FOTO : Pengamat Hukum Kalbar, Herman Hofi Munawar (kanan) dan Ketua Lidik Krimus RI Hadysa Prana (Ist)
PONTIANAK – radarkalbar.com
BEBERAPA waktu belakangan ini, marak aparatur Pemerintah Provinsi Kalimantan Barat dan Pemerintah Kabupaten/Kota harus berurusan dengan hukum.
Bahkan, tak sedikit yang mesti mendekam dan menghitung hari di balik jeruji besi. Dominan karena dibelit perkara korupsi.
Mencermari kondisi ini, memantik Pengamat Hukum Kalimantan Barat, Herman Hofi Munawar angkat bicara. Pria yang terbilang cukup vokal ini mengaku prihatin akan hal tersebut.
Namun, sebaliknya ia dan mengkritisi maraknya aparatur pemerintah daerah yang berhadapan dengan hukum, menunjukan betapa lemahnya instrumen pengawasan yang ada pada pemda.
“Jujur saya prihatin. Namun, ini karena lemahnya pengawasan. Karena pengawasan pada hakekatnya merupakan fungsi yang melekat pada seorang leader atau top manajemen dalam setiap organisasi. Tegasnya, fungsi pengawasan merupakan tugas dan tanggung jawab seorang kepala daerah. Namun dengan prinsip distribution of power, maka seseorang kepala daerah diserahkan kepada pembantunya yaitu Inspektorat,” ungkap pria yang juga Pengacara kawakan ini.
Menurut Herman, pengawasan ini secara sederhana untuk memastikan bahwasanya mulai formulasi perencanaan, dan implementasinya berjalan sesuai dengan ketentuan yang ada. Sekaligus sebagai instrumen melakukan perbaikan pada agenda -agenda berikutnya.
“Hal ini merupakan hal yang biasa dalam setiap organisasi apapun sudah menjadi hal yang biasa dan mesti dilakukan oleh semua pihak baik yang menjadi tugasnya sebagai pengawas. Dan pihak yang di awasi pun harus memahami mikanisme pengawasan, untuk optimalisasi kinerja para aparatur sipil negara (ASN) dalam melaksanakan tugas-tugas umum pemerintahan dan pembangunan menuju terwujudnya pemerintahan yang baik dan bersih atau good and clean government,”paparnya.
Ditambahkan, salah satu tuntutan masyarakat untuk menciptakan good governance dalam penyelenggaraan pemerintahan adalah peningkatan kiprah institusi pengawas daerah.
“Banyak masyarakat bertanya dimana dan kemana lembaga pengawasan daerah itu. sementara korupsi semakin merajalela. Masyarakat sudah gerah melihat perilaku birokrasi korup, yang semakin hari bukannya kian berkurang tetapi semakin unjuk gigi dengan perbuatannya itu,” cetusnya.
Masyarakat sangat menyadari perbuatan korupsi itu sebagai kejahatan yang luar biasa, karena hal itu akan menyengsarakan masyarakat pada umumnya dan generasi muda khususnya.
“Fungsi dan peranan Inspektorat nyaris tidak berfungsi apa-apa. Jadi tidak berlebihan jika masyarakat berfikir lebih baik bubarkan saja. Karena dirasakan institusi pengawas daerah dinilai tidak ada gunanya, bahkan hanya menjadi beban rakyat melalui APBD yang relatif tidak sedikit,” bebernya.
Herman berharap semua elemen masyarakat terus mengkritisi kinerja pemda. Masyarakat berhak untuk mengkritisi kinerja pemerintah. Dan pemerintah juga harus menyadari akan perlunya kritikan masyarakat.
“Inspektorat daerah seharusnya berbenah diri, dan melakukan kinerja yang inovatif,”imbuhnya
Langkah pro aktif menuju pengawasan yang efektif dan efisien dalam memenuhi tuntutan sesuai kewenangan menjadi penting dilakukan seperti melakukan reorganisasi, perbaikan sistem, pembuatan roadmap pengawasan.
“Guna mewujudkan kesemua itu sesuai keinginan masyarakat dan tuntutan peraturan per UU an maka diperlukan langkah-langkah pragmatis yang lebih realistis dan sistematis dalam penempatan sumber daya manusia (SDM) pada lembaga pengawas daerah, mulai dari pimpinan sampai staf/pejabat,”tuturnya.
Disamping itu, pimpinan pengawasan tertinggi dalam hal ini kepala daerah sendiri harus memberikan pewarnaan terhadap organisasi pengawasan tersebut, dan berfungsi sebagai katalisator dalam pengawasan sehingga untuk itu ia harus punya integritas, moralitas dan kapabilitas serta kompetensi yang tinggi dalam melaksanakan tugas-tugas pengawasan .
“Tugas pengawasan yang dilaksanakan merupakan bagian dari solusi, dan bukan bagian dari masalah. Inspektorat daerah sebagai aparat pengawasan internal pemerintah berperan sebagai Quality Assurance yaitu menjamin suatu kegiatan dapat berjalan secara efisien, efektif dan sesuai dengan aturannya dalam mencapai tujuan,”tegasnya.
Ia melanjutkan, titik berat pelaksanaan tugas pengawasan dan pemeriksaan adalah melakukan tindakan preventif yaitu mencegah terjadinya kesalahan kesalahan dalam pelaksanaan program dan kegiatan oleh Satuan Kerja Pemerintah Daerah (SKPD) serta memperbaiki kesalahan-kesalahan yang telah terjadi untuk dijadikan pelajaran agar kesalahan-kesalahan tersebut tidak terulang kembali di masa yang akan datang.
“Melalui momentum tahun baru 2024 ini masyarakat berharap ada sikap dan langkah langkah baru dalam peningkatan kinerja pengawasan,” timpalnya.
Sementara, terpisah Ketua DPD Lembaga Informasi Data Investigasi Korupsi dan Kriminal Khusus Republik Indonesia (Lidik Krimsus RI), Hadysa Prana menilai seiring dengan semakin kuatnya daya kritisnya masyarakat yang didukung dengan teknologi informasi, dalam bentuk berbagai media sosial, maka rumusan pengawasan harus terus ditingkatkan.
“Masyarakat mengharapkan lebih dari sekedar perbaikan kesalahan, melainkan harus diminta pertanggungjawaban kepada yang bersalah,” ujarnya.
Menurut Hady, kesalahan harus ditebus dengan sanksi/hukuman, dan bila memenuhi unsur tindak pidana harus diproses oleh aparat penegak hukum.
“Sehingga membuat efek jera bagi pelaku dan orang lain berpikir seribu kali untuk melakukan penyimpangan,” tmpalnya.
Hady menambahkan, dengan demikian maka praktek korupsi, kolusi dan nepotisme (KKN) menjadi berkurang dan bahkan akhirnya di zero kan.
“Undang – undang Nomor 28 Tahun 1998 tentang penyelenggaraan pemerintahan yang bersih dan bebas KKN. Nah, ini jelas melarang segala bentuk KKN dan ada sanksinya,”tegas Hady. (SrY**)