FOTO : Ilustrasi [ Ai ]
Oleh : Rosadi Jamani [ Ketua Satupena Kalimantan Barat ]
BERIKAN tepuk tangan meriah dong untuk polisi sukses mentersangkakan Wagub Babel. Apa pasalnya? Diduga gunakan ijazah palsu. Lho jangan tanya, gimana ijazah yang satunya itu ya? Itu lain cerita.
Simak narasinya sambil seruput Koptagul, wak!
Di Kepulauan Bangka Belitung (Babel), orang-orang percaya satu hal sejak lama, laut boleh bergelombang, tapi jejak perahu selalu tertinggal. Pasir Parai bisa menyamarkan langkah, Pantai Tanjung Tinggi bisa memantulkan cahaya hingga silau mata, tapi fakta, seperti batu granit raksasa di Belitung, tak mudah dipindahkan.
Maka ketika Bareskrim Polri menetapkan Wakil Gubernur Babel, Hellyana, sebagai tersangka dugaan penggunaan ijazah palsu, publik seperti melihat mercusuar Lengkuas tiba-tiba menyala terang di tengah kabut.
Ini bukan cerita biasa. Ini kisah tentang ijazah yang muncul seperti timah apung di laut Selat Gaspar, terlihat, berkilau, tapi tak jelas dari mana asalnya. Konon ditempa hanya dalam waktu satu tahun. Satu tahun, wak. Di Bangka, nambang timah saja butuh sabar, gali-pindah-gali, kadang pulang cuma dapat lumpur. Ini tidak. Sekali gali, langsung sarjana. Efisien. Terlalu efisien.
Hellyana, lahir di Tanjung Pandan, 26 Juli 1977, adalah politisi PPP yang kariernya melaju seperti speedboat dari Pelabuhan Pangkalbalam. Dari DPRD Babel 2019–2024, melesat ke kursi Wakil Gubernur pada 2024. Ombak belum sempat reda, angin belum sempat berubah arah, 2025 datang membawa badai lain, status tersangka. Perahu kekuasaan yang tadinya meluncur mulus, mendadak dihantam karang.
Awal kisah ini sederhana, bahkan remeh, mahasiswa kepo. Ada yang membuka PDDikti, seperti nelayan Belinyu memeriksa peta arus sebelum melaut. Nama Hellyana dicari sebagai mahasiswa Universitas Azzahra. Hasilnya kosong. Tak ada. Seperti dermaga tua di Sungailiat yang tinggal cerita. Tapi anehnya, ijazah ada. Di sinilah logika mulai karam. Kuliah tanpa tercatat, lulus tanpa jejak. Seperti kapal masuk Muara Air Kantung tanpa meninggalkan riak.
Bareskrim rupanya memilih menjadi mercusuar, bukan penonton pantai. Mereka tak percaya cerita kuliah ala dongeng Batu Belimbing. Ilmu hukum mereka lebih membumi dari mitos. Maka pada 17 Desember 2025, terbitlah Surat Ketetapan Nomor S.Tap/S-4/104/XII/2025/Dittipidum/Bareskrim. Palu diketuk. Status tersangka ditetapkan. Di negeri yang sering membiarkan pasir menutup bangkai kapal, ini langkah yang patut dicatat.
Tentu, Hellyana membantah. Ia mengaku belum menerima surat resmi dan siap membuktikan ijazahnya sah. Kita tunggu saja. Siapa tahu nanti muncul saksi akademik dari balik hutan mangrove, atau dosen yang bersumpah membimbing skripsi sambil menatap matahari terbenam di Pantai Matras. Mungkin pula ada metode belajar rahasia, kuliah jarak jauh sejauh Pulau Lepar ke Pulau Pongok, tak terlihat, tapi katanya ada.
Soal harta, ceritanya juga berkilau seperti timah mentah. LHKPN 2024 mencatat kekayaan Hellyana Rp5,6 miliar. Tanah dan bangunan Rp5 miliar, kendaraan, harta lain, dan utang Rp470 juta. Angka-angka ini rapi, seperti peta kota Pangkalpinang di meja perencana. Tapi hidup suka bercanda. Di tengah miliaran itu, terselip tunggakan hotel Rp22 juta. Receh, tapi menggelitik. Seperti kapal besar kandas hanya karena lupa pasang jangkar.
Namun di balik semua riuh ini, ada satu hal yang layak disorot seterang matahari Belitung, polisi bekerja. Bareskrim Polri, di tengah politik yang sering seperti pasar pagi di Koba, ramai, ribut, saling teriak, tiba-tiba berdiri tenang seperti batu granit. Mereka tak silau jabatan, tak tergoda gelar, dan tak terpesona kertas berstempel. Mereka membuktikan bahwa hukum, meski sering terombang-ambing, masih bisa menjadi kompas.
Maka biarlah ombak terus bergulung di Pantai Tongaci, biarlah angin berputar di Selat Bangka. Fakta tetap fakta. Hari ini, mercusuar itu menyala. Mengingatkan kita, di negeri Laskar Pelangi, sekeras apa pun granit, setipis apa pun pasir, kebohongan tetap akan tergerus. Cepat atau lambat.
#camanewak
#jurnalismeyangmenyapa
#JYM
