FOTO : Ketua BPM Kalbar, Gusti Eddy saat menyampaikan orasi, pada aksi massa, Rabu 15 September 2025 [ ist ]
Tim liputan – radarkalbar.com
PONTIANAK – Terbukti, tekanan publik terhadap aparat hukum di Kalbar memuncak saat Barisan Pemuda Melayu (BPM) menggelar aksi besar-besaran, pada Rabu (15/10/2025).
Bukan hanya orasi, massa menghadirkan sindiran terbuka, bungkus Tolak Angin dikalungkan langsung ke pejabat Kejati sebagai pesan agar penanganan kasus oli palsu tidak “masuk angin”.
Sebanyak 567 peserta aksi mendatangi dua institusi sekaligus—Polda Kalbar dan Kejaksaan Tinggi Kalbar untuk menyoroti dugaan mandeknya penahanan tersangka Edy Chow, yang diduga memproduksi dan mengedarkan oli palsu berbagai merek di wilayah Kalimantan Barat.
Ketua Umum BPM Kalbar, Gusti Edi, menyuarakan tiga tuntutan utama penahanan segera terhadap Edy Chow, penindakan praktik tambang ilegal di kawasan Cagar Alam Bumi Khatulistiwa, serta pemrosesan oknum aparat yang dianggap melakukan pembiaran hukum.
Setelah menyampaikan aspirasi di Polda, massa bergerak ke Kejati Kalbar untuk menekan percepatan penuntutan kasus tersebut. Diketahui, berkas perkara Edy Chow sudah dilimpahkan penyidik Polda Kalbar ke pihak kejaksaan.
Di halaman Kejati, aksi BPM menarik perhatian publik lewat simbol sindiran keras.
Gusti Edi mengalungkan bungkus Tolak Angin kepada salah satu pejabat Kejati.
“Ini agar kasusnya tidak masuk angin,” ujarnya lantang, menyiratkan harapan agar aparat tidak melemah menghadapi tekanan pihak tertentu.
Berdasarkan penyidikan, Edy Chow diduga memproduksi dan mengedarkan oli palsu berbagai merek di Kalbar.
Barang itu disebut diperolehnya dari tiga orang berinisial WG, CEH, dan FO, yang disebut memiliki jaringan dengan pejabat tingkat pusat.
Dia juga diketahui anak sulung dari FS, seorang pengusaha yang disebut dekat dengan elite di tingkat provinsi. Kedekatan ini dianggap sebagai alasan publik mendesak Kejati agar bertindak transparan dan tidak tebang pilih.
Gusti Edi menyebut, tindak pidana yang menjerat Edy Chow bersifat berlapis. BPM Kalbar merujuk pada sejumlah pasal yang dapat menjeratnya secara kumulatif, antara lain UU No. 20/2016 tentang Merek dan Indikasi Geografis
Pasal 100 ayat (1) dan (2) – Penjara maksimal 5 tahun, denda Rp2 miliar, UU No. 8/1999 tentang Perlindungan Konsumen Pasal 8 ayat (1) dan Pasal 62 ayat (1) – Penjara maksimal 5 tahun, denda Rp2 miliar, Pasal 378 KUHP tentang Penipuan
Ancaman penjara maksimal 4 tahun.
UU No. 7/2014 tentang Perdagangan
Pasal 104 – Penjara maksimal 5 tahun, denda hingga Rp5 miliar. UU No. 3/2014 tentang Perindustrian
Pasal 120 Penjara maksimal 5 tahun, denda Rp 3 miliar.
Total ancaman hukuman kumulatif mencapai 24 tahun penjara dengan denda hingga Rp 17 miliar.
Selain dianggap merugikan produsen resmi dan merusak kepercayaan konsumen, BPM menilai peredaran oli palsu dapat memicu kerusakan mesin hingga kecelakaan lalu lintas.
Karena itu, massa menegaskan, penegakan hukum tidak boleh tunduk pada intervensi politik ataupun kepentingan bisnis.
Simbol “Tolak Angin” dalam aksi itu dinilai sebagai peringatan moral agar jaksa tidak goyah dalam menindak.
Harapan publik tertuju pada Kejati Kalbar untuk membuktikan independensi dan keseriusan dalam menangani kasus ini.
Aksi berakhir tertib dengan pengawalan aparat kepolisian. Namun gelombang desakan penahanan Edy Chow dan pengungkapan jaringan pelaku tetap menggema di depan gedung kejaksaan.
Massa menegaskan, mereka akan terus mengawal kasus ini hingga ada tindakan nyata. [ red ]
editor/publisher : admin radarkalbar.com