FOTO : Ketua Umum Dewan Eksekutif Mahasiswa Fakultas Hukum Sambas, Luffi Ariadi [ ist ]
Urai Rudi – radarkalbar.com
SAMBAS – Kebijakan kuota Bahan Bakar Minyak (BBM) bersubsidi tahun 2025 di Kabupaten Sambas kembali menuai sorotan.
Meski pemerintah provinsi telah menetapkan alokasi cukup besar, persoalan kelangkaan justru masih terjadi di lapangan.
Ketua Umum Dewan Eksekutif Mahasiswa Fakultas Hukum Sambas, Luffi Ariadi, menilai distribusi BBM tidak berjalan efektif meskipun kuota JBT (Solar) mencapai 28.412 kiloliter dan JBKP (Pertalite) sebesar 58.197 kiloliter, sebagaimana tertuang dalam Keputusan Gubernur Kalimantan Barat Nomor 500.10.8.3/3/DPPESDM-D.
“Kuota besar tidak ada artinya jika distribusinya tidak tepat sasaran. Masyarakat masih menghadapi antrean panjang, kelangkaan solar, dan dugaan penyimpangan di SPBU,” tegas Luffi.
Ia menekankan pemerintah daerah wajib menjalankan amanat Peraturan BPH Migas Nomor 1 Tahun 2024, yang mengatur pengawasan penyaluran JBT dan JBKP.
Dalam regulasi tersebut, pemda diminta melakukan pendataan konsumen pengguna, pelaporan penyaluran secara berkala, serta pengawasan bersama antara pemerintah, badan usaha, dan aparat penegak hukum.
“Tanpa pengawasan berbasis regulasi, kuota hanya menjadi angka di atas kertas dan membuka peluang penyimpangan,” ujarnya.
Tak hanya pemerintah eksekutif, mahasiswa hukum juga mendorong DPRD Kabupaten Sambas untuk turun tangan dengan memanggil pengelola SPBU dan instansi pengawas demi mengevaluasi tata kelola distribusi BBM bersubsidi.
“Ini bukan sekadar persoalan administratif, tapi menyangkut keadilan sosial dan prinsip good governance,” kata Luffi.
Sebagai bentuk kontrol akademik, pihaknya berkomitmen menyusun kajian hukum dan rekomendasi kebijakan publik agar distribusi energi bersubsidi benar-benar berpihak kepada masyarakat kecil di Kabupaten Sambas. [ red ]
editor/publisher : admin radarkalbar.com