FOTO : Diskusi dan bedah buku bertajuk Cornelis mendengar rakyat dari dekat, berlangsung di Aming Coffee Hutan Kota [ist]
redaksi – radarkalbar.com
PONTIANAK – Momen diskusi dan bedah buku, berlangsung di Aming Coffee Hutan Kota, pada Senin (7/10/2024) seolah menjadi pengingat pentingnya menjaga api literasi tetap menyala di tengah zaman yang terus berubah.
Sosok Cornelis, mantan Gubernur Kalimantan Barat yang kini menjabat sebagai anggota DPR RI, menjadi pusat diskusi yang tidak hanya berbicara tentang masa lalunya, tetapi juga bagaimana ide-idenya mampu menembus batas waktu dan memberikan inspirasi.
Dosen UIN Jakarta, Abdul Mukti Rauf, yang juga sekaligus penulis buku “Cornelis Mendengar Rakyat dari Dekat,” dengan tegas mengatakan, buku yang ditulisnya adalah sebuah panggilan kesejarahan.
“Mengapa saya menulis sosok Cornelis? Sebab utamanya adalah karena ide dan tindakannya membangun jiwa. Lalu, mencerahkan akal pikiran, dan menginspirasi tindakan positif. Jika tidak dicatat dan dinarasikan, bagaimana cara mengenangnya?” ungkap Mukti yang juga mantan dosen IAIN Pontianak.
Mukti mengibaratkan, jika perkataan, perbuatan, dan ketetapan Nabi Muhammad Saw tidak didokumentasikan melalui hadis, tentu umat Islam akan kesulitan meneladaninya.
Begitu juga dengan tokoh-tokoh yang telah memberikan kontribusi besar bagi bangsa dan masyarakat. Catatan sejarah bukan sekadar tulisan di atas kertas, tetapi warisan yang mampu membangkitkan jiwa dan mencerahkan generasi mendatang.
Bagi Mukti, literasi adalah senjata untuk melawan kebodohan dan penyebaran berita-berita palsu yang kian merajalela.
“Ini semacam panggilan kesejarahan bagi intelektual untuk merekam ide, peristiwa, dan sosok. Saya bersemangat untuk mengajak Gen-Z menguatkan literasi di tengah realitas ‘buta huruf literasi’ dan serangan ‘berita sampah’ yang kian membusuk dan beraroma hoax,” tuturnya dengan semangat.
Di hadapan puluhan mahasiswa dan akademisi yang hadir, Mukti menyampaikan pesan yang kuat dan relevan bagi generasi saat ini. Ia mengajak para intelektual muda, terutama Gen-Z, untuk tidak hanya menjadi konsumen informasi, tetapi juga menjadi produsen literasi yang kritis dan mencerahkan.
Di era di mana informasi begitu mudah diakses, kita sering kali lupa untuk memeriksa kebenarannya. Di sinilah pentingnya literasi sebagai benteng terakhir untuk melawan hoaks dan disinformasi.
Subro, seorang praktisi pemberdayaan masyarakat yang menjadi penanggap dalam diskusi tersebut, menambahkan bahwa literasi tidak hanya soal membaca dan menulis, tetapi juga soal memahami dan meresapi makna dari apa yang kita baca.
“Literasi adalah kekuatan yang dapat mengubah kehidupan seseorang. Melalui literasi, kita mampu memberdayakan diri sendiri dan orang lain,” tegasnya.
Testimoni dari mantan ajudan Cornelis, Piter Bonis, juga menambah kedalaman diskusi. Ia berbagi kisah inspiratif tentang bagaimana Cornelis bukan hanya seorang pemimpin, tetapi juga seorang guru kehidupan yang selalu mendorong orang-orang di sekitarnya untuk berpikir kritis dan bertindak dengan hati.
Bagi Piter, Cornelis adalah contoh nyata dari seorang pemimpin yang tidak hanya memikirkan kekuasaan, tetapi juga masa depan generasi muda.
Usai diskusi, peserta yang aktif bertanya, mendapatkan hadiah buku Cornelis dari penulisnya langsung, Mukti. Acara diskusi sangat santai sambil menikmati kopi dan aneka gorengan. [r**]