Oleh : Rahmat Mulyana (Associate INDEF dan Dosen IAI Tazkia)
SEIRING penutupan buku di akhir tahun 2023, perekonomian Indonesia menunjukkan sekumpulan dinamika yang kompleks, terutama dalam konteks fiskal dan pengelolaan utang.
Berdasarkan grafik yang disertakan, terlihat jelas bahwa utang Indonesia dan pembayaran bunganya telah menunjukkan tren peningkatan selama dekade terakhir.
Tantangan fiskal yang dihadapi negara ini kian kompleks, khususnya terkait dengan catatan akhir tahun yang mencatat defisit anggaran yang signifikan.
Perkembangan Utang dan Pembayaran Bunga
Tren utang Indonesia, yang tergambar dalam grafik tersebut, menunjukkan peningkatan berkelanjutan dalam pembayaran bunga utang dari tahun 2014 hingga 2022.
Pembayaran ini, yang merupakan kewajiban atas utang yang telah diakumulasi, mengambil porsi yang semakin besar dari penerimaan negara dari 8,61% pada tahun 2014 menjadi 21,98% pada tahun 2022.
Kenaikan ini mengindikasikan beban fiskal yang semakin berat dan mempertegas pentingnya manajemen utang yang prudent.
Di akhir tahun 2023, pembayaran bunga utang ini, bersamaan dengan berbagai pengeluaran lain, telah mengakibatkan defisit APBN sebesar Rp 347,6 triliun, seperti yang dilaporkan oleh Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati tanggal 02 Januari 2024.
Meskipun ini lebih rendah dari perkiraan awal, angka tersebut tetap menjadi perhatian serius dalam diskursus fiskal negara.
Tantangan Fiskal
Indonesia, seperti banyak negara lain, menghadapi serangkaian tantangan fiskal yang kompleks. Pertumbuhan utang yang cepat harus diimbangi dengan pertumbuhan pendapatan negara yang proporsional, yang menantang mengingat situasi ekonomi global yang masih tidak pasti dan dampak residual pandemi COVID-19.
Defisit APBN menandakan bahwa Indonesia masih bergulat dengan masalah pengeluaran yang melampaui penerimaan, yang dapat menjadi kendala bagi investasi dalam prioritas pembangunan nasional.
Selain itu, surplus keseimbangan primer yang dilaporkan pada tahun 2023 menunjukkan sinyal positif, menandakan bahwa negara mampu menghasilkan pendapatan lebih dari cukup untuk menutupi belanja, tidak termasuk pembayaran bunga utang.
Namun, surplus ini harus dilihat dalam konteks yang lebih luas—bahwa Indonesia harus terus mengelola utangnya dengan bijaksana untuk memastikan surplus ini dapat berkelanjutan.
Kebijakan Fiskal Pemerintah 2023
Melalui situs resminya Kementerian Keuangan telah menyampaikan kebijakan fiscal untuk tahun 2023 yaitu terus menguatkan pemulihan ekonomi pasca Pandemi, penguatan fondasi ekonomi dan percepatan pertumbuhan yang lebih inklusif untuk menghindari jebakan kelas menengah.
Meningkatkan produktivitas adalah kunci untuk pertumbuhan ekonomi jangka panjang, didukung oleh transformasi ekonomi yang inklusif dan berkelanjutan. Strategi yang diambil mencakup fokus pada peningkatan kualitas SDM, infrastruktur, reformasi birokrasi, dan ekonomi hijau.
Reformasi fiskal holistik juga menjadi prioritas untuk memperlebar ruang fiskal dan meningkatkan efisiensi pengeluaran. Meskipun APBN diperkirakan akan defisit, pengelolaan pembiayaan yang efisien dan berkelanjutan diutamakan, dengan tujuan menjaga defisit dan rasio utang dalam batas aman.
Dalam menentukan kebijakan ekonomi dan fiskal, berbagai dampak pandemi dan transisi menuju endemi diperhitungkan. Pemulihan ekonomi yang progresif dan agresif diperlukan untuk mencapai target Indonesia Maju 2045.
Fokus pada sumber pertumbuhan baru dan investasi ramah lingkungan diharapkan dapat menghasilkan transformasi ekonomi yang inklusif dan berkelanjutan. Dalam proses transisi ini, penting untuk memperkuat kesehatan APBN melalui konsolidasi fiskal, menjaga momentum pertumbuhan, dan mencari pendapatan negara dan pembiayaan yang inovatif.
Meningkatkan kesehatan APBN diperlukan untuk menjadikannya sebagai instrumen shock absorber yang efektif di masa depan, terutama menghadapi siklus ekonomi dan ketidakpastian global.
Catatan Akhir Tahun 2023
Akhir tahun 2023 menandai titik penting dalam sejarah fiskal Indonesia. Meskipun telah berhasil mengurangi defisitnya dari proyeksi awal, masih terdapat kebutuhan mendesak untuk mereformasi struktur anggaran dan kebijakan fiskal.
Upaya ini diperlukan untuk mendukung pertumbuhan ekonomi yang inklusif dan berkelanjutan, sambil memastikan bahwa kewajiban utang tidak menghambat potensi pembangunan.
Pendapatan negara yang lebih rendah dari pengeluaran menunjukkan bahwa ada ruang yang signifikan untuk peningkatan efisiensi dalam pengelolaan dana publik.
Pemerintah perlu mencari cara untuk mengoptimalkan pengumpulan pendapatan, seperti memperluas basis pajak dan meningkatkan kepatuhan pajak, serta mengurangi kebocoran dan korupsi dalam pengeluaran.
Untuk memperbaiki situasi fiskal, Indonesia harus mengambil beberapa langkah.
Pertama, transparansi dan akuntabilitas dalam pengelolaan dana publik harus ditingkatkan, memungkinkan masyarakat untuk memantau dan mengevaluasi bagaimana dan di mana dana publik dihabiskan.
Kedua, kebijakan anggaran harus difokuskan pada investasi produktif yang dapat mendorong pertumbuhan ekonomi, seperti infrastruktur, pendidikan, dan kesehatan.
Keempat, pemerintah perlu mengadopsi kebijakan makroekonomi yang stabil dan prediktif, yang akan meningkatkan kepercayaan investor dan mendukung pertumbuhan ekonomi. Ini termasuk menjaga inflasi tetap rendah, kurs valuta asing yang stabil, dan defisit anggaran yang terkendali.
Akhirnya, reformasi struktural yang memperkuat sektor-sektor ekonomi penting, diversifikasi ekspor, dan pengembangan industri berkelanjutan akan membantu mengurangi ketergantungan pada utang luar negeri dan meningkatkan ketahanan ekonomi.
Di penghujung tahun 2023, Indonesia dihadapkan pada serangkaian tantangan fiskal yang memerlukan perhatian serius dan tindakan yang terkoordinasi.
Pembayaran bunga utang yang tinggi dan defisit anggaran yang persisten menunjukkan kebutuhan untuk reformasi fiskal yang komprehensif.
Tentunya dengan strategi yang tepat dan komitmen politik yang kuat, Indonesia dapat mengatasi tantangan ini dan membuka jalan menuju masa depan fiskal yang lebih cerah dan ekonomi yang lebih dinamis.