FOTO : momen Muhammad Hidayat mengucapkan dua kalimat syahadat [ ist ]
redaksi – radarkalbar.com
KUBU RAYA – Matahari belum sepenuhnya tinggi ketika langkah-langkah tenang memasuki Masjid Miftahul Jannah di Lapas Kelas IIA Pontianak, pada Jumat (11/4/2025) pagi.
Namun suasana terasa jauh lebih hangat dari biasanya. Di balik dinding yang biasanya menjadi simbol keterbatasan, hari itu justru menjadi saksi bagi sebuah kebebasan yang sesungguhnya kebebasan hati untuk memilih jalan hidup baru.
Adalah seorang warga binaan berinisial KA yang hari itu duduk di depan meja. Suaranya sedikit bergetar, namun sorot matanya menyiratkan keteguhan yang dalam.
Di hadapannya, Abah Kartono dari Kantor Wilayah Kementerian Agama Kalimantan Barat memimpin prosesi suci itu. Di hadapan Allah, dan disaksikan para saksi dari kalangan petugas hingga sesama warga binaan, KA melafalkan dua kalimat syahadat. Dengan mantap, ia mengikrarkan keimanannya.
“Saya bersaksi tiada Tuhan selain Allah, dan saya bersaksi bahwa Muhammad SAW adalah utusan Allah,” ucapnya.
Kalimat itu menjadi titik awal lahirnya seorang Muhammad Hidayat nama baru yang ia pilih sebagai simbol kehidupan barunya.
Nama yang menyimpan harapan dan tekad untuk menjadi pribadi yang lebih baik, meski ia memulainya dari balik jeruji.
Kepala Lapas Kelas II A Pontianak, Mut Zaini, dalam sambutannya menyampaikan lembaga itu bukan hanya tempat menjalani hukuman, tapi juga ruang untuk menemukan kembali nilai-nilai kehidupan.
“Agama bukan suatu hal untuk main-main, melainkan garis hidup yang mesti dijalani dengan penuh kesungguhan yang datang dari hati dan niat mendalam,” ujar Mut Zaini.
Menurut dia, keimanan sejati tak pernah bisa dipaksakan, karena akan tumbuh dari pencarian dan perenungan yang tulus.
Prosesi yang berlangsung khidmat itu bukan hanya menyentuh hati mereka yang hadir, tapi juga membuka mata akan kenyataan bahwa hidayah bisa datang di tempat dan waktu yang tak terduga.
Bagi Muhammad Hidayat, momen itu bukan sekadar pengucapan kalimat, tapi juga pintu awal menuju jalan baru, dengan semangat untuk belajar, memperbaiki diri, dan mendekatkan hati kepada Sang Pencipta.
Selepas pengucapan syahadat, ia pun dibimbing untuk mulai belajar salat, membaca Al-Qur’an, serta mendalami ajaran Islam lebih dalam.
Semua itu akan menjadi bagian dari perjalanannya bukan hanya sebagai seorang mualaf, tetapi sebagai insan yang tengah menata kembali kehidupannya.
Dari balik jeruji, Muhammad Hidayat menemukan cahaya. Ia mungkin belum bebas secara fisik, namun jiwanya telah merasakan kebebasan hakiki kebebasan untuk memilih iman, harapan, dan jalan pulang menuju kebaikan. [ putri/rilis]
Editor : Muhammad Khusyairi