Di Balik Skandal SIAKAD Untan


Oleh : Rosadi Jamani [Dosen UNU Kalimantan Barat ]

SEBENARNYA saya agak berat menulis ini. Soalnya, menyangkut Almamater saya. Namun, saya fokus pada karya jurnalistik yang dibeberkan media online, insidepontianak.com.

Baru kali ini saya membaca sebuah investigasi berani, detail, dan luar biasa. Jempol pokoknya. Saya mencoba untuk meringkas apa yang telah diungkap oleh insidepontianak ini.

Kalbar, tanah yang tak hanya dikenal dengan kekayaan alam dan budayanya. Kini tersorot oleh skandal akademik berkelas internasional. Sebuah investigasi brilian dari media daring Insidepontianak.com, yang bakar semangat para pemburu kebenaran.

Media ini akhirnya menyingkap skandal manipulasi nilai di kampus biru Universitas Tanjungpura (Untan). Tepatnya di Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (Fisip).

Coba bayangkan, investigasi setebal 28 halaman yang begitu detail, layaknya detektif Conan yang sedang mengusut kasus pembunuhan di Jepang. Media ini dengan rapi menguak manipulasi nilai akademik seorang “celebrity-politician.” Sebut tidak namanya, ya? Ah, kalian sudah tahu semua kok.

Di dunia pendidikan yang katanya menjunjung tinggi integritas, ternyata ada juga kampus yang berani bermain-main di atas sistem akademik.

Sayangnya, di sini justru kita melihat keahlian manipulatif akademisi bak seniman ulung yang bermain di atas panggung SIAKAD, sistem informasi akademik yang dirancang untuk menjamin transparansi nilai.

Siapa yang menyangka bahwa di balik layar biru sistem ini, ada tangan-tangan tak terlihat yang menari lincah, mengubah angka dari F menjadi A.

Mari kita mulai dengan tokoh utama kita, sebut tidak ya? Sebut saja Y. Ia, yang bak bintang pop politik Kalbar, menjadi pusat perhatian bukan hanya karena gelar “Master” yang nyaris diraih dari Program Magister Politik Fisip Untan, tapi juga karena ia hampir tidak pernah hadir di kampus.

Meskipun begitu, nilai-nilai yang terpampang di SIAKAD-nya lebih indah dari harapan mahasiswa rajin pada umumnya: A+, A-, dan bahkan B. Oh, tentu saja, B adalah penghargaan untuk “kesederhanaan.”

SIAKAD, sistem yang dirancang untuk menjaga integritas nilai mahasiswa, seakan menari mengikuti kemauan politisi yang bentar lagi duduk di Senayan. Bahkan, Kementerian Ristekdikti pun tak mampu menghapuskan nilai-nilai “emas” ini.

Karena, semuanya langsung terhubung dengan pusat. Lalu, siapa yang bisa menolak? Nilai-nilai ini sudah seperti karpet merah yang digelar untuk menyambut sang politisi muda.

Tentu saja, kisah ini tak akan sempurna tanpa kehadiran “squad” pahlawan investigasi yang berani menghadapi angin politik dan badai akademik. Dipimpin oleh Dr Rupita yang perkasa, tim investigasi internal Untan berhasil menyelami lautan intrik di balik kasus manipulasi ini.

Dengan didukung oleh Prof Dr Arkanudin, Dr Rusdiono, Drs Sukamto, M.Si, dan Dr Pardi, tim ini seperti detektif Sherlock Holmes yang tak kenal takut mengungkapkan kebenaran.

Mereka memanggil saksi, mengorek bukti, dan mengurai benang kusut manipulasi nilai yang terjadi. Di sini, kita bertemu dengan sang dalang di balik skandal ini: lima akademisi yang seakan menganggap SIAKAD sebagai kanvas pribadi mereka, tempat mereka bisa mencoret-coret nilai sesuai keinginan.

Sebut tidak ya? Sebut inisialnya saja. Mereka Prof Dr HA, sang Guru Besar Sosiologi Fisip Untan. Profesor ini berani melabrak etika akademik dengan memberikan nilai sesuka hatinya. Bahkan, ia melibatkan keluarganya sendiri, El dan ER dalam konspirasi manipulasi ini.

Di balik layar, modus operandi mereka sangat sederhana, namun mematikan. El, Wakil Dekan 1 Fisip Untan, memerintahkan staf operator SIAKAD, Yanto, untuk mencetak blanko Daftar Peserta dan Nilai Akhir (DPNA).

Namun, ketika blanko ini kembali, seperti sihir, nilai-nilai Yuliansyah telah terisi penuh, dengan tinta biru yang lebih mengilap daripada sekadar catatan akademik biasa.

Yanto, si operator malang, terjebak dalam permainan kotor ini, di mana perintah atasan tak bisa ia tolak, meskipun hati nuraninya menjerit.

Bahkan Dr Erdi Abidin, dosen Pengelolaan Keuangan Daerah, yang awalnya enggan memberi nilai pada Yuliansyah karena sang mahasiswa tak pernah muncul di kelas, akhirnya tak bisa menahan tekanan.

El, dengan lihainya, merayu Erdi untuk memberikan nilai B+ kepada Yuliansyah, yang kemudian, setelah sejumlah “terima kasih” berbentuk uang tunai, bertransformasi menjadi nilai A. Nilai ini bukan sekadar huruf di layar SIAKAD, tetapi simbol keberanian para akademisi ini untuk melawan sistem… dengan cara yang salah, tentu saja.

Drama ini mencapai puncaknya ketika Dr Nurfitri, Ketua Program Studi Ilmu Politik S2, menolak ikut serta dalam permainan licik ini. Ia dengan tegas menyatakan bahwa Ketua Partai itu tidak layak mendapatkan nilai, apalagi seminar tesis.

Tidak ada belas kasihan di sini, karena seperti yang dikatakan Nurfitri dengan jitu: “Mahasiswa itu orang kaya, tidak perlu dikasihani.”

Sementara itu, El mulai panik. Drama ini menjadi lebih menarik ketika El, dalam keadaan terpojok, mencoba membuat Yanto, si operator SIAKAD, menandatangani surat pernyataan di belakang teras masjid.

Seolah-olah tempat suci itu bisa menyucikan semua dosa akademik yang telah dilakukan. Tapi Yanto, walaupun kecil, akhirnya bersuara, menolak terlibat lebih jauh dalam skandal ini.

Skandal ini menunjukkan betapa politik dan akademik bisa bersatu dalam simfoni manipulasi. Di Kalbar, politik bukan hanya tentang kampanye dan pemilihan, tetapi juga tentang bagaimana kekuasaan bisa mempengaruhi setiap sudut kehidupan, termasuk dunia pendidikan.

Y dengan kekuasaan politiknya, tampaknya berhasil mendapatkan apa yang ia inginkan—setidaknya, sampai investigasi Insidepontianak mengungkap semuanya.

Bagi kita yang menyaksikan dari pinggir lapangan, skandal ini adalah sebuah komedi kelam. Nilai-nilai akademik yang seharusnya dijaga dengan integritas, malah dipermainkan oleh mereka yang seharusnya menjadi penjaganya.

Sebagai penutup, satu hal yang perlu diingat: meskipun nilai bisa dimanipulasi, kebenaran tidak pernah bisa disembunyikan terlalu lama. Berkat investigasi brilian ini, kita semua belajar bahwa di balik layar biru SIAKAD, ada lebih banyak drama daripada yang kita kira.

Kini, bola panas ada di tangan Rektor Untan, Prof Dr Garuda Wiko. Akankah ia berani mengambil langkah tegas dan menegakkan integritas akademik yang telah dinodai? Atau akankah kita melihat skandal ini berlalu seperti angin, hanya meninggalkan jejak-jejak samar di dunia pendidikan Kalbar?

#camanewak


Like it? Share with your friends!