Ketika Penulis Ketemu Kecerdasan Buatan


Oleh : Rosadi Jamani [ Ketua Satupena Kalimantan Barat ]

BARU saja layar laptop menyala. Wajah-wajah penuh antusiasme hadir di webinar bertajuk “Teknik Membuat Prompt Melukis dengan AI”.

Hostnya, Elza Peldi Taher dan Mila Muzakar. Sebuah webinar yang ditajuk oleh Kreator EraAi dan Hati Pena.

Para penulis hebat dari seluruh penjuru Indonesia, berkumpul dalam ruang maya yang sama. Saya, entah bagaimana, berdiri di tengah mereka sebagai narasumber. Rasanya? Seperti menapaki panggung besar, tapi tanpa naskah.

Saya bukan guru. Saya bukan ahli. Saya hanya seorang penjelajah, berbagi cerita tentang perjalanan kecil bersama kecerdasan buatan. Ada tawa kecil di sudut hati, karena tahu di depan saya, ada penulis-penulis yang tangannya telah mencetak sejarah di atas kertas. Apa yang bisa saya sampaikan pada mereka?

Lalu, saya mulai.

Berbicara tentang AI adalah berbicara tentang imajinasi. Bukan sekadar teknologi, tapi seni memahami keajaiban kata-kata. AI itu seperti samudra. Jika kita tahu cara memanggil ombak, ia akan menggulung indah, membawa kapal imajinasi kita melaju ke tempat-tempat yang tak terduga.

Malam itu, saya berbagi cerita tentang bagaimana AI menjadi teman perjalanan. Bukan menggantikan tangan kreatif kita, tapi memperpanjangnya.

Saya bercerita bagaimana dulu saya mencoba menulis prompt pertama kali, penuh keraguan, penuh percobaan, penuh tawa karena sering kali hasilnya melenceng jauh dari harapan. Tapi dari kekeliruan itu, saya belajar.

Di balik layar, wajah-wajah para peserta mulai bersinar. Saya melihat mereka tersenyum, mengangguk, tertawa kecil. Mereka bertanya, mereka berbagi. Rasanya seperti arus sungai, mengalirkan energi dari satu jiwa ke jiwa lainnya.

Ada yang bertanya bagaimana cara menghidupkan karakter lewat visual. Ada yang penasaran bagaimana AI bisa membantu menyalakan imajinasi. Di sana, saya menyadari sesuatu, malam ini bukan tentang saya. Malam ini adalah tentang kita.

Webinar itu menjadi panggung kecil tempat kami saling bercerita. Tentang bagaimana teknologi bisa menjadi jembatan baru bagi seni. Tentang bagaimana, di tangan seorang penulis, AI bukanlah ancaman, melainkan teman. Teman yang membantu menghidupkan dunia baru, menciptakan keajaiban baru.

Ketika sesi hampir usai, saya berhenti sejenak. Lalu berkata, “Kreativitas itu adalah jiwa. AI adalah cerminnya. Kita yang memberi nyawa, kita yang memberinya makna.”

Malam itu, saya menutup layar dengan rasa syukur. Webinar ini bukan sekadar berbagi pengalaman. Ini adalah pengingat. Bahwa di dunia yang terus berubah, seni dan manusia akan selalu berjalan berdampingan. AI mungkin adalah masa depan, tapi jiwa penulis, jiwa seniman, adalah abadi.

#camanewak


Like it? Share with your friends!