FOTO : Deni Amirudin, kuasa hukum keluarga korban penembakan oknum polisi di Kecamatan Nanga Tayap, Ketapang saat memberikan keterangan pers (Ist)
redaksi – radarkalbar.com
PONTIANAK – Hingga saat ini, kasus tewasnya Agus Tino karena tembakan senjata oknum anggota polisi pada Kecamatan Nanga Tayap, pada tanggal 7 April 2023 belum tuntas.
Bahkan, keluarga korban melalui kuasa hukum menilai perkara ini kental dengan indikasi rekayasa dan pemutarbalikkan fakta.
Kuasa hukum keluarga korban mendiang korban, Deni Amirudin, SH, M Hum, saat menggelar konferensi Pers pada LBH Universitas Muhammadiyah (UM), Jumat (4/8/2023) membeberkan, setelah 3 hari kejadian penyerangan dan penembakan terhadap Agus Tino.
Tepatnya pada tanggal 10 April 2023, kakak korban Hasmirawati mendatangi Mapolres Ketapang. Tujuannya, untuk menanyakan perkembangan penanganan kasus penyerangan dan penembakan terhadap Agus Tino.
Namun kata Deni, sesampai ke Mapolres Ketapang, Hasmirawati mendapatkan penjelasakan dari petugas piket saat itu bernama Catur, yang mengatakan kasus tersebut sudah berproses. Kemudian Hasmirawati disuruh pulang.
“Kaka korban Hasmirawati tetap ngotot ingin membuat laporan. Akan tetapi oleh bagian pelayanan atau petugas jaga/piket SPKT bernama Catur tersebut tidak memperkenankan dengan bahasa “kami tidak melarang keluarga korban tidak untuk membuat laporan. Tetapi sebaiknya jangan membuat laporan”, kisahnya.
Karena kakak korban ini ngotot dan tetap bersikeras untuk membuat laporan, setelah selama 5 jam berada pada Mapolres Ketapang. Akhirnya Kapolres Ketapang saat itu, AKBP Laba Meliala, bersedia untuk bertemu mereka.
“Nah, dalam pertemuan tersebut AKBP Laba Meliala, berjanji akan menuntaskan dan memproses kasus penyerangan dan penembakan Agus Tino,” cetusnya.
Tetapi lanjut Deni, setelah 2 minggu berselang, tidak seorang pun saksi kena panggil untuk memberikan keterangan atas kasus penyerangan dan penembakan korban.
Lantas sekira tanggal 24 April 2023, Hasmirawati kembali mendatangi Mapolres Ketapang. Dan niatnya pada saat itu ingin membuat laporan kepolisian.
Akan tetapi, kembali Hasmirawati mendapatkan penjelasan dari petugas piket/jaga SPKT Mapolres Ketapang bernama Imdarto, mengatakan tidak perlu lagi membuat laporan karena sudah ada laporan dengan “tipe A”.
Dan perkaranya sudah kena limpahkan ke Polda Kalbar. Namun, Hasmirawati tetap mempertanyakan.
Kemudian, oleh petugas SPKT ini mempertemukan Hasmirawati ke penyidik yang menangani perkara tersebut.
Tujuan utama Hasmirawati dan keluarga menghadap ke Mapolres Ketapang, selain ingin membuat laporan kepolisian.
Sekaligus juga ingin meluruskan pemberitaan atas penyerangan dan penembakan Agus Tino secara tidak benar oleh beberapa media.
“Untuk itu, ada keraguan dari Hasmirawati dan keluarga terhadap penangan kasus penyerangan. Dan penembakan yang merenggut nyawa adik kandungnya Agus Tino,” terangnya.
Selanjutnya, Hasmirawati dan keluarga lainnya mencoba mengadukan perihal penanganan kasus penyerangan dan penembakan adiknya ke Front Pembela Rakyat Ketapang (FPRK).
“Nah, sehari setelah bertemu dengan FPRK, Hasmirawati kena datangi intel Brimob bernama Amansius, menanyakan kenapa pihak keluarga masih tetap kekeh menuntut kematian Agus Tino,” terangnya.
“Kemudian ini kena jawab Hasmirawati, karena mereka merasakan penanganan penyerangan dan penembakan Agus Tino tidak ada keadilan,” sambungnya.
Atas aduan tersebut para aktivis FPRK mendatangi Mapolsek Nanga Tayap dan mencari tahu kejelasan penanganan kasus tersebut.
Dari Mapolsek Nanga Tayap mendapatkan penjelasan mereka tidak punya wewenang untuk menjelaskan perkara tersebut.
“Karena tidak mendapatkan jawaban yang memuaskan, maka FPRK bersama keluarga korban penyerangan dan penembakan Agus Tino, berkoordinasi dengan LBH UM Pontianak. Dan kami sepakati untuk mencari penjelasan ke Polda Kalbar,” tuturnya.
Buat LP ke Polda
Menurut Deni Amirudin, pada Senin (24/7/2023) LBH UM Pontianak mendampingi keluarga korban ke Mapolda Kalbar, dan diterima oleh Kabid Propam Polda Kalbar.
“Pada saat itu, kita mendapatkan penjelasan sudah ada LP yang bersifat internal (kode etik), berupa 2 LP dengan Nomor LP. 21 untuk Kapolsek Nanga Tayap. Dan LP. 22 untuk Agus Rahmadian dan Suhendri,” urainya.
Namun pada saat itu tidak ada LP untuk perbuatan pidananya, sehingga bermaksud membuat laporan kepolisian pada Direktorat Reskrimum Polda Kalbar.
“Setelah dari Bidang Propam, kami membuat laporan kepolisian ke Ditreskrimum Polda Kalbar, berupa laporan tertulis memang sudah kami siapkan sebelum berangkat ke Mapolda Kalbar,” tuturny.
Namun jelas Deni, petugas piket sempat menolak karena dengan alasan sudah ada laporan tipe A pada Polres Ketapang. Jadi tidak perlu lagi membuat laporan kepolisian.
Deni menambahkan sempat terjadi perdebatan antara pihaknya selaku kuasa hukum keluarga korban dengan petugas piket.
Ia menjelaskan, pihaknya berargumentasi bahwa kliennya memiliki legal standing sebagai pelapor, mengapa tidak bisa membuat laporan? :
– Bahwa penangan Laporan tipe A di Polres Ketapang tidak akan berjalan sebagaimana harapan, apa lagi melihat pemaparan hasil gelar perkaranya sudah menyatakan :
“Peristiwa Penganiayaan dan atau karena lalainya mengakibatkan hilangnya nyawa seseorang dan atau perbuatan karena pangaruh daya paksa (Overmarcht).
– Bahwa sampai saat ini sudah 3 bulan perkara ini berproses Polres Ketapang, tidak satupun saksi kena panggil untuk memberikan keterangan termasuk isteri korban.
Termasuk alat bukti berupa mobil milik Akiang sudah kena kembalikan.
“Patut kami duga bahwa kasus ini diputar balikan alur ceritanya seperti kasus “Sambo” karena kami mendapat kabar bahwa oknum kepolisian yang menembak korban justeru dianggap pahlawan,”cetusnya.
Pihaknya kata Deni, selaku kuasa hukum menyatakan akan membuat laporan ke Mabes Polri. Karena telah mencoba membuat laporan ke Polres Ketapang tapi tak kena terima.
Lalu, ke Polda Kalbar juga membuat laporan, namun tetap menerima hal yang sama.
“Lalu petugas piket berkoodinasi dengan Wassidik Polda Kalbar sehingga kami diterima. Namun bukan sebagai laporan baru. Tetapi hanya melengkapi laporan tipe A pada Polres Ketapang. Sehingga kami tidak mendapatkan tanda bukti telah membuat laporan kepolisian,”tukasnya.
Bahwa sambung Deni, pihaknya ingin membuat laporan secara terpisah dari LP tipe A pada Polres Ketapang, karena mengetahui bahwa dalam pemeriksaan korban Agus Tino telah melakukan penyerangan kepada Briptu Agus Rahmadian dengan parang.
Sehingga Agus Rahmadian melakukan penembakan.
“Cerita ini adalah tidak benar, karena menurut saksi mata isteri dan anak-anak korban. Bahwa parang Agus Tino tidak sempat mengenai Agus Rahmadian. Tapi anehnya dalam pemberitaan media massa, Agus Rahmadian tangannya terkena sabitan parang,” cetusnya.
Hal ini menurut keluarga dan isteri korban adalah rekayasa dan pemutar balikan fakta hukum yang sesungguhnya.
“Atas hal-hal tersebut, atas nama kliennya akan membuat aduan/laporan kepada Kapolri, Kompolnas, Komnas HAM dan Komisi III DPR RI,” pungkasnya. (amd/MK)