Oleh : Rosadi Jamani [ Ketua Satupena Kalimantan Barat]
CERITA korupsi seperti tak ada matinya. Mati satu tumbuh sejeti. Negeri ini dikatakan surganya para koruptor, ada benarnya. Fakta berbicara.
Bukan hanya pejabat dan pengusaha jadi sasaran empuk penegak hukum, kadang penegak hukum pun tak kalah gesit dalam dunia ini.
Data berbicara, polisi Indonesia menduduki peringkat pertama dalam hal korupsi di Asia Tenggara. Berdasarkan hasil survei IndexMundi, Polri memperoleh indeks sebesar 7,56, yang merupakan angka tertinggi di kawasan Asia Tenggara.
Sayangnya, di tingkat dunia, polisi Indonesia menempati urutan ke-18 sebagai polisi yang paling korupsi. Tenang ada kawannya, polisi Thailand tak kalah korupnya, dapat angka 7,40 dan duduk di nomor 24 dunia.
Selanjutnya, Filipina indeks 7,12 (peringkat 34 dunia), dan polis Malaysia berada di peringkat 4 ASEAN dengan indeks 7,11 (peringkat 35 dunia). Negara-negara Asia Tenggara lainnya seperti Kamboja, Vietnam, dan Singapura juga masuk, cuma di bawah.
Indeks itu diperparah dengan adanya kejadian, ada oknum polisi membuntuti pegawai kejaksaan. Dugaan kuat ada hubungannya dengan megakorupsi di PT Timah Tbk.
Usai kejadian itu, Kejagung pun gelar konferensi pers. Diumumkan ada kerugian negara meningkat jadi 300 triliun. Wow, dari 271 T naik jadi 300 T. Kali ini mulai ngincar anak para pejabat tinggi.
Kerugian negara 300 T itu berdasarkan perhitungan BPKP dengan melibatkan pakar lingkungan dari Institut Pertanian Bogor.
Siapa yang harus menanggung kerugian sebesar gaban itu? Menurut Jaksa Agung Muda Bidang Tindak Pidana Khusus (Jampidsus) Febrie Adriansyah, kewajiban untuk membayar kerugian tidak hanya berada pada PT Timah Tbk, melainkan juga pada para tersangka yang terlibat dalam kasus ini.
Kewajiban ini harus dibebankan kepada mereka yang menikmati hasil dari aktivitas PT Timah. Nah, gitu mestinya. Sita semua harta bendanya sampai tak tersisa. Jangan kasih kendor Pak.
Kasus korupsi ini melibatkan 22 orang tersangka. Beberapa di antaranya adalah suami Dewi Sandra, Harvey Moeis, dan “crazy rich” PIK Helena Lim.
Bahkan, Direktur Jenderal Mineral dan Batubara Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral periode 2015-2020, Bambang Gatot Ariyono, telah ditetapkan sebagai tersangka. Kurang gila apa korupsi di negeri ini. Cuma, menterinya masih enak tidur ni. Pandai mainnya.
Belum lagi fakta persidangan sang mantan menteri, SYL. Ngeri wak…mulai dari istri, anak, ponakan, sampai cucu pun ikut menikmati uang haram Kementan.
Terbaru ada dua biduanita yang dapatkan fasilitas wah dari sang menteri. Bagaimana pejabat eselon dipalakin oleh SLY, tak bisa menghindar.
Duit negara macam duit nekdatoknye, dihamburkan begitu saja demi sahwat dan kesenangannya. Ngeri wak modus korupsi di negeri tercinta ini.
Saya tak bisa bayangkan dalam sidang kasus korupsi Timah nanti tu. Para tersangka pasti ngomong jujur, ke mana saja mereka setor “jatah preman”.
Para preman berdasi pun sedang putar otak gimana mereka tak terendus oleh kejaksaan. Segala cara akan dilakukan untuk membungkam pasukan Prof Dr H Sanitiar Burhanudin SH MH. Lho tak takut dengan gelarnya tu. Untuk sementara, angkat topi buat Jaksa. Kalau bisa bongkar sampai ke akar-akarnya. Sesuai janji presiden terpilih, Prabowo.
Itu korupsi kelas elit ya. Korupsinya triunan. Belum lagi korupsi tingkat bawah. Contoh,
Kepala Desa Berjo, Suyatno (Karanganyar, Jawa Tengah) korupsinya senilai Rp1,16 miliar ditahan kejaksanaa.
Ada150 Kades di Bojonegoro, Jawa Timur terlihat korupsi 1,8 miliar. Lalu, ada Kades di Kapuas Hulu Kalbar ditangkap karena korupsi dana desa. Kadang kasihan orang bawah ditangkap yang korupsinya hanya untuk beli motor saja.
Beda dengan para garong yang korupsinya triliunan masih ketawa-ketiwi di hotel berbintang tanpa tersentuh hukum.
Begitulah Wak, negeri kita Wak, negeri religius tapi dipenuhi para pengkhianat rakyat, pemakan uang haram.
Korupsi menjadi sumber penderitaan negeri ini. Beda dengan Palestina sumber deritanya Israel dan pamannya, Amerika Serikat.
#camanewak