FOTO : momen saat ratusan warga Desa Meranggau didampingi pasukan TBBR saat menggelar ritual adat dan aksi damai di Jetty PT BKB Meliau (ok)
SANGGAU – radarkalbar.com
RATUSAN warga, ahli waris dari beberapa leluhurnya menggelar aksi damai di Jetty (pelabuhan, red) PT Bumi Khatulistiwa Bauksit (PT BKB) terletak di Dusun Tayok, Desa Meliau Hulu, Kecamatan Meliau, Kabupaten Sanggau, Kalbar, pada Jumat (22/3/2024).
Aksi damai ahli waris dan warga dari Desa Meranggau tersebut, diawali dengan ritual adat, kemudian dilanjutnya dengan pemagaran akses loading ke Sungai Kapuas dari Jetty PT BKB tersebut.
Selanjutnya, mereka secara bergantian melaksanakan orasi yang berisikan tuntutan kepada manajemen PT BKB tersebut.
Teriknya panas, tepat pukul 12.00 WIB, tak membuat langkah mereka surut, untuk memperjuangkan tuntutan atas lahan peninggalan leluhurnya yang telah rusak akibat aktivitas PT BKB.
Rangkaian aksi warga ini merupakan ungkapan kekecewaan mereka kepada manajemen PT BKB yang tak peduli atas tercemarnya lahan tembawang peninggalan leluhur mereka, yang berada di wilayah Desa Meranggau.
Bahkan, pihak ahli waris beberapa kali menyurati perusahaan tersebut. Namun, hingga saat ini tak kunjung ada balasan atau respon dari perusahaan.
Selanjutnya, untuk pengurusan ke perusahaan, terkait tuntutan ahli waris dari beberapa leluhur ini, diserahkan ke DPD Tariu Borneo Bakule Rajakng (TBBR) Kabupaten Sanggau.
Hadir mendampingi ahli waris tersebut, sejumlah unsur TBBR dari beberapa kecamatan dipimpin langsung Ketua DPD TBBR Kabupaten Sanggau, Martinus Bontot.
Salah seorang ahli waris, Fransiskus Bambang S, ditemui sela-sela aksi damai tersebut mengatakan lahan tembawang yang rusak tersebut, berisikan aneka pepohonan buah-buahan. Dan pohon yang dilindungi seperti tengkawang, pekawai dan lain-lain.
“Sekarang lahan tembawang peninggal leluhur kami sudah rusak, karena aktivitas PT BKB. Kami sudah menyurati perusahaan PT BKB beberapa kali. Namun, tak direspon. Lahan ini peninggalan leluhur kami, bagian batang tubuh leluhur kami,” teriak Bambang.
Menurut Bambang, pihaknya dan perwakilan perusahaan, telah turun ke lapangan dan bahkan mengukur lahan yang terkena limbah tersebut. Namun, sekian waktu ditunggu, tak kunjung ada niat baik mereka.
“Jadi, kami akan bertahan dengan tuntutan kami. Tak ada tawar menawar lagi,” tegasnya.
Pendampingan TBBR
Ketua DPD TBBR Kabupaten Sanggau, Martinus Bontot menegaskan setelah pihaknya mendapatkan kuasa atau pelimpahan dari ahli waris dan warga tersebut beberapa leluhur tersebut, maka pihaknya akan tetap membela dan melindungi hak-hak ahli waris dan warga tersebut.
Menurut Martinus, pihaknya turun ke lapangan mendampingi pelaksanaan ritual adat dan pemancangan pagar di Jetty PT BKB, hingga persoalan tersebut tuntas.
“Sesuai dengan visi dan misi TBBR, maka kami berkewajiban atau mengambil sikap, untuk melindungi tanah leluhur, yang oleh ahli waris yang telah berjuang kemana-mana atas lahan leluhurnya yang rusak karena limbah tersebut,” ungkapnya.
Selanjutnya kata Martinus, TBBR akan memfasilitas pertemuan ahli waris ke manajemen perusahaan PT BKB. Guna mencarikan solusi penyelesaian persoalan tersebut.
“Aktivitas perusahaan tak bisa beroperasi selama persoalan belum tuntas dan pancang pagar yang dipasang melalui ritual adat tersebut belum dibuka,” tegasnya.
Dinilai tak hargai adat
Ketua Adat (Kadat) Desa Meranggau, Stefanus Murat mengaku kesal dengan ulah PT BKB, yang dinilai tak menghargai adat istiadat wilayah tersebut.
“Kami selama ini, meyakini adat istiadat kami. Tahu-tahu datang sebuah perusahaan tak mengharga kami, yang hidupnya beradat,” cetusnya.
Abaikan hak karyawan
Saat aksi tersebut, terungkap juga jika perusahaan PT BKB abai terhadap hak – hak karyawan, diantaranya terkait gaji serta lainnya.
Simon Petrus Situmorang pekerja di perusahaan tersebut mengatakan banyak hak-hak karyawan tak dipenuhi. Terkait pengupahan dan hak-hak lainnya.
“Sesuai dengan Undang – undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang pendirian Perusahaan Terbatas (PT), tanggungjawab sosial dan lingkungan menjadi tanggungjawab perusahaan. Dan harus turut mengembangkan ekonomi berkelanjutan. Sementara gaji pokok di bawah UMK, gaji pokok untuk sopir hanya Rp 1,5 juta,” beber pria yang juga tergabung dalam KSBSI KAMI PARHO tersebut.
Ia menambahkan, dalam PP nomor 35 tahun 2021 menyebutkan perusahaan tidak boleh memecat karyawan secara sepihak. Namun, kenyataannya ada beberapa warga di Dusun Tayok dan Desa Meranggau yang dipecat secara sepihak.
“Jadi, jikapun perusahaan ini kembali beroperasi. Maka, kita minta harus sosialisasi ulang kepada masyarakat adat Tayok dan Desa Meranggau. Ini poin yang mesti diperhatikan. Walaupun saya dari luar. Tapi saya sudah berdomisili disini, berjiwa disini. Ini yang mau saya bela,” tegasnya.
Sementara, perwakilan PT BKB, Asun dan Santoso tak bisa memberikan tanggapan apa-apa, terkait tuntutan ahli waris tersebut. Dan akan menyampaikan kepada pimpinan PT BKB.
“Kalau ambil keputusan saya belum bisa. Tapi akan saya sampaikan ke atasan.” ucapnya singkat.
Usai menggelar aksi damai dan ritual adat tersebut. Warga dan ahli waris membubarkan diri dan kembali ke kampung masing-masing dengan tertib.
Selama rangkaian aksi tersebut berlangsung, mendapatkan pengawalan dari TNI/Polri serta pihak lainnya.
Tampak hadir saat itu, Kasat Intelkam Polres Sanggau Iptu Suhartoto, Kapolsek Meliau AKP Sukiswandi, Koramil 1204 – 08 Meliau serta sejumlah unsur lainnya. (SerY Tayan)