China Terus Kehilangan Warga


Oleh : Rosadi Jamani [ Ketua Satupena Kalimantan Barat ]

LIBUR telah tiba. Sambil nyantai minum kopi, sesekali kita ngerumpi negara lain ya. Kisah dalam negeri sepertinya gitu melulu.

Kabar terbaru datang dari China. Negeri yang dulunya dikenal dengan slogan “Satu anak, banyak masalah,” kini sedang berjuang dengan masalah baru, jumlah penduduk yang terus menyusut.

Pada 2024, China kehilangan 2 juta penduduk dalam setahun. Ya, dua juta! Jumlah yang setara dengan seluruh penduduk di negara-negara kecil yang mungkin lebih dikenal sebagai ‘negeri maya’ di peta. “Hayya..ho..,” kate amoy Singkawan.

Begitulah, wak! Populasi China kini terjun bebas menjadi 1,408 miliar. Jika ente bingung, itu adalah dua juta lebih sedikit daripada tahun lalu. Bisa jadi dua juta orang ini sedang sibuk mencari alasan kenapa punya anak sekarang begitu mahal, atau mungkin mereka sedang membuang uang untuk membeli rumah yang harganya setara dengan lima kali lipat gaji tahunan.

Kita bicara soal ekonomi, ya. Negara dengan pertumbuhan ekonomi yang mengagumkan selama dekade terakhir kini harus menelan pil pahit. Angka kelahiran yang merosot drastis. Darren Tay, kepala analis dari BMI, dengan santainya mengatakan bahwa jika tren ini terus berlanjut, China akan menghadapi krisis tenaga kerja yang mengerikan.

Bahkan, lebih mengerikan dari harga sewa rumah di Beijing. PDB China diperkirakan akan terhambat, dan tentu saja, itu akan membuat banyak orang bertanya-tanya, “Kenapa kita belum berinvestasi di generasi masa depan?”

Sementara itu, di sektor yang lebih menggigit, ada yang disebut dengan beban fiskal, ya, ini adalah istilah canggih untuk menggambarkan masalah ketika penduduk yang lebih tua membutuhkan uang pensiun. Tak pelak, ekonomi China di masa depan akan semakin tercekik oleh kerusakan demografi ini.

Ini adalah fenomena yang sudah dibicarakan oleh Economist Intelligence Unit (EIU), yang memprediksi populasi China akan turun menjadi 1,317 miliar pada 2050, dan terus jatuh ke angka yang menakutkan, 732 juta pada 2100. Apakah kita bisa bayangkan rumah kosong di seluruh China, dengan harga yang tetap tidak bersahabat? Mungkin mereka akan membuka rumah kosong tersebut untuk orang yang tidak mampu membayar sewa.

Masalah terbesar, menurut para ekonom, adalah biaya perumahan. Tanah dan rumah di China, seperti yang dikatakan Tianchen Xu dari EIU, semakin mahal, menyebabkan orang-orang lebih memilih untuk tidak punya anak.

Bahkan untuk membeli sebuah properti, ente mungkin harus menjual seluruh jiwa, tentu saja, kalau jiwa entebisa dijual di pasar bebas.

Di sisi lain, ada hal yang perlu dicontohkan oleh kita, Indonesia. Di sini, meskipun harga rumah dan biaya hidup juga menanjak, masih banyak yang suka kawin, ups. Ayo ngaku…! hehehe..dan tidak hanya sekali.

Kadang ada yang suka dengan sistem “istri simpanan,” yang tentu saja bisa menambah jumlah populasi, meskipun masalah sosialnya sedikit rumit. Namun, satu hal yang pasti, orang-orang Indonesia masih menganggap penting untuk menjaga tradisi “keluarga besar” tanpa perlu menunggu bantuan dari pemerintah.

Sementara China mengalami penurunan populasi yang lebih cepat dari kecepatan pertumbuhan padi di sawah, kita di Indonesia masih menikmati keberagaman dalam bentuk keluarga besar yang penuh dengan tantangan, tawa, dan… mungkin hutang.

Maka, bagi yang di China, mungkin saatnya mulai merencanakan kebijakan “Keluarga 5 Anak Gratis,” dan bagi Indonesia, mari lanjutkan warisan “Keluarga Besar” dengan semangat.

#camanewak


Like it? Share with your friends!