Layakkah Pontianak Menjadi Kota Yang Layak Anak…?


Pontianak (radar-kalbar.com)- Tahun 2019 menjadi tahun yang mencekam bagi pertumbuhan kembang anak di Kalimantan Barat khususnya Kota Pontianak, bagaimana tidak?

Ditahun ini telah terjadi penganiyaan yang sempat menjadi atensi publik dan menjadi isu nasional yang pertama adalah kasus pelajar berinisial Aud yang dianiaya oleh temannya sendiri.

Dan yang sekarang adalah kasus yang menimpa RAM (17) seorang anak difabel yang dianiaya hingga meninggal ditempat Pusat Layanan Anak Terpadu (PLAT) oleh Rid (16) dan Wir (16) penghuni PLAT itu sendiri.

Adalah Suparman SH, MH seorang pengacara publik didampingi Kepala Divisi Perempuan dan Anak, Irmayanti LBH Pontianak menilai sungguh hal ini tidak mungkin Pusat Layanan Anak Terpadu (PLAT) yang diharapkan dapat mencetak anak yang humanis dan religius, kemudian dapat bermetamorfosis menjadi seorang anak yang seakan-akan berutalis dan kriminalis.

“Ini mengapa dan ada apa dengan Pusat Layanan Anak Terpadu (PLAT), bukankah anak yang mempunyai kebutuhan khusus harus ditempatkan di ruang yang inklusif,” tulisnya melalui rilis, Rabu (31/7/2019).

Mencermati kondisi itu, Suparman SH, MH mengungkapkan Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Pontianak yang konsen pada isu penegakan hukum dan hak asasi manusia menilai PLAT harus bertanggung jawab penuh atas meninggalnya anak tersebut, karena lalainya pengawasan dan gagalnya pembinaan hingga seorang anak difabel harus meninggal.

LBH Pontianak menilai Insiden tersebut merupakan bagian dari pelanggaran HAM terhadap Konvensi Hak Anak yang telah diratifikasi oleh Negara Indonesia
yakni : Setiap anak berhak atas perlindungan oleh orang tua keluarga masyarakat dan negara dan setiap anak cacat fisik dan atau mental berhak memperoleh perawatan pendidikan pelatihan dan bantuan khusus atas biaya negara menjamin kehidupannya sesuai martabat kemanusiaan meningkatkan rasa percaya diri dan kemampuan berpartisipasi dalam kehidupan bermasyarakat berbangsa dan bernegara. Sebagaimana diatur dalam pasal 52 dan pasal 54 UU No. 39 th 1999 tentang HAM (Hak Asasi Manusia).
Kemudian negara juga harus hadir dan menjamin hak atas anak yg sebagaimana diatur dalam pasal 37 konvensi internasional hak anak tidak seorang pun dapat dijadikan sasaran menganiayaan, atau perlakuan kejam yg lain, tidak manusiawi, atau hukuman yang menghinakan.

Oleh karena itu, kata Suparman, LBH Pontianak mendesak kepada:

1. Komnas HAM dan komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) perwakilan Provinsi Kalbar untuk segera melakukan investigasi kejadian tersebut.

2. Aparat Penegak Hukum untuk segera melakukan pemeriksaan terhadap PLAT dan semua pihak yang terkait karena dianggap lalai dan gagal dalam melakukan pengawasan atas kejadian tersebut.

3. Pemerintah daerah untuk segera melakukan audit sosial atas keberadaan PLAT terkait kejadian tersebut guna mengantisipasi kejadian terulang kembali.

4. Meminta Walikota Pontianak untuk melakukan evaluasi dan mengkaji kembali keberadaan Lembaga tersebut.

5. Meminta kepada walikota untuk memberhentikan kepala Dinas Sosial (Dinsos) Kota Pontianak terkait atas pernyataannya di salah satu media online di Kalbar yang inti pernyataannya, walaupun tak punya laporan kepolisian. Namun dengan fenomena RAM yang kerap ketangkap Satpol PP sudah bisa jadi dasar untuk bisa dimasukkan ke PLAT sebagai anak berhadapan hukum (ABH).

6. Meminta kepada Kepala Dinas Sosial (Dinsos) Kota Pontianak untuk segera meminta maaf kepada publik khususnya terhadap keluarga korban atas pernyataannya di media online tersebut.

 

 

 

 

 

Sumber : rilis LBH Pontianak


Like it? Share with your friends!