Foto: Redi (Ketua DEMA Fakultas Ekonomi dan Bisnis UNISSAS)
Luffi Ariadi – radarkalbar.com
SAMBAS – Suasana di halaman Kantor Bupati Sambas mendadak bergemuruh. Ratusan warga dari Desa Pelimpaan, Kecamatan Jawai memadati pelataran kantor pemerintahan itu, Kamis (30/10/2025).
Kedatangan warga dari berbagai unsur ini membawa poster dan teriakan yang menggugat diantaranya: “Usut Tuntas Dugaan Korupsi Dana Desa!”.
Aksi tersebut bukan sekadar amarah sesaat, melainkan ledakan kekecewaan yang telah lama terpendam atas dugaan penyalahgunaan dana desa yang disebut melibatkan aparat setempat.
Gelombang protes ini menjadi lanjutan dari suara serupa yang sebelumnya datang dari Desa Kubangga. Dalam sebulan terakhir, dua desa di kabupaten yang sama menuntut hal serupa transparansi, keadilan, dan keberanian pemerintah menegakkan hukum tanpa pandang bulu.
“Kalau masyarakat sudah turun ke jalan, itu artinya pemerintah gagal mendengar,” tegas Redi, Ketua DEMA Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Sultan Muhammad Syafiuddin Sambas (UNISSAS).
Ia menilai maraknya dugaan korupsi desa menunjukkan lemahnya sistem pengawasan yang mestinya menjadi pagar pertama melindungi keuangan rakyat.
“Diamnya pemimpin adalah bentuk pengkhianatan. Jangan menunggu kemarahan rakyat meledak lebih besar,”ujarnya lantang.
Pandangan senada disampaikan Wahyudi, Pengamat Kebijakan Publik sekaligus Founder Rumah Insan Cita.
Menurutnya, korupsi di tingkat desa tidak bisa dilepaskan dari minimnya transparansi dan lemahnya peran DPRD serta lembaga pengawasan daerah.
“Fungsi kontrol daerah seakan tumpul. Jika dibiarkan, rakyat akan kehilangan kepercayaan pada seluruh instrumen demokrasi,” ujarnya menegaskan.
Ia menambahkan, tata kelola dana desa harus berbasis partisipasi publik.
“Setiap rupiah dari rakyat, harus bisa diperiksa oleh rakyat. Itulah esensi pemerintahan yang bersih,” katanya.
Di tengah aksi itu, warga menegaskan tuntutan mereka: penegakan hukum yang nyata, bukan sekadar janji yang diucapkan di podium.
Mereka menginginkan aparat penegak hukum bertindak tegas terhadap siapa pun yang terlibat, tanpa melihat jabatan atau kedekatan politik.
Kini, menjelang akhir 2025, masyarakat Sambas kembali menunjukkan diam bukan lagi pilihan.
Kasus Desa Pelimpaan menjadi simbol kebangkitan moral warga terhadap penyimpangan kekuasaan.
Korupsi bukan sekadar soal angka, tetapi luka kepercayaan yang merusak sendi kehidupan bersama.
Dan ketika sistem memilih bungkam, suara rakyat kembali menjadi pengingat keadilan tidak boleh dikubur oleh kekuasaan. [ red ]
editor/publisher : admin radarkalbar.com
