Radar KalbarRadar Kalbar
  • Home
  • Indeks
  • Kalbar
  • Nasional
  • Peristiwa
  • Politik
  • Ragam
  • Lainnya
    • Hukum
    • Olah Raga
    • Gaya Hidup
    • Bisnis
    • Figur
    • Tekno
    • Entertainment
Radar KalbarRadar Kalbar
  • Kapuas Hulu
  • Kayong Utara
  • Ketapang
  • Kubu Raya
  • Landak
  • Melawi
  • Mempawah
  • Pontianak
  • Sambas
  • Sanggau
  • Sekadau
  • Singkawang
  • Sintang
Pencarian
  • Home
  • Indeks
  • Kalbar
  • Nasional
  • Peristiwa
  • Politik
  • Ragam
  • Hukum
  • Olah Raga
  • Gaya Hidup
  • Bisnis
  • Figur
  • Tekno
  • Entertainment
Radar Kalbar > Indeks > Opini > Drama Antagonis Dalam Kabinet Ekonomi Indonesia
Opini

Drama Antagonis Dalam Kabinet Ekonomi Indonesia

Last updated: 3 jam lalu
10 jam lalu
Opini
Share

FOTO : Benz Jono Hartono [ ist ]

“Antara Ilusi Kesejahteraan dan Realitas Politik Uang “

Oleh : Benz Jono Hartono [ Praktisi Media Massa dan Vice Director Confederation ASEAN Journalist (CAJ) PWI Pusat ]

*Sinopsis*

Dalam panggung besar bernama “Kabinet Ekonomi Indonesia”, kita seolah sedang menonton drama megah dengan skenario absurd yang ditulis entah oleh siapa. Pemeran utamanya adalah para pejabat ekonomi negara: mereka berbicara tentang pertumbuhan inklusif, stabilitas makro, dan keberpihakan pada rakyat kecil.

Namun di balik narasi heroik itu, ada aroma tajam dari permainan antagonis di mana yang tampak malaikat di depan kamera, ternyata memegang pisau di balik layar.

*Scene 1: Retorika Sebagai Narkotika

Setiap kali rakyat menjerit karena harga pangan naik, pemerintah muncul dengan kalimat yang menenangkan seperti lullaby: “Situasi ini hanya sementara”, “Inflasi terkendali”, “Subsidi akan tepat sasaran”.

Kalimat-kalimat itu seperti candu—membius logika publik agar percaya bahwa penderitaan adalah bagian dari proses menuju kemakmuran.
Namun faktanya, kemakmuran itu hanya mampir di meja rapat korporasi dan konglomerat yang menempel pada jantung kekuasaan.

Sementara rakyat kecil terus berjibaku di pasar tradisional, menukar keringat dengan utang dan harapan kosong.

*Scene 2: Ekonomi Sebagai Drama Kekuasaan

Kabinet ekonomi hari ini bukan sekadar kumpulan teknokrat; mereka adalah aktor politik yang bermain di medan kuasa, bukan di laboratorium ide. Di depan rakyat, mereka bicara visi ekonomi kerakyatan.

Tapi di belakang, mereka menandatangani kesepakatan yang memperkuat dominasi pasar bebas, menyerahkan urat nadi ekonomi nasional kepada investor asing, dan menundukkan kebijakan fiskal di bawah tekanan global.

Seolah-olah, Indonesia adalah panggung sandiwara neoliberal, di mana setiap menteri ekonomi hanya berperan sesuai naskah yang ditulis oleh lembaga donor internasional.

Ada yang berperan sebagai “reformis”, ada yang menjadi “pahlawan rakyat”, dan ada pula yang menjadi “penyelamat fiskal”. Tetapi semuanya tunduk pada satu sutradara besar: kepentingan modal.

Scene 3: Antagonis yang Menyamar

Ironisnya, antagonis dalam drama ini bukan mereka yang menolak pembangunan, tapi justru mereka yang mengaku membangun untuk rakyat.

Mereka menebar program populis, memberi ilusi bantuan langsung, membagi-bagi stimulus, tapi di balik itu mengunci rakyat dalam ketergantungan struktural terhadap negara.

Antagonisme mereka halus, seperti racun yang dibungkus madu. Mereka tidak menghancurkan ekonomi rakyat secara langsung, tetapi menciptakan sistem yang membuat rakyat tidak bisa hidup tanpa belas kasihan mereka.

*Scene 4: _Politik Ilusi dan Bayangan Krisis

Setiap pernyataan ekonomi kini berubah menjadi teater retorika. Rakyat diajak menatap statistik yang disajikan seolah menggembirakan—angka pertumbuhan, stabilitas rupiah, cadangan devisa padahal di lapangan, daya beli menurun, pengangguran terselubung meningkat, dan produktivitas pertanian tergerus impor.

Krisis yang nyata disulap menjadi ilusi optimisme. Dan di sinilah antagonisme mencapai puncaknya: ketika kebohongan disulap menjadi kebijakan, dan kebijakan disembunyikan dalam bahasa teknokratis agar rakyat tidak sempat bertanya.

*Epilog:*
Saat Rakyat Menjadi Penonton Setia

Rakyat kini hanya menjadi penonton setia drama yang diputar terus-menerus. Mereka menonton sambil berharap ada “aktor baru” yang benar-benar berpihak pada mereka.

Namun dalam sistem yang telah lama dikooptasi modal dan oligarki politik, pemeran boleh berganti, tetapi naskah tetap sama.

Satu-satunya harapan tersisa adalah kesadaran: bahwa drama ini tidak akan berakhir bila rakyat terus berperan sebagai penonton. Mereka harus menulis ulang naskah, merebut panggung, dan mengubah cerita—agar antagonis tidak lagi memimpin ekonomi bangsa ini dari balik layar kekuasaan.

Bagikan ini:

  • Klik untuk membagikan di Facebook(Membuka di jendela yang baru) Facebook
  • Klik untuk berbagi di X(Membuka di jendela yang baru) X
  • Klik untuk berbagi di WhatsApp(Membuka di jendela yang baru) WhatsApp
  • Klik untuk mengirimkan email tautan ke teman(Membuka di jendela yang baru) Surat elektronik
  • Klik untuk berbagi di Telegram(Membuka di jendela yang baru) Telegram
TAGGED:Benz Jono HartonoCAJ PWI
Share This Article
Facebook Whatsapp Whatsapp Telegram Copy Link

Terpopuler Bulan Ini

Selebgram Oca Fahira Meninggal Akibat Kecelakaan Lalu Lintas di Sungai Pinyuh

30/09/2025
Setahun Menghilang, Seorang Pria di Tayan, Ditemukan Tinggal Tengkorak
24/09/2025
Sore Mencekam di Sungai Pinyuh, Si Jago Merah Lahap Empat Rumah Warga di Jalan Karya Usaha
24/09/2025
Pengedar Sabu di Balai Karangan Diciduk, 10 Paket Siap Edar Disita
12/10/2025
Laskar Cinta Jokowi Minta Menkeu Purbaya Dipecat
16/10/2025

Berita Menarik Lainnya

Utang dan Kecepatan Cahaya Bernama Whoosh

3 jam lalu

Cerpen “Dua Kepsek Ngopi Usai Dipecat Lalu Diangkat Lagi”

18 jam lalu

Jeddah, Di Sini Mimpi Itu Dikubur

12/10/2025

Mengenal Arief Prasetyo, Pria Segudang Prestasi yang Dipecat Prabowo

11/10/2025

PT. DIMAS GENTA MEDIA
Kompleks Keraton Surya Negara, Jalan Pangeran Mas, No :1, Kel Ilir Kota, Sanggau, Kalbar

0812-5012-1216

Terkait

  • Redaksi
  • Kode Etik
  • Kebijakan Privasi
  • Redaksi
  • Kode Etik
  • Kebijakan Privasi

Regional

  • Kapuas Hulu
  • Kayong Utara
  • Ketapang
  • Kubu Raya
  • Landak
  • Melawi
  • Mempawah
  • Pontianak
  • Sambas
  • Sanggau
  • Sekadau
  • Singkawang
  • Sintang
  • Kapuas Hulu
  • Kayong Utara
  • Ketapang
  • Kubu Raya
  • Landak
  • Melawi
  • Mempawah
  • Pontianak
  • Sambas
  • Sanggau
  • Sekadau
  • Singkawang
  • Sintang