Oleh : Rosadi Jamani [Ketua Satupena Kalimantan Barat]
MARI kita mulai dengan kenyataan paling epik dalam sejarah demokrasi manusia. Kotak kosong itu benda mati, wak! Tidak punya otak, akal, apalagi hati, apalagi jiwa.
Benda mati yang bahkan tidak bisa tersinggung kalau kita hina. Kita bisa mencaci maki kotak kosong sepuasnya. Ente mau lempar dia dengan kotoran pun ia tak akan membalas.
Sungguh pun demikian, luar biasanya, ada saja yang tegmengkampanyekannya. “Ayo kita pilih kotak kosong!” Serius? Pilih siapa? Benda tanpa nyawa yang tidak bisa duduk apalagi berbicara?
Ini kayak cerita konyol dari sebuah dimensi alternatif. Akal sehat diparkir di angkot sebelah. Di Kabupaten Bengkayang, kisah ini menjadi nyata. Satu-satunya kandidat Pilkada di sana melawan… jeng jeng… kotak kosong.
Bayangkan, tak ada satu manusia pun yang merasa cukup nyali untuk melawan kandidat ini, kecuali kotak kosong. Ya ampun, ini seperti mengadakan lomba lari melawan batu bata.
Batu bata, kawan! Itu kalau menang pun mau selebrasi bagaimana? Mau berpidato apa? “Terima kasih kepada rakyat Bengkayang, yang telah mempercayakan masa depan kepada… uhuk… kotak kosong.”
Namun, yang lebih fenomenal lagi, ada orang dengan serius berkampanye untuk mendukung si kotak kosong ini. Pelakunya? Bukan orang sembarangan! Mantan Bupati Bengkayang sendiri yang turun tangan.
Dia keliling kampung-kampung, pasar-pasar, dan warung kopi, menyerukan: “Mari kita pilih kotak kosong!” Tunggu, ini kejutan yang tidak pernah kita duga.
Luar biasa, mantan pemimpin telah mengubah kotak kosong menjadi sesuatu yang layak dipilih.
Layaknya seorang filsuf besar mencoba menyadarkan umat manusia bahwa kebijaksanaan bisa ditemukan dalam kesunyian… atau dalam hal ini, dalam kekosongan.
Apakah ini lelucon yang hanya bisa dipahami di dimensi lain? Rasanya, kita sudah tidak lagi bermain di ranah politik biasa.
Ini level kejenakaan yang sudah menyentuh ruang metafisika! Pilih kotak kosong? Ini seperti memilih ketidakpastian, memilih udara hampa, memilih filosofi yang tidak berwujud.
Tapi toh, mantan bupati itu tetap yakin. Dia terus berkampanye, seakan-akan kotak kosong ini adalah simbol harapan baru. Mungkin ini bukan sekadar kotak kosong; mungkin ini kotak Pandora yang, kalau dibuka, bisa mengeluarkan segala macam harapan untuk Bengkayang!
Coba bayangkan kampanye ini. Apa jargonnya? “Kotak Kosong untuk Masa Depan Cerah!” Atau mungkin “Jangan Ragu, Pilih yang Pasti Kosong!” Mereka bisa saja menjual ide bahwa hanya dalam kekosongan kita bisa menemukan arti hidup yang sebenarnya.
Ah, kawan, politik di negeri ini memang tidak pernah kehabisan bahan komedi. Di dunia di mana kandidat dengan segala dana bansos, uang, dan kekuasaan bisa saja menang telak.
Di Bengkayang, harapan ada di tangan kotak kosong. Sungguh pemilu ini sudah mencapai level di mana kita tidak lagi bicara soal calon manusia, tapi soal benda mati yang tiba-tiba punya panggung lebih besar dari manusia itu sendiri.
Mari kita tunggu, apakah kotak kosong ini benar-benar akan membuat sejarah baru. Siapa tahu, kotak kosong bisa menjadi simbol perlawanan terhadap segalanya.
Mulai dari kebijakan yang tak masuk akal sampai janji-janji politik yang tak kunjung ditepati. Atau mungkin, kotak kosong ini memang hanya kotak… kosong.
#camanewak