Obsesi Manusia Ingin Hidup Abadi


Oleh : Rosadi Jamani { Ketua Satupena Kalimantan Barat ]

PERNAH ndak lihat mak-mak terlihat glowing. Itu salah satu ciri ingin terus muda, tak mau tua. Ada juga orang tak mau sakit, rela berobat berapa pun biayanya.

Tujuannya agar umur panjang. Itu bagian keinginan manusia ingin hidup abadi. Tetap muda, tetap sehat, panjang umur, bila perlu tak mati-mati.

Kali ini kita tak bicara soal efisiensi anggaran, pagar laut, raja kecil, Mega, Timnas, Noh Ran, ups. Kita bicara soal perjalanan ambisi manusia ingin hidup selamanya. Siapkan kopi dan pisang gorengnya, inilah kisah kegilaan manusia dari masa ke masa yang ingin abadi.

Sejak zaman dulu, manusia punya satu pertanyaan besar, gimana caranya saya bisa nggak mati-mati? Dari raja yang minum racun karena dikira elixir, sampai miliarder zaman now yang pengen upload otaknya ke cloud, semuanya obsesif banget soal hidup abadi.

Dulu, keabadian cuma buat dewa dan orang-orang sial. Pada awalnya, konsep hidup abadi cuma bisa dinikmati oleh dewa. Lihatlah Zeus, Odin, atau para dewa Mesir. Mereka hidup selamanya, nggak pernah tua, dan bisa party setiap hari di Olympus.

Lalu, ada orang-orang sial yang nyaris abadi, tapi malah sengsara. Sebut saja Tithonus (Yunani). Dikasih keabadian, tapi lupa minta tetap muda. Akhirnya jadi nenek-nenek forever.

Ada Gilgamesh (Sumeria). Berpetualang cari keabadian, nemu ramuan, eh malah kecolongan sama ular.

Ada juga kaisar China, Qin Shi Huang. Percaya minum merkuri bikin hidup abadi, malah tewas duluan karena keracunan. Kuburannya luar biasa megah. Dijaga ribuan patung di Terakota.

Dari sini, kita belajar satu hal, keabadian itu kayak investasi bodong, kelihatannya menjanjikan, ujung-ujungnya buntung.

Berikutnya, agama ada bicara hidup abadi. Saat manusia sadar bahwa cari keabadian secara fisik itu susah, agama muncul dengan solusi marketing yang cerdas. “Mau abadi? Bisa kok! Tapi nanti, setelah mati.”

“Mau hidup selamanya di surga? Taatilah aturan agama!” “Tak pe hidup miskin di dunia, yang penting di akhirat masuk surge, hidup selamanye age,” kata teman ngopi, Matasam.

Agama menawarkan keabadian dalam bentuk afterlife. Tentu saja, ini lebih mudah dari harus repot-repot nyari elixir atau bikin eksperimen aneh dengan DNA.

Tapi, beberapa orang masih nggak puas. Mereka nggak mau mati dulu baru abadi, mereka maunya hidup abadi di dunia ini, pakai tubuh yang sama, dan bisa update status setiap hari.

Ini yang menarik, ilmu pengetahuan. Ketika alkemis gagal bikin pil keabadian, sains modern masuk dengan gaya. Ada yang melakukan Cryonics. Tubuh dibekukan setelah mati, dengan harapan teknologi masa depan bisa menghidupkan lagi. Masalahnya? Kita bahkan belum bisa membangkitkan ayam beku dari kulkas.

Ada juga lewat Bioteknologi & Rekayasa Genetika. Para ilmuwan sibuk ngutak-atik DNA biar manusia bisa tetap muda. Sayangnya, sejauh ini cuma berhasil bikin tikus laboratorium panjang umur.

Berikutnya lewat obat anti-penuaan. Ini yang lagi ramai endose. Dari resveratrol sampai metformin, semuanya diklaim bisa bikin umur lebih panjang. Tapi kalau lihat Elon Musk masih ada uban, kayaknya teknologi ini belum siap.

Tentu saja, semua penelitian ini dibiayai oleh miliarder yang takut mati. Mereka bisa beli planet, mobil listrik, dan Twitter, tapi tetap nggak bisa beli umur yang lebih panjang.

Upaya manusia ingin hidup abadi belum berhenti. Di masa depan keabadian di Cloud. Karena tubuh manusia gampang rusak, beberapa orang mulai berpikir, kenapa nggak sekalian aja upload kesadaran ke internet?

Ray Kurzweil & Singularitas. Katanya, tahun 2045 kita bisa hidup dalam bentuk digital. Tubuh bisa rusak, tapi otak kita tetap bisa nge-tweet dari dalam server.

Metaverse & AI Consciousness. Bayangkan dunia di mana kita semua jadi avatar yang hidup selamanya di dunia digital. Itu bukan keabadian, itu The Sims tapi tanpa tombol “Exit to Desktop.”

Masalahnya? Server bisa crash. Data bisa hilang. Terus kalau internet mati, ya sudah, keabadian kita juga ikut mati.

Dari zaman raja sampai zaman startup, satu hal yang pasti, keabadian itu produk yang selalu laku dijual. Dari pil ajaib sampai cloud consciousness, manusia selalu mencari cara buat menghindari kematian.

Tapi kenyataannya? Sampai sekarang, belum ada yang berhasil. Mungkin dari pada sibuk cari cara buat hidup selamanya, lebih baik kita hidup dengan baik, nikmati waktu yang ada, dan nggak usah terlalu serius mikirin mati.

Karena kalau manusia benar-benar abadi, bayangkan betapa bosannya kita nanti. Nggak ada deadline, nggak ada alasan buat tidur siang, dan nggak ada alasan buat buru-buru ngabisin duit! Tragisnya lagi, teman-teman ngopi udah duluan pulang ke alamnya, kita sendirian.

#camanewak


Like it? Share with your friends!