FOTO : Kadis Kominfo Kalbar, berinisial S, saat digiring penyidik Kejari Pontianak usai ditetapkan sebagai tersangka [ ist ]
redaksi – radarkalbar.com
PONTIANAK – Suasana di Kejaksaan Negeri Pontianak tampak lebih sibuk dari biasanya pada Selasa, (29/4/2025) pagi.
Di balik tembok institusi penegak hukum itu, berlangsung sebuah episode penting dalam upaya pemberantasan korupsi di Kalimantan Barat, dua orang resmi ditetapkan sebagai tersangka dan langsung ditahan.
Salah satunya adalah pejabat tinggi di lingkungan Pemprov Kalbar, Kepala Dinas Komunikasi dan Informatika berinisial S.
Kemudian, bersama seorang rekanan proyek berinisial AL. Tersangka, S diduga terlibat dalam praktik korupsi proyek pengadaan jaringan serat optik tahun 2022.
Nilai proyek itu tak tanggung-tanggung, menelan anggaran miliaran rupiah yang seharusnya digunakan untuk memperkuat konektivitas internet antar instansi pemerintahan.
Namun, alih-alih memperkuat jaringan digital, proyek ini justru diduga memperkuat kantong pribadi.
“Pelimpahan barang bukti dan dua orang tersangka telah dilakukan kepada jaksa penuntut umum. Keduanya ditahan untuk 20 hari ke depan di Rutan Kelas IIA Pontianak,” ungkap Kepala Seksi Intelijen Kejari Pontianak, Dwi Setiawan Kusumo.
Menurut Dwi, hasil penyelidikan menunjukkan bahwa pengadaan proyek dilakukan tanpa prosedur lelang yang semestinya. Perusahaan penyedia, PT Borneo Cakrawala Media, ditunjuk secara langsung tanpa proses seleksi terbuka, meskipun proyek ini telah disusun sejak akhir 2021.
Tak hanya soal prosedur, kerugian negara pun menjadi sorotan.
“Akibat perbuatan mereka, negara dirugikan lebih dari Rp3 miliar,” tegas Dwi.
Kasi Pidana Khusus Kejari Pontianak, Salomo Saing, menambahkan bahwa praktik menyimpang ini bermula sejak pengadaan tahap awal pada 2021, dengan sistem e-katalog dan anggaran mencapai Rp6 miliar.
Pada 2022, proyek kembali digelontorkan dengan anggaran meningkat menjadi Rp 5,7 miliar. Semakin banyak OPD yang dijangkau, namun pengelolaan dana justru makin buram.
“Penunjukan langsung tanpa lelang adalah pelanggaran serius, terlebih kegiatan ini sudah dirancang jauh hari. Semua proses seharusnya bisa dilakukan dengan transparan,” jelas Salomo.
Penahanan ini menjadi sinyal tegas dari Kejari Pontianak bahwa era impunitas bagi penyalahgunaan jabatan makin sempit. Di tengah semangat digitalisasi pemerintahan, ironi justru muncul dari proyek yang seharusnya jadi fondasi transformasi digital itu sendiri.
Kini, publik menantikan babak berikutnya: proses peradilan yang adil, transparan, dan menjadi pelajaran bagi pejabat lain agar tidak bermain api dengan uang rakyat. [ red]
editor : tim redaksi