Oleh : Rosadi Jamani [ Ketua Satupena Kalimantan Barat ]
DI sudut Kalimantan, di sebuah kampung bernama Sekumpul, ada cerita yang tak pernah usang. Sosok yang tak biasa.
Nama yang merangkum ribuan doa dan harapan, Guru Sekumpul. Ia bukan sekadar ulama, ia fenomena.
Setiap Januari, lautan manusia mengalir ke Martapura. Seperti semut mengejar gula, mereka berdatangan. Jalanan sesak, rumah-rumah penuh, masjid-masjid bergema.
Ini bukan sekadar peringatan haul. Ini sebuah panggilan. Sebuah magnet spiritual yang tak tertolak.
Guru Sekumpul, atau KH. Muhammad Zaini Abdul Ghani, adalah lelaki yang memancarkan pesona dua dimensi. Wajahnya bercahaya, kata orang, tapi lebih dari itu.
Akhlaknya, budi pekertinya, santunnya, adalah surga yang mewujud di bumi. Ketampanan yang tidak hanya menaklukkan mata, tetapi juga hati.
Beliau tidak berjalan. Ia melayang dalam cinta umatnya. Ucapannya lembut, tapi menghunjam. Tak ada kebencian, hanya kasih sayang yang memancar dari tatapannya. Siapa yang bisa menolak?
Sekumpul adalah kampung kecil. Tapi dengan keberadaan beliau, Sekumpul menjelma pusat dunia. Seperti Mekah yang merangkul Ka’bah, Sekumpul melingkupi kisah-kisah luar biasa. Tempat yang menjadi saksi ribuan pengajian, jutaan doa, dan cerita-cerita karomah.
Nama Guru Sekumpul melekat pada tanah ini. Ia bukan hanya ulama. Ia adalah Sekumpul itu sendiri.
Orang-orang datang membawa cerita. Tentang doanya yang terkabul. Tentang wajahnya yang muncul dalam mimpi. Tentang tangannya yang memberi sebelum diminta. Karomahnya tidak seperti kisah superhero Hollywood. Ini nyata, sakral, dan tak terbantahkan.
Ada cerita tentang beliau yang mengetahui isi hati sebelum kata-kata terucap. Tentang beliau yang memberi solusi tanpa diminta. Tentang beliau yang hadir meskipun jasadnya sudah tiada.
Haul Guru Sekumpul bukan sekadar acara. Ini adalah perayaan cinta. Dari umat untuk Guru. Dari murid untuk sosok panutan.
Jutaan orang datang. Mereka rela berdesakan, bermalam di emperan, berbagi makanan dengan orang asing. Semua untuk satu tujuan, merasakan keberkahan.
Di tengah lautan manusia itu, tak ada keluhan. Tak ada ego. Semua melebur dalam zikir, dalam sholawat, dalam doa. Mereka tidak hanya datang untuk mengenang, tetapi untuk merasakan.
Guru Sekumpul memang telah tiada sejak 2005. Tapi beliau tidak pernah benar-benar pergi. Nama beliau hidup di hati jutaan orang. Ajaran beliau terus diperdengarkan. Majelis yang beliau bangun terus bergema.
Guru Sekumpul adalah bukti bahwa tubuh bisa terkubur, tapi kebaikan tak akan mati. Bahwa seseorang bisa hidup abadi, jika ia hidup dalam cinta umatnya.
Martapura, Januari. Seperti waktu yang membeku. Semua perhatian tertuju ke satu titik, Sekumpul. Seakan dunia ini terlalu kecil untuk menampung jutaan cinta yang mengalir.
Guru Sekumpul, magnet semesta. Ia menarik dengan kekuatan yang tak terlihat, tapi terasa. Ia adalah ulama, manusia, dan keajaiban dalam satu wujud. Ia adalah bukti bahwa cinta sejati adalah warisan terbesar yang bisa ditinggalkan.
#camanewak