Radar KalbarRadar Kalbar
  • Home
  • Indeks
  • Kalbar
  • Nasional
  • Peristiwa
  • Politik
  • Ragam
  • Lainnya
    • Hukum
    • Olah Raga
    • Gaya Hidup
    • Bisnis
    • Figur
    • Tekno
    • Entertainment
Radar KalbarRadar Kalbar
  • Kapuas Hulu
  • Kayong Utara
  • Ketapang
  • Kubu Raya
  • Landak
  • Melawi
  • Mempawah
  • Pontianak
  • Sambas
  • Sanggau
  • Sekadau
  • Singkawang
  • Sintang
Pencarian
  • Home
  • Indeks
  • Kalbar
  • Nasional
  • Peristiwa
  • Politik
  • Ragam
  • Hukum
  • Olah Raga
  • Gaya Hidup
  • Bisnis
  • Figur
  • Tekno
  • Entertainment
Radar Kalbar > Indeks > Opini > Tundang Terakhir Seorang Maestro, Kalbar Berduka
Opini

Tundang Terakhir Seorang Maestro, Kalbar Berduka

Last updated: 7 jam lalu
7 jam lalu
Opini
Share

FOTO : Ilustrasi [ Ai]

Oleh : Rosadi Jamani [ Ketua Satupena Kalimantan Barat ]

INNALILLAHI wa inna ilaihi rajiun. Dia telah tiada dengan meninggalkan warisan besar, tundang. Kalbar berduka. Sambil sarapan pagi di Hotel Vega Prima Sorong Papua Barat Daya, simak kisah sang maestro tundang sambil seruput kopi Senang tanpa gula, wak!

Malam itu, Sabtu, 25 Oktober 2025, sekitar pukul 19.30 WIB, Desa Sungai Burung di Mempawah terasa lebih sunyi dari biasanya. Angin berhenti di antara pepohonan bakau, seolah ikut menahan napas.

Dari rumah sederhana di tepi sungai, kabar duka itu menyebar pelan tapi pasti, Bapak Edi Ibrahim bin H. Ahmad, yang dikenal luas dengan nama Eddy Tundang atau Usu Yem, telah berpulang ke rahmatullah.

Bagi sebagian orang muda sekarang, nama itu mungkin samar, tapi bagi mereka yang tumbuh di era TVRI Pontianak tanpa smart TV, wajahnya adalah bagian dari memori masa kecil. Setiap minggu, ia hadir di layar kaca, membawa rombongan seninya, menabuh gendang, melantunkan pantun.

Suaranya berat tapi hangat, nadanya jenaka tapi sarat makna. Ia memperkenalkan sesuatu yang dulu asing tapi kini menjadi ikon Kalimantan Barat, Tundang, kependekan dari Pantun Gendang atau Pantun Bergendang.

Tundang bukan sekadar hiburan. Ia adalah jembatan antara tradisi dan zaman. Dari tangan kreatif Eddy Ibrahim, pantun lama berubah menjadi pertunjukan yang hidup dan bernyawa. Di setiap dentuman gendang, ada nasihat, kritik sosial, sejarah, dan humor yang halus. Ia menciptakan seni yang mengajarkan tanpa menggurui, menasihati tanpa menyakiti.

Dari sinilah banyak orang kemudian meniru dan melestarikannya. Kini, Tundang telah menjadi lomba, mata lomba resmi di banyak sekolah dan festival, dari anak-anak hingga dewasa, sebuah warisan yang mengalir deras dari tangan sang maestro.

Di desanya, Eddy Ibrahim mendirikan Sanggar Pusaka, tempat anak-anak belajar menabuh gendang dan menata pantun. Dari situ lahirlah generasi penerus yang mencintai budaya sendiri. Ia tak berhenti di situ. Bersama Balai Bahasa Provinsi Kalbar, ia mengadakan safari pertunjukan dan pendidikan Tundang ke berbagai kabupaten/kota.

Ia bahkan membawa Tundang ke Taman Mini Indonesia Indah, tampil dalam ajang Borneo Exfloor Exotika di Jakarta, hingga ke luar negeri seperti Malaysia dan Singapura.

Pada tahun 2013, pemerintah melalui Kementerian Hukum dan HAM secara resmi mengakui dirinya sebagai pemegang hak cipta Tundang, sebuah penghormatan yang jarang diterima seniman daerah. Karya binaannya, Grup Kesenian Tundang Mayang, pernah meraih Juara 1 Nasional dalam Apresiasi Media Pertunjukan Rakyat di Bali.

Namun di balik semua itu, ia tetap rendah hati. Baginya, gendang hanyalah alat, pantun hanyalah medium, tapi pesan moral adalah tujuan. Ia pernah berkata, “Selama anak-anak masih bisa berpantun, maka Melayu tak akan hilang.” Kini, ucapan itu terasa seperti wasiat yang ditulis dengan dentuman gendang.

Kepergiannya adalah kehilangan besar, bukan hanya bagi keluarga dan masyarakat Desa Sungai Burung, tapi juga bagi dunia seni dan kebudayaan tanah Borneo. Ia telah pergi, namun jejak langkahnya menjelma gema panjang dalam ruang waktu, menjadi irama abadi yang menolak sunyi.

Tiga pantun untuk sang maestro:

Pukul gendang di tepi muara,
Dentumnya lembut mengiring doa,
Walau jasad telah tiada di dunia,
Suaramu hidup di hati bangsa.

Sungai Burung tempatmu berakar,
Di sanalah tunas budaya bertumbuh,
Namamu harum sepanjang dengar,
Tundangmu jadi sejarah yang utuh.

Mentari jatuh di langit Mempawah,
Langit bergetar, bumi berduka,
Selamat jalan maestro yang ramah,
Pantunmu abadi, selama-lamanya.

Ia mungkin telah diam, tapi setiap kali gendang dipukul dan pantun dilantunkan, kita tahu, itu suara Eddy Tundang yang masih hidup dalam setiap dentum budaya Melayu.

#camanewak

Bagikan ini:

  • Klik untuk membagikan di Facebook(Membuka di jendela yang baru) Facebook
  • Klik untuk berbagi di X(Membuka di jendela yang baru) X
  • Klik untuk berbagi di WhatsApp(Membuka di jendela yang baru) WhatsApp
  • Klik untuk mengirimkan email tautan ke teman(Membuka di jendela yang baru) Surat elektronik
  • Klik untuk berbagi di Telegram(Membuka di jendela yang baru) Telegram
TAGGED:Maestromeninggal duniaTundang
Share This Article
Facebook Whatsapp Whatsapp Telegram Copy Link

Terpopuler Bulan Ini

Selebgram Oca Fahira Meninggal Akibat Kecelakaan Lalu Lintas di Sungai Pinyuh

30/09/2025
Laskar Cinta Jokowi Minta Menkeu Purbaya Dipecat
16/10/2025
Pengedar Sabu di Balai Karangan Diciduk, 10 Paket Siap Edar Disita
12/10/2025
Langkah Twity ke Yogyakarta, Putri Kades Hilir Balai Menembus Panggung Nasional
23/10/2025
Drama Rekayasa Begal di Ketapang, Polisi Bongkar Kebohongan di Balik Laporan Palsu
09/10/2025

Berita Menarik Lainnya

Tantangan PWI Dalam Menjaga Kedaulatan Informasi

25/10/2025

Aktivis Berkuasa, Ketika Perlawanan Menjelma Jadi Kekuasaan Baru

24/10/2025

Kejagung Keluarkan Alasan Lagi Belum Bisa Menangkap Silfester

24/10/2025

Pontianak Bersahabat, Hari Jadi ke 154 Tahun : Kota yang Terus Berbenah di Tengah Tantangan Ruang dan Waktu

24/10/2025

PT. DIMAS GENTA MEDIA
Kompleks Keraton Surya Negara, Jalan Pangeran Mas, No :1, Kel Ilir Kota, Sanggau, Kalbar

0812-5012-1216

Terkait

  • Redaksi
  • Kode Etik
  • Kebijakan Privasi
  • Redaksi
  • Kode Etik
  • Kebijakan Privasi

Regional

  • Kapuas Hulu
  • Kayong Utara
  • Ketapang
  • Kubu Raya
  • Landak
  • Melawi
  • Mempawah
  • Pontianak
  • Sambas
  • Sanggau
  • Sekadau
  • Singkawang
  • Sintang
  • Kapuas Hulu
  • Kayong Utara
  • Ketapang
  • Kubu Raya
  • Landak
  • Melawi
  • Mempawah
  • Pontianak
  • Sambas
  • Sanggau
  • Sekadau
  • Singkawang
  • Sintang