Sibolga (radar-kalbar.com)- Konflik Penyu dan manusia berujung terbunuhnya seekor Penyu Lekang terjadi di Desa Muara Nauli, Kecamatan Sorkam, Kabupaten Tapanuli Tengah, Sumatera Utara dalam pekan ini.
Penyu diprediksi berbobot puluhan kilogram itu ditangkap warga saat naik ke pantai dan hendak bertelur. Anak-anak melihatnya dan melaporkannya ke para orangtua. Lantas, Penyu ditangkap sebelum bertelur. Diikat, dimasak dan disantap beramai-ramai oleh warga.
Peristiwa ini menyita perhatian banyak pihak, termasuk Komunitas Menjaga Pantai Barat (Komantab) berbasis di Kota Sibolga dan Kabupaten Tapanuli Tengah.
Dalam rangkaian kegiatan Ecotrip Penurunan Bendera di Poncan Gadang yang berlangsung Sabtu (31/8/2019), komunitas ini menggelar diskusi terfokus membahas konflik tersebut.
“Konflik Penyu dan Manusia kita jadikan tema dalam diskusi terfokus kali ini, kita merasa gelisah dengan peristiwa beberapa hari lalu dimana seekor Penyu LekangĀ dibantai,” kata Maecenas yang akrab disapa Doni.
Menurut dia, dalam diskusi tersebut, puluhan peserta dari lintas komunitas bersepakat, persoalan ini tidak boleh terjadi lagi. Sikap tegas dan penanganan serius dari multipihak harus dilakukan.
“Kita sepakat menyerukan agar konflik antara Penyu dan manusia jangan terjadi lagi. Penangkapan terhadap penyu, terutama berjenis dilindungi seperti Penyu Lekang tentu berkontribusi terhadap rusaknya habitat laut,” ujar Doni.
Menimpali Doni, akademisi Sekolah Tinggi Perikanan dan Kelautan (STPK) Matauli, Tapanuli Tengah Fitri Ariani menyesalkan sikap warga yang melakukan penangkapan itu.
Menurut dia, apa yang dilakukan warga tidak saja menyoal kerusakan habitat perairan laut, tapi juga menyangkut kesehatan warga yang mengkonsumsi daging Penyu.
Menurut dia, mengkonsumsi Penyu beresiko tinggi. Pasalnya, daging Penyu mengandung arsenik dan logam yang berbahaya bagi kesehatan manusia.
“Racun arsenik dan kandungan logam, termasuk mikroplastik ada di dalam daging Penyu, ini dipicu usia Penyu yang mencapai puluhan tahun,” katanya.
Sementara itu Fitri mengungkapkan, dari diskusi terfokus yang dilakukan Komantab, direkomendasikan sejumlah poin penting aksi penanganan, agar konflik antara Penyu dan manusia tidak terjadi lagi.
“Ya setidaknya bisa diminimalisir, karena tantangannya memang berat, misalnya soal mitologi bahwa daging Penyu bisa menambah vitalitas, ini adalah persepsi yang salah,” katanya.
Dia menyebutkan, beberapa poin tersebut yakni upaya penyadaran terhadap masyarakat. Misalnya dengan menyebarkan informasi-informasi dampak baik kehadiran Penyu di perairan dan dampak buruk mengkonsumsi Penyu.
Poin lainnya adalah mendorong agar lembaga-lembaga pendidikan di daerah tersebut menjadikan Penyu sebagai salah satu materi pendidikan.
“Penyadaran bagi generasi itu penting dilakukan, khususnya di pendidikan dasar dan menengah, kita mau dorong ada muatan lokal di sekolah-sekolah yang mengajarkan bahwa Penyu itu dilindungi dan bahwa Penyu itu gak baik untuk di konsumsi,” ujarnya.
Dia menambahkan, keterlibatan multipihak terutama lembaga-lembaga pemerintah tentu sangat dibutuhkan.
“Pengawasan hingga penindakan pada level yang tak bisa ditolerir tentu boleh dilakukan,” pungkasnya.
Ecotrip yang digelar Komantab kali ini, merupakan rangkaian Perayaan HUT Kemerdekaan RI ke 74. Selain diskusi terfokus, kegiatan yang di ikuti 50 an peserta ini juga menggelar penurunan bendera di laut dan di Bungker di Bukit Poncan.
Selain itu, penurunan belasan unit Bioreeftek dan Artificial Reef, serta aksi bersih pantai dan agenda edukasi pilah sampah.
Sumber : rilis