Kampus Menggeliat


Oleh : Ketua Satupena Kalimantan Barat, Dr. Rosadi Jamani

KETIKA seorang anak sukses, betapa bangganya orang tua. “Itu anak saya.” Sebaliknya, ketika anak suka menyusahkan orang lain, orang tua yang malu.

Bisa-bisa tak lagi diakui anak. Sedikit gambaran sivitas akademika Universitas Gadjah Mada (UGM) seperti tak lagi mengakui Jokowi sebagai alumninya. Jokowi dinilai sudah melenceng dari amanah UGM.

“Kami menyesalkan tindakan-tindakan menyimpang yang justru terjadi dalam masa pemerintahan Presiden Joko Widodo yang juga merupakan bagian dari keluarga besar Universitas Gadjah Mada,” kata Profesor Koentjoro di Balairung UGM, Rabu, 31 Januari 2024.

Guru besar, dosen, dan mahasiswa UGM menyatakan keprihatinan atas segala tindakan Jokowi sebagai alumninya. Jokowi seperti tak diakui sebagai keluarga besar UGM.

Sontak, petisi dari orang-orang hebat UGM itu seperti mengguncang istana. Gimana perasaan Jokowi bila keluarga besarnya tak lagi mengakuinya? Senang, sedih, marah, atau biasa saja.

Bagaimanapun Jokowi masih presiden negeri ini. Orang nomor satu yang memiliki power luar biasa besar. Dalam survei masih dicintai rakyat sekitar 75 persen.

Saya kira hanya sivitas akademika UGM saja yang membuat petisi. Ternyata, hal serupa dilakukan Universitas Islam Indonesia (UII).

Lewat civitas akademikanya diwakili Prof KH Abdul Kahar Muzakkir membacakan petisi Indonesia Darurat Kebangsaan. Mereka menilai, jalannya demokrasi sudah melenceng dan harus diluruskan.

“Demokrasi Indonesia kian tergerus dan mengalami kemunduran,” kata Abdul Kahar.

UGM dan UII sudah deklarasi keprihatinan. Esok rencananya sivitas akademika Universitas Indonesia (UI) ikut deklarasi. UI mengajak publik melakukan deklarasi kebangsaan dengan tema “Genderang Universitas Indonesia Bertalu Kembali” Semua tahu UI salah satu gerbong reformasi.

Saya hanya membayangkan bila seluruh universitas negeri dan swasta melakukan sikap sama dengan sivitas akademika UGM, UII, dan UI bisa bergetar nusantara. Kalau hanya mtiga kampus, cukup disenyumin atau dijogetin penguasa.

Tapi, bila bergerak se Indonesia, kekuatan rakyat tak bisa dibendung. Siapapun yang berkuasa tak bakalan kuat menghadang bila seluruh elemen kampus plus rakyat bersatu. Negara demokrasi, kekuasaan ada di tangan rakyat. Bila rakyat sudah berkehendak, kekuatan apapun bisa diruntuhkan.

Kita tunggu kampus lain. Rasanya hanya tiga itu. Ingat rektor masih di bawah kendali menteri. Sementara menteri anak buahnya presiden. Rektor paling takut bila jabatannya dicopot.

Kita tunggu kampus lain, berani ndak. Maklum jelang pencoblosan 14 Februari selalu ada manuver atas nama keadilan, demokrasi, dan kesejahteraan.

#camanewak


Like it? Share with your friends!