tersenyum kecil kepada sang petahana. Ini murni, katanya, sebuah pertarungan autentik penuh daya juang, seperti pemuda desa dengan sepeda ontel menuju medan juang.
Tak macam di provinsi lain, maok menang minta bantu sang mantan agar percaya diri.
Namun, momen yang benar-benar mengundang gelombang desas-desus adalah saat Sutarmidji mengeluarkan closing statement-nya yang mengguncang.
“Pelaku money politic, tangkap! Kita akan berikan hadiah 10 kali lipat,” katanya dengan senyum santai namun berkilau penuh misteri. Penonton terdiam sejenak, mungkin mencerna maksud yang terkandung dalam kalimat itu.
Apakah ini pesan subliminal bahwa beliau dan timnya bebas dari dosa ‘uang lembaran licin’? Atau sekadar sindiran manis untuk menyentil pihak lawan yang mungkin sedang berkedip gelisah di bangku sebelah?
Hingga akhir, semua pertanyaan itu melayang tanpa jawaban pasti. Seperti burung camar yang menari di langit sore.
Mungkin itulah esensi Pilkada, penuh adu cerdik tanpa menumpahkan darah, penuh makna tersirat tanpa harus mengakhiri persahabatan.
Para kandidat, dengan senyum damai, meninggalkan panggung, seakan berkata, “Sampai jumpa di arena sebenarnya, wahai penonton setia.”
#Camanewak