Oleh : Samadi [ Pengurus KPMKB Surabaya ]
DI TENGAH derasnya arus informasi dan mobilitas pemuda Kalimantan Barat yang menempuh pendidikan di berbagai kota besar di Indonesia, hadirnya organisasi paguyuban mahasiswa daerah seperti Keluarga Pelajar Mahasiswa Kalimantan Barat (KPMKB) wilayah Surabaya.
Hal menjadi penting sebagai simpul solidaritas dan jembatan emosional antara daerah asal dan tanah perantauan. Namun, respons pemerintah daerah terhadap inisiatif-inisiatif seperti ini masih menyisakan tanda tanya besar.
Baru-baru ini, KPMKB Surabaya mencoba menjalin komunikasi dengan Dinas Kepemudaan, Olahraga, dan Pariwisata (Disporapar) Kalimantan Barat, meminta dukungan simbolik berupa publikasi flyer ucapan selamat datang bagi mahasiswa baru Kalbar yang memulai studi di Kota Surabaya.
Tujuannya sederhana agar masyarakat Kalbar yang sedang merantau merasa diperhatikan, diakui, dan punya wadah jejaring sesama putra daerah.
Namun, permintaan tersebut dijawab dengan jawaban normatif: bahwa ini urusan pendidikan dan ranahnya Dinas Pendidikan, bukan Disporapar.
Akhirnya, unggahan hanya dibatasi pada IG Story tanpa komitmen lebih lanjut. Di sinilah letak keprihatinan kita.
Apakah persoalan pengorganisasian pemuda di luar Kalbar hanya sekadar urusan administrasi antar-dinas? Apakah Disporapar tidak bisa mengambil posisi lebih proaktif terhadap dinamika pemuda Kalbar di luar daerah, meskipun mereka tidak berada langsung dalam binaannya?
Faktanya, organisasi-organisasi mahasiswa daerah seperti KPMKB secara riil adalah stakeholder kepemudaan. Mereka tidak hanya mengorganisir diri, tetapi juga menjaga identitas kedaerahan, menjadi diplomat sosial Kalbar di luar, serta berperan aktif dalam menjaga citra Kalimantan Barat di tengah masyarakat akademik nasional.
Ini bukan hanya soal pendidikan formal, tapi menyangkut pengembangan kepemudaan, rasa memiliki daerah, dan promosi budaya, tiga hal yang seharusnya menjadi core concern Disporapar.
Maka wajar jika publik bertanya: di mana posisi Disporapar saat pemuda-pemuda Kalbar berinisiatif membentuk jejaring? Apakah hanya sekadar promosi wisata dan event-event di dalam daerah saja?
Bukankah kerja Disporapar seharusnya lintas wilayah, terutama dalam konteks memberdayakan potensi pemuda di perantauan?
Tentu kita tidak menuntut sesuatu yang berlebihan. Namun dukungan moral yang sederhana seperti publikasi informasi di kanal resmi pemerintah daerah bukanlah hal yang di luar kewenangan.
Justru itu bagian dari keberpihakan simbolik yang sangat berarti bagi pelajar dan mahasiswa rantau. Mereka ingin tahu bahwa daerah asalnya tidak sekadar ingat saat pemilu, tapi hadir saat mereka butuh dukungan emosional dan ruang kolaborasi.
Penting untuk mengingat, organisasi-organisasi pelajar daerah tidak hanya butuh pembinaan formal, tetapi juga pengakuan dari pemerintah sebagai mitra strategis dalam membangun sumber daya manusia Kalbar.
Bila Disporapar hanya mendefinisikan tugasnya secara sempit, maka banyak potensi kepemudaan Kalbar di luar daerah yang akan kehilangan arah karena merasa tak dianggap bagian dari visi pembangunan daerah.
Sudah saatnya Disporapar Kalbar memperbaiki pendekatan. Bila ingin menjadi dinas yang benar-benar pro pemuda, maka jejaring komunitas mahasiswa Kalbar di luar daerah harus mulai dilibatkan secara strategis.
Mulailah dengan langkah kecil: membuka komunikasi dua arah, menyediakan kanal publikasi informasi, dan membangun kepercayaan.
Sebab, kemajuan Kalbar bukan hanya ditentukan oleh mereka yang tinggal, tapi juga oleh mereka yang belajar dan berjuang di luar tanah kelahirannya untuk perbaikan dan kebaikan Kalbar. [ red]