Berat Mau Move On


Oleh : Ketua Satupena Kalimantan Barat, Dr. Rosadi Jamani

ANIES dan Ganjar belum mau ngaku kalah. Masih menunggu hitung final KPU.

Padahal, kalau suara 01 dan 03 digabung pun belum bisa melebihi suara 03. Kalau pun ada pelanggaran misal 5 persen, masih unggul Prabowo Gibran.

Tetap bersikukuh, tunggu ketuk palu KPU. Belum move on.

Bukan soal menang dan kalah, tapi soal kecurangan. Di sana curang. Di sini juga curang. Di mana-mana sepertinya hanya ada kecurangan.

Pemilu 2024 isinya hanya kecurangan. Sementara Bawaslu bersikukuh, tak ada kecurangan. Hanya ada pelanggaran. Setiap pelanggaran harus diselesaikan di tempat. Ada yang sudah PSU, PSL, bahkan dipidana pun ada.

Terbaru Bawaslu nya malah disidang DKPP. Apa lagi? Mahkamah Konstitusi (MK). Nah, ini yang belum, karena barus bisa diajukan bila KPU sudah menentapkan pemenang.

Semakin banyak narasi, percuma bawa ke MK. Ada Paman di sana. Sudah pesimis duluan. Wajar sih, karena ada skandal yang berakhir dijatuhkannya sanksi, melanggar kode etik semua hakim.

Untuk apa dibawa ke hakim yang sudah cacat moral. Lagian, untuk apa juga digugat ke MK, wong selisih suaranya sangat jauh. Mau gugat Terstruktur Sistematis dan Massif (TSM), dengan kondisi MK saat ini, rasanya berat wak.

Untuk bisa TSM, harus ada bukti dan saksi. Bukti ada, saksi pada pergi, ya hanya ilusi. Saksi ada, buktinya kabur, juga fantasi. Harus bisa dibuktikan di 50% provinsi. Ditambah waktu sidang MK yang terbatas.

Dibawa ke ranah hukum sepertinya berat wak, apalagi tujuannya untuk membatalkan hasil Pemilu 2024. Kalau itu tujuannya, marah besar dong yang dinyatakan menang. Para pendukungnya pun bakal turun ke jalan.

Semua sudah mafhum, ada kecurangan. Tapi, bagaimana cara membuktikannya itu curang. Bawaslu saja bilang, tidak ada curang, ada hanya pelanggaran Hayo..! Sekali lagi dibawa ke ranah hukum formil, saya sih pesimis.

Maaf bukan ngecilkan hati kawan yang masih belum move on.

Lalu kemana lagi bila di MK tak bisa? Ya, ke wakil rakyat, DPR RI. Hak angket yang sekarang sedang digulirkan PDIP, Nasdem, PKB, dan PKS. Kalau di rumah rakyat ini saya setuju.

Pemilu adalah even politik, bila ada kekisruhan diselesaikan secara politik. Kalau sudah persoalan politik, hanya ada hitung-hitungan atau kalkukasi atau kuat-kuatan politik. Siapa yang kuat di parlemen, dialah pemenangnya.

Di sini hukum yang kita bicarakan tadi tak berlaku. Lho benar ni, tapi begitu divotting, lho bisa jadi pihak yang salah. Misalnya, kaki banteng itu ada empat.

Saat divoting ramai memilih kakinya tiga. Pemenangnya banteng kaki tiga. Mau apa, itulah pilihan wakil rakyat. Dan, itulah politik wak.

Gusdur sudah jadi korban keganasan parlemen. Hukum saja belum menyatakan beliau bersalah, tapi wakil rakyat memutuskannya bersalah. Ya, dilengserkan Amin Rais cs ketika itu.

Gusdur pun terusir dari istana. Kekuatan politik yang bermain, bukan hukum. Kalau sudah hak angket, politik yang bicara, bukan hukum. Sekarang, kubu mana yang kuat. Bila geng PDIP tak masuk angin, pasti lebih kuat dari kubu kuning.

Ada Puan Maharani si pemegang palu sidang. Di sini letak optimisnya kubu 01 dan 03 bila kasus kekisruhan Pemilu dibawa ke ranah politik.

Dengan hak angket, inilah kekuatan wakil rakyat sesungguhnya. Presiden Jokowi bisa diseret ke ruang sidang dan harus siap menjawab segala pertanyaan yang selama ini dituduhkan publik.

Begitu juga yang lain seperti Kapolri, Panglima TNI, menteri. Kesimpulan sidang angket bisa saja menyatakan Presiden tidak netral alias berpihak, politisasi Bansos, pengerahan aparat, ASN, Kades, dsb.

Bila sidang paripurna menyatakan Presiden terbukti menyalahgunakan wewenang, ya habis. Pemakzulan terjadi. Puan ketuk palu, selesai sudah rezim Jokowi. Itu kalau di atas kertas kubu merah biru hijau jingga tak masuk angin.

Tapi…ini tapi ya…bila masuk angin. Baru mau ngusulkan hak angket sudah ditolak atau malah tak jadi, alasan demi persatuan bangsa, hak angket tinggal cerita.

Kalau pun jadi bergulir, dalam perjalanannya kubu kuning cs justru unggul dalam voting, Jokowi tinggal tersenyum. Posisi aman kendali. Kira-kira begitu ilustrasi singkat bila hak angket bergulir di gedung kura-kura.

Seru ya…Seru lihat permainan politik tingkat dewa. Kita mah hanya bisa nonton mereka bertengkar berebut kekuasaan. Semoga ribut hanya di atas, jangan pula kita yang di bawah terbawa emosi, mau ribut pula.

Malah mau ribut dengan saya, ampun bang jago. Mari kita selesaikan di warung kopi saja.

#camanewak


Like it? Share with your friends!