Nama Jokowi Lenyap di Daftar Presiden Terkorup


Oleh : Rosadi Jamani [ Ketua Satupena Kalimantan Barat ]

NAMA Jokowi masuk daftar presiden terkorup 2024. Indonesia berguncang. Ada marah, ada tertawa. Setelah itu, nama Jokowi hilang dari daftar.

Sambil menikmati kopi liberika di teras rumah, mari kita bahas hilangnya nama Pakde dari daftar OCCRP.

OCCRP. Tiga huruf itu mendadak mengguncang Indonesia. Nama Jokowi, pemimpin yang katanya sederhana, pekerja keras, dan bersahaja, tiba-tiba nongol di daftar “Presiden Terkorup Dunia 2024.” Boom. Seperti menabuh gong di tengah hutan sunyi. Semua orang terkejut, gaduh, lalu ribut.

Tetapi sebelum sempat ada yang benar-benar paham apa yang terjadi, nama itu hilang. Len-yap. Menguap seperti asap sate di tengah malam. Dan OCCRP? Seolah-olah hanya menatap balik sambil berkata, “Oh, itu? Lupakan saja.”

Bayangkan sebuah drama, wak! Nama pemimpin kita disejajarkan dengan Bashar Al-Assad, diktator kelas kakap; William Ruto, presiden Kenya yang dicurigai memelintir angka APBN; Bola Ahmed Tinubu, presiden Nigeria yang katanya jago sulap anggaran; dan Gautam Adani, taipan India yang jika ditusuk mungkin keluar laporan pajak palsu.

Nama Jokowi meluncur di antara mereka seperti kembang api, hanya untuk segera padam. Publik terpecah. “Benarkah? Tidak mungkin! Tapi bagaimana bisa?” Lalu, tiba-tiba, semuanya hilang seperti drama Korea tanpa episode terakhir.

OCCRP, organisasi berbasis di Amsterdam ini, memang punya reputasi keren. Mereka jurnalis investigasi yang katanya tidak takut siapa pun. Mereka membongkar kejahatan terorganisir, korupsi, dan skandal besar dunia.

Tapi mereka juga tahu cara menciptakan kekacauan dengan gaya yang nyaris artistik. “Kami hanya membuat daftar,” mungkin itu jawaban mereka sambil menyesap kopi Belanda.

Daftar yang cukup untuk membuat sebuah negara nyaris terbakar. Setelah semua kekacauan itu? Mereka menghapus nama Jokowi seakan berkata, “Ups, salah kamar.”

Pertanyaannya, mengapa nama itu muncul? Kenapa dihapus? Tidak ada yang tahu. Mungkin algoritma mereka error. Mungkin juri mereka sedang ngantuk. Atau mungkin, hanya mungkin, ini adalah bab pertama dari konspirasi yang lebih besar.

Bayangkan, jaringan jurnalis global, didanai oleh lembaga-lembaga kelas berat seperti Ford Foundation, Open Society, Rockefeller Brothers Fund, bahkan pemerintah AS dan Uni Eropa. Katanya mereka independen. Tapi coba pikirkan. Benarkah uang sebesar itu datang tanpa syarat?

Jangan-jangan mereka seperti penulis skenario, menciptakan drama global sambil bermain-main dengan daftar nama pemimpin dunia.

Kita? Oh, kita beraksi dengan luar biasa. Para analis, politisi, dan netizen berlomba menyimpulkan. Ada yang bilang ini serangan politik. Ada yang bilang ini hanya lelucon yang salah paham. Ada juga yang berbisik, “Mungkin ini peringatan dari kekuatan besar.”

Tapi yang jelas, satu negara sudah terbakar semangatnya. “Periksa keluarga Jokowi!” teriak sebagian. “Tuntut OCCRP!” balas yang lain. Sementara itu, Jokowi sendiri mungkin sedang duduk di beranda rumah sambil ngopi, membaca berita ini sambil menggeleng, “Astaga, apa lagi sekarang?”

OCCRP, yang katanya didanai tanpa syarat, juga punya trik unik lain. Mereka membuka donasi publik. Mau menyumbang? Silakan. Pakai dolar, Bitcoin, atau PayPal. Mulai dari 10 dolar sampai 1.000 dolar per bulan.

Anda bahkan bisa ikut program keanggotaan yang mereka sebut “Accomplice Program.” Namanya keren, bukan? Tapi tunggu dulu. Accomplice berarti kaki tangan. Jika Anda menyumbang, apakah itu artinya Anda juga kaki tangan mereka?

Di tengah semua kekacauan ini, kita hanya bisa duduk dan tertawa. Lelucon global ini terlalu absurd untuk dicerna serius. Mungkin, suatu hari, kita akan melihat ini sebagai plot cerita epik, kisah tentang sebuah organisasi internasional yang datang, membuat gaduh, lalu menghilang tanpa jejak. Atau mungkin, ini hanyalah pengingat bahwa dunia ini tidak pernah benar-benar masuk akal.

Pantun dulu, wak!

Di Amsterdam pagi berkabut,
Jokowi masuk nominasi heboh,
Nama terhapus hilanglah ribut,
OCCRP tertawa sambil mengeluh.

Beli sepatu warna cokelat,
Di pasar ramai berdesakan,
Konspirasi hadir bak sihir sesat,
Publik geger tanpa kepastian.

#camanewak


Like it? Share with your friends!