Oleh : Ustadz Bushiri, Pengajar di Pondok Pesantren Syaichona Moh. Cholil Bangkalan Madura
MEMASUKI awal bulan Ramadhan, jagat maya dihebohkan dengan viralnya sebuah video yang menampilkan imam shalat tarawih sedang melakukan siaran langsung di TikTok.
Dalam video tersebut, imam terlihat memimpin shalat jamaah sambil menjalankan live streaming, yang bahkan disaksikan oleh lebih dari 6.300 pengguna.
Fenomena ini pun memicu beragam tanggapan dari netizen. Sebagian mempertanyakan etika serta kekhusyukan ibadah dalam kondisi demikian, sementara yang lain melihatnya sebagai bentuk inovasi dalam berdakwah.
Namun, bagaimana sebenarnya pandangan syariat terhadap praktik ini? Dalam permasalahan ini, perlu ditinjau dari dua aspek utama, yaitu keabsahan dan etika dalam shalat.
Secara fiqih, shalat yang dilakukan sambil live streaming di TikTok tetap sah selama syarat dan rukunnya terpenuhi serta tidak ada hal-hal yang membatalkannya.
Namun, dari sisi etika, melakukan live streaming saat shalat berpotensi mengganggu kekhusyukan ibadah. Padahal, khusyuk merupakan salah satu aspek paling penting dalam shalat, yang dapat mempengaruhi kualitas dan nilai ibadah seseorang di hadapan Allah.
Sesuai dengan firman-Nya dalam surat Thaha :
وَأَقِمِ الصَّلَاةَ لِذِكْرِي
Artinya, “Tunaikanlah shalat untuk mengingatKu.” (QS Thaha: 14). Meskipun mayoritas ulama tidak menganggap khusyuk sebagai syarat sahnya shalat, namun khusyuk tetap menjadi aspek etika yang paling penting ketika seorang hamba menghadap Tuhannya.
Tidak sepatutnya seseorang melakukan hal-hal yang dapat mengurangi atau merusak kekhusyukan dalam ibadah. Sebaliknya, ia harus berusaha semaksimal mungkin untuk fokus dan menjalankan shalat dengan penuh kekhusyukan.
Imam Nawawi menjelaskan bahwa segala hal yang dapat menyibukkan hati dan menghilangkan kekhusyukan dalam shalat hukumnya makruh. Beliau mengatakan
: وَفِي رِوَايَةٍ لَا صَلَاةَ بِحَضْرَةِ طَعَامٍ وَلَا وَهُوَ يُدَافِعُهُ الْاَخْبَثَانِ فِي هَذِهِ الْأَحَادِيثِ كَرَاهَةُ الصَّلَاةِ بِحَضْرَةِ الطَّعَامِ الَّذِي يُرِيدُ أَكْلُهُ لِمَا فِيهِ مِنَ اشْتِغَالِ الْقَلْبِ بِهِ وِذِهَابِ كَمَالِ الْخُشُوعِ وَكَرَاهَتِهَا مَعَ مُدَافَعَةِ الْأَخْبَثَيْنِ وَهُمَا الْبَوْلِ وَالْغَائِطِ وَيُلْحَقُ بِهَذَا مَا كَانَ فِي مَعْنَاهُ مِمَّا يُشْغِلُ الْقَلْبَ وَيُذْهِبُ كَمَالَ الْخُشُوعِ
Artinya : “Dalam sebuah riwayat disebutkan: “Tidak ada shalat di hadapan makanan (yang sudah siap) dan tidak pula dalam keadaan menahan dua hal yang kotor (buang air kecil dan besar).
Hadits-hadits ini menunjukkan makruhnya shalat ketika ada makanan yang ingin dimakan, karena hal itu dapat menyibukkan hati dan mengurangi kekhusyukan. Demikian pula, shalat dalam keadaan menahan buang air kecil atau besar juga dimakruhkan.
Semua hal yang serupa, yang dapat mengganggu hati dan menghilangkan kesempurnaan khusyuk dalam shalat, juga termasuk dalam hukum ini.” (Syarafuddin an-Nawawi, Syarah Nawawi ala Shahih Muslim, [Bairut, Dar Ihya` at-Turats al-‘Arabi: 1393], jilid V, halaman 46).
Selain itu, shalat sambil live streaming dan disaksikan oleh banyak orang berpotensi menimbulkan rasa riya’ atau pamer dalam ibadah. Padahal, riya’ merupakan penyakit hati yang dapat merusak pahala suatu ibadah.
Seorang Muslim seharusnya beribadah dengan penuh keikhlasan, hanya mengharap ridha Allah, tanpa ada niat ingin dipuji atau diperhatikan oleh orang lain.
Imam Al-Ghazali dalam kitab Ihya’ Ulummiddin menegaskan :
فأما إذا قصد الأجر والحمد جميعا في صدقته أو صلاته فهو الشرك الذي يناقض الإخلاص وقد ذكرنا حكمه في كتاب الإخلاص ويدل على ما نقلناه من الآثار قول سعيد بن المسيب وعبادة بن الصامت إنه لا أجر له فيه أصلا
Artinya, “Jika seseorang bersedekah atau shalat dengan niat mengharap pahala dari Allah sekaligus menginginkan pujian dari manusia, maka perbuatannya termasuk syirik yang bertentangan dengan keikhlasan.
Hukum mengenai hal ini telah kami jelaskan dalam kitab Ikhlas. Dalil yang mendukung pendapat ini adalah perkataan Sa’id bin al-Musayyib dan Ubadah bin ash-Shamit, yang menyatakan bahwa orang tersebut tidak mendapatkan pahala sama sekali.” (Ihya’ Ulumiddin, [Beirut, Darul Ma’rifah: t.t.] jilid III, halaman 301).
Berdasarkan pemaparan di atas, melakukan live streaming saat sedang mengimami shalat tarawih bukanlah praktik yang dianjurkan dalam Islam. Dari segi keabsahan, shalat tetap sah selama rukun dan syaratnya terpenuhi. Namun, dari segi etika dan adab dalam beribadah, tindakan ini menimbulkan banyak dampak negatif yang perlu diperhatikan.
Live streaming dapat mengganggu kekhusyukan, baik bagi imam maupun jamaah, serta menimbulkan potensi riya’ jika tidak dilakukan dengan niat yang benar. Selain itu, adanya distraksi dari perangkat teknologi saat shalat juga bertentangan dengan prinsip keseriusan dan kehormatan dalam ibadah.
Oleh karena itu, meskipun tidak membatalkan shalat, tindakan ini tetap sebaiknya dihindari demi menjaga kualitas ibadah.
Sebagai alternatif, jika ingin berdakwah melalui media digital, hendaknya dilakukan dengan cara yang lebih sesuai, seperti menyiarkan kajian setelah tarawih atau memberikan tausiyah melalui media sosial tanpa mengganggu pelaksanaan ibadah.
Dengan demikian, syiar Islam tetap dapat tersebar tanpa mengorbankan kekhusyukan dan ketertiban dalam beribadah. Wallahu A’lam.
Sumber: https://islam.nu.or.id/syariah/hukum-imam-shalat-tarawih-live-di-tiktok-niS82