Radar KalbarRadar Kalbar
  • Home
  • Indeks
  • Kalbar
  • Nasional
  • Peristiwa
  • Politik
  • Ragam
  • Lainnya
    • Hukum
    • Olah Raga
    • Gaya Hidup
    • Bisnis
    • Figur
    • Tekno
    • Entertainment
Radar KalbarRadar Kalbar
  • Kapuas Hulu
  • Kayong Utara
  • Ketapang
  • Kubu Raya
  • Landak
  • Melawi
  • Mempawah
  • Pontianak
  • Sambas
  • Sanggau
  • Sekadau
  • Singkawang
  • Sintang
Pencarian
  • Home
  • Indeks
  • Kalbar
  • Nasional
  • Peristiwa
  • Politik
  • Ragam
  • Hukum
  • Olah Raga
  • Gaya Hidup
  • Bisnis
  • Figur
  • Tekno
  • Entertainment
Radar Kalbar > Indeks > Opini > Menkeu Purbaya Kasih Opsi MBG Diganti 10Kg Beras
Opini

Menkeu Purbaya Kasih Opsi MBG Diganti 10Kg Beras

Last updated: 22/09/2025 23:26
22/09/2025
Opini
Share

FOTO : Siswi sedang makan siang [ ilustrasi AI ]

Oleh : Rosadi Jamani [ Ketua Satupena Kalimantan Barat ]

“Itu yang dukung MBG, belum ngerasa anaknya kerancunan. Saya stres dan trauma lihat anak saya terbaring lemes, muka pucat di rumah sakit,” curhatan seorang ibu ke saya.

Soal MBG lagi ramai ni, wak. Ramai karena keracunan massal. Menkeu Purbaya ngasih opsi, ganti MBG dengan 10Kg beras. Mari simak narasinya, wak!

Negara ini sedang demam proyek makan bergizi gratis alias MBG. Anggaran disiapkan bak mahar perkawinan mewah, Rp71 triliun. Tapi apa daya, sampai jelang tutup buku, baru Rp13 triliun yang berhasil ditelan birokrasi.

Sisanya? Menggantung di udara, bagai nasi basi di meja resepsi. Maka muncullah Menkeu Purbaya Yudhi Sadewa, sang juru selamat anggaran, dengan ide suci. Kalau MBG tak jalan, ganti saja dengan beras 10 kg per rumah tangga. Lebih sederhana, lebih pasti, dan tentu saja lebih gampang difoto untuk baliho.

Mengapa opsi ini muncul? Lihatlah catatan kelam MBG. Dari Sukoharjo, Cianjur, Bogor, Bombana, Kubu Raya, hingga Garut yang mencatat 569 siswa keracunan hanya karena menu nasi, ayam woku, tempe orek, dan stroberi. E. coli dan Salmonella pun unjuk gigi, seolah diundang khusus jadi bintang tamu.

MBG yang seharusnya menambah gizi justru melatih ketahanan tubuh anak-anak menghadapi perang biologis. Di Kalbar, siswa muntah berjemaah setelah lauk berbau aneh, di Bogor puskesmas penuh sesak, di Garut stroberi jadi senjata kimia. Jika ini bukan tragedi kuliner nasional, lalu apa?

Lebih gila lagi, demi kejar target serapan, pemerintah komandoi, “Bangun dapur massal secepatnya!” Maka berdirilah ribuan dapur MBG terburu-buru. Bukan dengan konsep gizi, melainkan konsep “yang penting keluar nasi kotak.” Filosofinya berubah, dari gizi seimbang ke “asal kenyang, asal cepat, asal anggaran terserap.”

Negara jadi seperti chef amatiran yang panik menghadapi tamu datang tiba-tiba, ayam setengah matang, sayur basi, sambal beraroma tikungan.

Di sisi lain, netizen menggugat. “Hentikan MBG! Sudah cukup anak-anak jadi kelinci percobaan. Kasih saja uang langsung ke orang tua siswa.” Argumen mereka sederhana sekaligus menusuk, emak-emak jauh lebih paham gizi ketimbang tender dapur kilat.

Emak bisa masak sayur asem segar, tempe goreng kriuk, atau bahkan sekadar telor dadar yang pasti lebih aman ketimbang ayam lendir hasil dapur panik. Uang yang dibagi langsung juga bisa memutar ekonomi pasar tradisional, dari tukang sayur keliling sampai pedagang ikan di pinggir kali.

Tapi pemerintah ragu. Mereka takut uang itu malah dipakai beli rokok, kuota, atau cicilan belanja online. Ironisnya, justru negara sendiri yang terbukti mengubah uang rakyat jadi ayam amis. Antara khawatir rakyat salah pakai uang dan kenyataan negara salah kelola anggaran, bedanya hanya pada siapa yang muntah duluan.

Kini, pilihan ada di meja nasi bangsa ini, tetap bertahan dengan proyek MBG yang tiap bulan menghasilkan berita keracunan, atau menyerah elegan dengan sekarung beras 10 kg.

Dalam filsafat makan, memberi beras memang tak seindah memberi lauk lengkap, tapi setidaknya tidak bikin anak-anak tergeletak di koridor sekolah. Lebih baik perut kenyang dengan nasi biasa, daripada kenyang dengan berita duka.

Akhirnya, drama MBG ini membuktikan satu hal, negara bisa menggelontorkan triliunan rupiah, tapi tak sanggup menjaga satu hal paling sederhana di dunia, sepiring nasi sehat.

Sebuah pesan dari seorang ibu. “Sebagai seorang ibu, hati saya remuk melihat anak pulang dari sekolah dengan wajah pucat, perut mual, dan tubuh gemetar hanya karena sepiring makanan yang katanya bergizi. Saya tidak butuh penjelasan panjang tentang anggaran triliunan, saya hanya ingin anak saya aman saat makan di sekolah.

Rasanya seperti dikhianati, karena yang seharusnya menyehatkan justru meracuni, yang seharusnya melindungi malah melukai. Bagaimana saya bisa percaya lagi kalau setiap kali anak saya menyuap nasi dari program itu, saya dihantui ketakutan apakah besok ia masih bisa tersenyum?”

Pesannya lagi, “Negara mungkin menganggap keracunan itu angka statistik, tapi bagi saya, itu adalah trauma nyata. Saya ingin penguasa mengerti, makanan bukan proyek, tapi nyawa. Jangan jadikan anak-anak sebagai korban percobaan demi laporan serapan anggaran. Jika memang tidak mampu memastikan mutu makanan, hentikan.

Biarlah kami orang tua yang menyiapkan dengan cinta, meski sederhana. Karena cinta seorang ibu selalu lebih bergizi dari pada tender terburu-buru yang berakhir di puskesmas.”

#camanewak

Bagikan ini:

  • Klik untuk membagikan di Facebook(Membuka di jendela yang baru) Facebook
  • Klik untuk berbagi di X(Membuka di jendela yang baru) X
  • Klik untuk berbagi di WhatsApp(Membuka di jendela yang baru) WhatsApp
  • Klik untuk mengirimkan email tautan ke teman(Membuka di jendela yang baru) Surat elektronik
  • Klik untuk berbagi di Telegram(Membuka di jendela yang baru) Telegram
TAGGED:Ganti berasKasus keracunanMakan gratisMBGMenkeuUbah pola
Share This Article
Facebook Whatsapp Whatsapp Telegram Copy Link

Terpopuler Bulan Ini

KPMKB Surabaya Desak Penuntasan “Kasus” Warga Tewas Tertimpa Pohon di Proyek Jembatan Mempawah

04/09/2025
Dari Persiwah ke Sambas, Jejak Abadi Ruslan M Saleh Kini Hanya Tinggal Kenangan, Ia Telah Berpulang Dipanggil sang Khalik
09/09/2025
Tragedi Tongkang Sinar Kota Besi III di Dermaga PT STIM Tayan, Dua ABK Meregang Nyawa, Polisi Selidiki Penyebabnya
27/08/2025
Setahun Menghilang, Seorang Pria di Tayan, Ditemukan Tinggal Tengkorak
24/09/2025
Respon Keluhan Warga Riam Berasap Jaya, Tim DPRD KKU dan Instansi Terkait Tinjau Sungai Siduk, Kamiriluddin : Kita Tunggu Hasil Lab-nya
27/08/2025

Berita Menarik Lainnya

Gila, Polisi Pamerkan 204 Miliar dari Penipu Rekening Nganggur

12 jam lalu

Pasca Keracunan, Satgas MBG Sanggau Ambil Langkah Cepat, Pastikan Keamanan Makanan untuk Pelajar

11 jam lalu

Keracunan MBG Jadi Sorotan, BPM Kalbar Dorong Pemerintah Lakukan Perbaikan

12 jam lalu

Dua Tim Reformasi Polisi, Mana yang akan Didengar Presiden?

24/09/2025

PT. DIMAS GENTA MEDIA
Kompleks Keraton Surya Negara, Jalan Pangeran Mas, No :1, Kel Ilir Kota, Sanggau, Kalbar

0812-5012-1216

Terkait

  • Redaksi
  • Kode Etik
  • Kebijakan Privasi
  • Redaksi
  • Kode Etik
  • Kebijakan Privasi

Regional

  • Kapuas Hulu
  • Kayong Utara
  • Ketapang
  • Kubu Raya
  • Landak
  • Melawi
  • Mempawah
  • Pontianak
  • Sambas
  • Sanggau
  • Sekadau
  • Singkawang
  • Sintang
  • Kapuas Hulu
  • Kayong Utara
  • Ketapang
  • Kubu Raya
  • Landak
  • Melawi
  • Mempawah
  • Pontianak
  • Sambas
  • Sanggau
  • Sekadau
  • Singkawang
  • Sintang