Oleh : Rosadi Jamani [ Ketua Satupena Kalimantan Barat ]
LANGIT senja seakan turut berkabung. Matahari yang biasanya menutup hari dengan megah, kini tenggelam seperti enggan menyaksikan babak baru dari drama sepak bola tanah air.
Shin Tae-yong (STY), pelatih yang pernah dielu-elukan bak pahlawan dari negeri dongeng, resmi diturunkan dari tahtanya. PSSI, sang pemegang takdir, menggoyang kerajaannya dengan keputusan yang tak diduga.
“Apa yang kita lakukan hari ini untuk kebaikan Tim Nasional,” ucap Erick Thohir, Ketua Umum PSSI. Pernyataan yang singkat, tegas, namun sarat misteri. Apakah benar demi kebaikan, atau sekadar langkah lain dari permainan catur politik sepak bola?
STY, pria yang datang pada Desember 2019 dengan sorotan kamera dan harapan setinggi langit, kini menjadi sosok yang harus pergi dengan membawa koper kenangan. 110 laga telah dilalui, 49 kemenangan diraih, dan 40 kekalahan menjadi pelajaran. Ia bukan hanya seorang pelatih; ia adalah kisah, perjuangan, dan kontroversi.
Namun, bagi PSSI, dinamika di timnas adalah alasan. Dinamika, kata yang elastis, bisa melingkar atau melurus, tergantung siapa yang memegangnya. “Kita melihat perlunya ada pimpinan yang bisa lebih menerapkan strategi yang disepakati oleh para pemain,” tambah Erick.
Pernyataan ini, bagai menuduh tanpa langsung menunjuk. Apakah strategi STY terlalu rumit? Atau para pemain terlalu sulit?
Ada nada getir dalam pidato ini. Hubungan yang disebut “sangat baik”, kini berubah menjadi catatan sejarah. Surat menyurat sudah ada. Pertemuan pagi tadi mengukuhkan perpisahan. Seperti itu saja, kerja sama yang sempat dirayakan dengan perpanjangan kontrak hingga 2027 berakhir lebih cepat.
STY, yang pernah diandalkan untuk membawa Garuda terbang tinggi di Kualifikasi Piala Dunia 2026, kini hanya menyaksikan dari jauh.
“Keputusan ini bukan karena timnas milik siapa-siapa, tapi karena timnas ini milik Indonesia,” lanjut Erick. Kalimat ini, dengan segala keagungannya, mengandung ironi. Milik Indonesia? Atau milik mereka yang memegang kendali?
STY pernah menjadi simbol perubahan, harapan baru, dan semangat juang. Kini, ia menjadi cerita usang yang akan disingkirkan oleh waktu. Sementara itu, nama pelatih baru yang katanya berpengalaman di Eropa sudah disiapkan.
Sosok yang entah akan menjadi penyelamat atau hanya sekadar figuran dalam drama panjang sepak bola kita.
Sore itu, ketika konferensi pers selesai, angin meniup pelan. Seakan membawa pesan untuk STY, “Terima kasih telah mencoba.
Kini, panggung ini bukan lagi milikmu.” Bagi para pecinta sepak bola Indonesia, hanya tersisa satu pertanyaan, akankah ini menjadi awal dari perubahan? Ataukah sekadar bab lain dalam buku tebal penuh janji tanpa bukti?
#camanewak