FOTO : Walikota Singkawang, Tjhai Chui Mie dan Herry Kin (Ist)
Pewarta : Aku/tim liputan
radarkalbar. com, SINGKAWANG – Sesuai jadwal dan hasil kesepakatan rapat internal, DPC Partai Hanura Singkawang melalui tim advokasi akan mengirim somasi kepada Walikota Singkawang, Tjhai Chui Mie, Senin (4/10/2021).
Hal ini terkait pernyataan ‘banci’ dalam Rapat Paripurna Pendapat Akhir Fraksi DPRD Kota Singkawang terhadap 3 Raperda.
“Kita tunggu saja, apakah rencana itu benar-benar direalisasikan atau tidak, karena semua ada konsekuensinya. Munculnya tudingan banci itu terkait kritik yang disampaikan fraksi hanura secara legal terhadap penyelenggaraan kepemerintahan dan penggunaan anggaran, diantaranya dana hasil pinjaman untuk Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN),” kata Yayat Darmawi, Koordinator Tim Investigasi dan Analisis Korupsi (TIndak) Indonesia, kepada wartawan, Senin (4/10/2021).
Dijelaskan Yayat, tidak semestinya berkutat pada kata ‘banci’ yang fakta ucapan itu memang terjadi dan dinyatakan seorang walikota. Banyak kalangan menilai ucapan itu sebagai sesuatu yang tidak beretika dan merendahkan martabat seseorang maupun lembaga.
“Kami memiliki bukti rekaman jalannya sidang paripurna. Pada menit ke 9.27 detik dari rekaman berdurasi 10.41 detik itu nyata-nyata Tjhai Chui Mie menyatakan Hanura jangan jadi banci,” ujar Yayat.
Tapi, lanjut Yayat, persoalan utama yang lebih besar adalah PA Fraksi Hanura yang disampaikan oleh anggota fraksinya, Herry Kin.
“Seharusnya walikota berterima kasih dan menghargai fraksi Hanura yang berani mengkritik. Anggota dewan yang berhimpun dalam fraksi itu menjalankan tugas dan fungsi kontrolnya,” papar Yayat.
Pria yang tengah menyelesaikan program doktoralnya ini mengulang isi PA Fraksi Hanur yang menyebutkan pinjaman dana PEN yang sudah dikucurkan sangat besar, berjumlah RP 200 Miliar tanpa mekanisme persetujuan DPRD. Ditambah lagi pinjaman ke Bank Kalbar Rp 38,9 Miliar.
“Bukankah beban keuangan daerah akan terus bertambah dengan rencana peminjaman lagi di tahun 2022 sebesar Rp50 Miliar yang prosesnya harus ditetapkan tahun ini,” kata Yayat.
Memang benar, kata Yayat, pinjaman dana itu sudah sering dikeluhkan masyarakat mengenai peruntukkannya yang seharusnya untuk memulihkan ekonomi nasional dan daerah. Uang itu harus dikembalikan selama 8 tahun yang dikembalikan dari keringat rakyat melalui pendapatan asli daerah dan dihimpun dalam APBD.
“Tentu saja kepala daerah berikutnya sudah dipastikan menanggung utang banyak. Apakah ada yang tidak beres dari peruntukkan PEN dan pelaksanaan programnya, ini yang urgen. Dan Fraksi Hanura DPRD Kota Singkawang jangan sampai ada yang menyebut “banci” untuk keduakalinya akibat tidak konsisten mengawal kepentingan masyarakat,” kata Yayat mengakhiri komentarnya.
Dari PA Fraksi Hanura DPRD Kota Singkawang memang ada beberapa catatan penting soal dana PEN yang juga berisi harapan dan saran.
“Fraksi Hanura berharap, mestilah memperhitungkan penggunaannya pada apa yang dibutuhkan, buka apa yang diinginkan. Pinjaman itu harus memberikan progres ekonomis bagi masyarakat Kota Singkawang yang masyarakatnya terdampak covid,” kata Herry Kin saat membacakan PA Fraksi.
Rapat paripurna yang dihadiri 23 orang dari 30 Anggota Dewan itu merupakan agenda PA Fraksi terhadap 3 Raperda antaralain Raperda tentang Pendirian dan Penyelenggaraan Program Studi Diuar Kampus Utama Politeknik Negeri Pontianak di Singkawang, Raperda Penyelenggaraan Jalan dan Raperda Perubahan APBD Tahun 2021. Sebanyak 6 fraksi antaralain Fraksi Nasdem, Fraksi PDI-P, Fraksi PKS, Fraksi PKB, Fraksi Gerindra-Demokrat dan Fraksi Karya Solidaritas Amanat Pembangunan (KSAP) menyatakan setuju dan menerima. Dalam pandangan Tjhai Chui Mie, PA Fraksi Hanura tidak menyatakan sikap, menerima atau menolak. Akhirnya keluarlah pernyataan ‘banci’ dalam sambutannya diluar teks yang dibacakan.
“Pinjaman ya…nih Hanura sama tadi, Hanuranya jadi ragu-ragu ya atas setuju dan tidak… jangan ragu-ragu Pak Herry Kin ya… masa menyatakan setuju dan tidak aja gak mau, sekali-kalilah ngomong, kami terima, kami tolak, jangan jadi banci,” kata Tjhai Chui Mie disambut riuh tepuk tangan undangan yang hadir dalam sidang paripurna itu.
Buntut dari pernyataan tersebut, belasan media massa dan portal online langsung memberitakan, disusul reaksi publik warga Kota Singkawang.
“Wajar saja didalam proses berjalannya roda pemerintahan terjadi dinamika politik tapi jangan jadi baper serta harus paham dan mengerti essensi dari apa yang di sampaikan masing-masing pihak, baik itu dari Fraksi Hanura maupun dari Walikota Singkawang,” ujar Dekhi Armadhani, aktivis pergerakan di Kota Singkawang.
Menurutnya, saat ini ada permasalahan serius. Pemerintah Pusat membuat kemudahan regulasi untuk dimanfaatkan setiap daerah guna memulihkan ekonomi Nasional di masa pandemi Covid 19 melalui program dana PEN.
”Ada hal-hal tertentu yang menjadi dasar boleh tidaknya penggunaan dana PEN, kami khawatir ada sesuatu dalam pengelolaan dana PEN di Kota Singkawang ini, kami takut ada penyalahgunaan,” ujar Dekhi.
Dekhi mendesak DPRD Kota Singkawang untuk menanyakan dan memeriksa penggunaan dana PEN tersebut kepada Pemerintah Kota Singkawang, karena siapa yang akan membayarnya?
“Tentunya uang kami dari pajak dan retribusi lainnya yang akan digunakan untuk membayarnya. Silahkan para Anggota Dewan mempergunakan haknya yang diatur dalam konstitusi, jangan setengah hati untuk menyuarakan suara kami,” kata dia.
Sementara itu, belum usai proses somasi yang akan dilayangkan DPC Hanura Kota Singkawang, ternyata Tjhai Chui Mie tidak menjalin komunikasi dengan DPC Hanura, melainkan langsung potong kompas dengan cara bertolak ke Kota Pontianak, Sabtu (2/10/2021). Ini berdasarkan pernyataan di salahsatu media.
Ia juga berkomunikasi dengan Suyanto Tanjung alias Ajung, Ketua DPD Partai Hanura Provinsi Kalbar yang turut membela dan memberikan apresiasi. Tjhai Chui Mie pun tak lupa menyebut nama Oesman Sapta Odang (OSO) selaku Ketua Umum Hanura. Dari pernyataannya, sangat terlihat rasa takutnya kepada sosok OSO.
“Jika diperlukan saya akan menghadap bapak OSO,” kata Tjhai Chui Mie dikutip di ‘salahsatu’ media.
Pecah Kongsi
Polemik ‘banci’ di Kota Singkawang tidak bisa dipisahkan dari persoalan dugaan perpecahan antara Tjhai Chui Mie selaku Walikota dengan Wakil Walikota, Irwan.
Pasalnya, Fraksi Hanura memiliki hirarki kepatuhan kepada pimpinan DPC Hanura Singkawang yang diketuai Irwan. Keduanya pada 15 Februari 2017 berpasangan dan memenangkan Pilwako dengan parpol pengusung PDIP, Nasdem, Demokrat dan Hanura.
Pasangan dengan jargon Chair pemegang nomor urut 2 ini mengantongi suara 38.486 atau 42,6% mengalahkan 3 pasangan lawannya.
“Polemik yang terjadi sekarang mencerminkan kelelahan dalam mengurus tata kelola pemerintahan. Berarti ada komunikasi yang macet antara walikota dengan wakil walikota yang notabene ketua DPC Hanura sebagai induk dari fraksi hanura di DPRD Kota Singkawang,” kata Ireng Maulana, Pengamat Sosial dan Politik.
Menurut Ireng, manuver ini sebenarnya tidak perlu terjadi karena pembicaraannya bisa diselesaikan satu meja antara walikota dengan wakil walikota.
“Saya melihat ini bukan pendidikan politik yang baik untuk Singkawang,” terang Ireng.
Alumni IOWA United States ini menjelaskan jika memang ada kejanggalan atau ketidakberesan dalam tatakelola pemerintahan, maka melalui Fraksi Hanura harus bersikap tegas dan tidak abu-abu. Sebab, kalau sudah menyangkut keparlemenan, maka sikap legislatif dituntut jelas dan tegas terkait regulasi yang didalamnya terdapat kompromi untuk kepentingan publik.
Dalam proses ini, kata dia, anggota parlemen dari parpol yang tergabung dalam fraksi merupakan representasi masyarakat. Sikap menolak atau menerima mesti ditunjukkan melalui argumentasi, sebab sikap fraksi sebenarnya saluran aspirasi masyarakat.
“Kalau memang ada dimensi kerugian publik, seharusnya sikapnya menolak langsung dan melakukan upaya misalnya melalui interpelasi dan lain-lain. Sangat boleh jika fraksi hanura berseberangan dengan fraksi mayoritas yang mendukung sebuah paket kebijakan dengan asumsi ada desakan atau tekanan publik yang meminta untuk bersikap berlawanan,” ujar Ireng.
Ireng menyayangkan pilihan diksi yang diambil walikota yang sangat tidak tepat dengan kata ‘banci’, tetapi itu dapat diartikan sebagai kekecewaan dengan harapan mendapat dukungan penuh dari semua fraksi.
“Kalau fraksi tidak memiliki sikap, justru publik akan menilai macam-macam, misalnya kemungkinan adanya tawar menawar atau bargaining. Atau ada sesuatu yang macet antara fraksi dengnan eksekutif dalam hal ini walikota,” kata Ireng.