Warga Pontianak Layangkan Surat Terbuka ke Presiden RI, Ini Isinya


FOTO : ilustrasi orang menulis surat (Ist)

PONTIANAK – RADARKALBAR.COM

JAGAT maya sempat ramai dengan beredarnya surat terbuka seorang warga Pontianak, mengaku bernama Liem.

Surat terbuka itu, tertuju kepada Presiden RI Joko Widodo dengan menulis kalimat CC (carbon copy) atau tembusan kepada Kapolri. Jenderal Pol Listyo Sigit Prabowo.

Tak pelak, surat ini menjadi perbincangan hangat pada group whattshAp. Bahkan sejumlah portal media online nasional turut mempublish surat tersebut

Berikut isi surat terbuka warga Pontianak bernama Liem tersebut :

Bapak Presiden yang terhormat ini ada rakyat Anda yg miskin di Pontianak -Kalbar, memohon keadilan untuk putrinya yg berusia 14 tahun .

Cc :Bapak Kapolri

————————–

SURAT TERBUKA

Kepada
Yth. Bpk Presiden Republik Indonesia
Ir. H.Joko Widodo
di
Jakarta.-

Selamat pagi, salam hormat dan salam sejahtera semoga Bpk Presiden selalu sehat dan panjang umur.

Bpk Presiden yang saya hormati,
Perkenalkan nama saya Liem, umur 43 thn seorang ibu rumah tangga yg bersyukur msh bisa tamat SD, tinggal dipemukiman kumuh dan padat kawasan Pontianak Utara Kota Pontianak Kalimantan Barat.

Sebelumnya saya mohon maaf dan mohon ijin karena telah lancang menulis surat terbuka ini untuk Bpk Presiden, walau sebenarnya saya tidak begitu yakin bahwa surat ini bisa sampai pada Bapak apalagi bisa membacanya,

Namun setidaknya dengan menulis surat ini beban dihati saya selama ini tidak lagi menghimpit dada saya yg kerap membuat sesak dan mengganggu aktifitas saya.

Bpk Presiden yg saya muliakan,
Hari ini sudah lebih delapan bulan saya berjuang mencari keadilan untuk putri saya satu-satunya Mic 14 thn sejak dilaporkan ke Polresta Pontianak 10 Oktober 2022 lalu.

Perjalanan panjang untuk sebuah perkara yg menguras emosi dan menodai harkat dan martabat kami sbg manusia.

Sebagai seorang ibu, saya merasa tdk lagi memiliki harapan utk mendapatkan keadilan dinegeri tercinta ini, setelah saya mengikuti persidangan atas perkara anak saya di Pengadilan Negeri Pontianak pd hari Selasa 16 Mei 2023 minggu l

Saat itu ketua majelis hakim memerintahkan Jaksa Penuntut Umum utk membacakan hasil visum et repertum anak saya, namun dijawab oleh Jaksa bahwa hasil visum tidak dilampirkan dalam berkas perkara anak saya.

Seketika dunia terasa runtuh dan gelap gulita, dada saya sesak. Tadinya saya begitu banyak berharap dengan Jaksa yg notabene seorang perempuan dan seorang ibu pula bisa mengerti dan bersimpati dengan apa yg dialami anak saya.

Tapi ternyata Jaksa yg harusnya membela kepentingan hukum anak saya tak lebih dari pohon pisang, punya jantung dan tak punya hati.

Seolah ingin menghilangkan bukti perbuatan bejat pelaku tanpa sedikitpun memikirkan keadaan anak saya yg belasan kali hrs bolak balik ke psikolog sekedar utk mengobati luka bathinnya, apalagi memikirkan perasaan saya sbg seorang ibu yg setiap hari menangisi keadaan anak saya.

Bpk Presiden yang terhormat,
Ketika pertama melapor di Kepolisian, hati saya sudah terluka parah. Bgm.mungkin seorang polwan di Unit PPA yg harusnya memberikan perlindungan kepada anak saya ternyata bersikap sangat tidak humanis dan profesional.

Anak saya diperiksa dan di BAP diruang tertutup tanpa di ijinkan saya dampingi, dan BAP nyapun tidak boleh saya baca dan anak saya disuruh tanda tangan sendiri padahal saat itu anak saya masih berumur 13 tahun. Anak saya sangat ketakutan karena seumur hidup belum pernah menginjakkan kaki di kantor polisi. Anak saya pulang sangat tertekan dan tidak mau makan.

Belum pulih dari situasi itu, beberapa hari kemudian anak saya dibawa ke TKP, dan anak saya dipaksa dan ditekan-tekan utk menjawab pertanyaan yg sebenarnya tdk ada kaitannya dengan objek perkara, hingga membuat anak saya stres dan menangis di TKP. Sejak itu anak saya tidak lagi mau bicara, lebih banyak diam dan lebih sering mengurung diri.

Tetapi saya tidak bisa berbuat apa-apa karena saat itu saya berpikir mungkin begitulah cara yg harus ditempuh utk mendapatkan keadilan.

Bpk Presiden yg saya muliakan,
Kami memang bukan orang kaya, tp kami masih bersyukur bisa cukup makan, bisa sekolahkan anak agar tdk hanya tamat SD spt saya, dan tidak hanya kerja kuli spt suami saya. Dan kami juga tdk harus mengemis bansos agar bisa terus hidup.

Tetapi kami manusia yg mempunyai perasaan, kami jg mengerti kewajiban kami sebagai warga negara yg tunduk dan oatuh terhadap semua aturan hukum yg ada. Kami hanya berharap mendapatkan keadilan atas apa yg menimpa anak saya. Dan ternyata keadilan itu sgt sulit dijangkau oleh orang miskin spt kami.

Bahkan ketika akhir tahun lalu saya melaporkan perilaku penyidik polwan yg menangani perkara anak saya yg jalannya terseok-seok ke Propam Polda Kalbar, baru tanggal 22 Mei 2023 saya mendapat surat jawaban dr Propam Polda Kalbar yg menyatakan bahwa polwan tersebut tdk terbukti melakukan pelanggaran pdhal sangat jelas telah melanggar UU No. 11 Tahun 2012 psl 23(2) yg mewajibkan anak korban dan saksi didampingi orangtua dlm setiap tingkatan pemeriksaan.

Jadi apa yg menjadi jargon Propam “benteng terakhir pencari keadilan” membuat saya semakin ragu bs mendapatkan keadilan setelah sebelumnya anggota paminal memeriksa sy seperti pelaku kejahatan. Sy diperiksa lebih dari enam jam, di intimidasi, seolah saya sengaja mau membuat fitnah pada anggota polisi.

Kami ini orang miskin Bpk Presiden.
Tak sedikitpun punya niat utk memfitnah siapapun apalagi anggota polisi. Saya hanya memperjuangkan keadilan utk anak saya. Dan sekarang saya baru menyadari bahwa polwan yg memeriksa dan mem BAP anak saya saat itu, mungkin adalah perempuan siluman yg menyamar menjadi anggota polisi di Unit PPA….

Bpk Presiden yg kami cintai,
Kemanakah lagi saya harus mencari keadilan jika polisi sedari awal sdh mengkondisikan perkara anak saya utk jauh dr keadilan dgn tidak melampirkan hasil Visum Et Repertum di berkas perkara.

Sejujurnya hati ini sangat terluka, yg minta visum adalah polisi, yg antar visum jg polisi, di Rumah Sakit polisi, yg periksa dokter polisi, yg ambil hasilnya jg polisi. Yg memberitahu saya ada luka baru dikemaluan anak saya jg polwan yg memeriksa anak saya.

Apakah mungkin polwan yg saya hadapi jg perempuan jadi-jadian yg menyamar jd polisi..? Hanya Tuhanlah yang Maha Mengetahui.
Lalu sekarang Jaksa yg seharusnya mewakili negara utk melindungi dan membela kepentingan hukum anak saya justru sengaja menghilangkan bukti visum di berjas perkara anak saya demi membebaskan pelaku yg telah menghancurkan masa depan anak saya. Sungguh kezaliman luar biasa Bpk Presiden….

Apakah karena kami miskin sehingga kami tdk perlu mendapatkan keadilan..?

Atau karena kami berpendidikan rendah, dianggap warga negara kelas sepuluh sehingga kami tdk pantas mendapatkan keadilan..?

Kami memang miskin Bpk Presiden.
Kami tdk mampu membeli keadilan dengan uang dan harta.. Kami hanya bisa membelinya dengan doa dan tetesan air mata setiap malam, semoga Tuhan Kuasa kelak memberikan keadilan seadil-adilnya utk kami.

Karena kami sgt yakin dan percaya hanya Tuhan Penguasa Alam semesta yg Maha Adil utk hambaNya. Hanya itu….
Saat ini saya hanya berharap kelak tdk ada lagi ibu-ibu spt saya yg menghiba berurai airmata, berjuang mencari keadilan kepada Aparat Penegak Hukum yg hati nuraninya telah mati.

Semoga Bpk Presiden berkenan dengan apa yg telah saya tuliskan ini. Terimakasih, kiranya Bpk Presiden selalu sehat dan panjang umu..

Pontianak, 25 Mei 2023
Hormat saya
LIEM


Like it? Share with your friends!