Radar KalbarRadar Kalbar
  • Home
  • Indeks
  • Kalbar
  • Nasional
  • Peristiwa
  • Politik
  • Ragam
  • Lainnya
    • Hukum
    • Olah Raga
    • Gaya Hidup
    • Bisnis
    • Figur
    • Tekno
    • Entertainment
Radar KalbarRadar Kalbar
  • Kapuas Hulu
  • Kayong Utara
  • Ketapang
  • Kubu Raya
  • Landak
  • Melawi
  • Mempawah
  • Pontianak
  • Sambas
  • Sanggau
  • Sekadau
  • Singkawang
  • Sintang
Pencarian
  • Home
  • Indeks
  • Kalbar
  • Nasional
  • Peristiwa
  • Politik
  • Ragam
  • Hukum
  • Olah Raga
  • Gaya Hidup
  • Bisnis
  • Figur
  • Tekno
  • Entertainment
Radar Kalbar > Indeks > Opini > Tubuh Abang Ojol Itu Digilas dan Tewas, Sungguh Tragis
Opini

Tubuh Abang Ojol Itu Digilas dan Tewas, Sungguh Tragis

Last updated: 29/08/2025 22:47
28/08/2025
Opini
Share

FOTO : Ilustrasi AI [ ist ]

Tim redaksi – radarkalbar.com

SEBUAH kejadian tragis dan sangat memilukan. Rasa kemanusian seperti sudah hilang di negeri ini. Abang ojek online (ojol) dengan baju dinas hijaunya, tergilas.

Nyawanya pun lepas. Sebelum seruput kopi tanpa gula, kita ucapkan belasungkawa, wak. “Innalillahiwainnailaihirojiun”

Detik itu tiba seperti adegan neraka yang diproyeksikan ke tengah jalan Pejompongan. Malam 28 Agustus 2025, udara penuh gas, jerit, dan debu aspal.

Di tengah kerumunan yang kacau, seorang pria sederhana dengan jaket hijau, seragam harapan jutaan pekerja ojol, berdiri di atas motornya, matanya cemas tapi masih menatap ke depan.

Namanya MUA, tiga huruf yang tak pernah masuk berita sebelum malam ini. Dia hanya ingin pulang, mungkin mengantar order terakhir, mungkin sekadar melewati jalur itu. Tapi takdir jahat menunggu di ujung jalan.

Suara mesin berat datang, dengung baja yang menggetarkan tanah, seperti gemuruh raksasa lapar. Rantis Brimob muncul, lampunya menyalak, bodinya seperti monster dengan perut penuh dendam.

Massa berhamburan, sebagian masih mencoba melawan, tapi MUA tak sempat. Tangannya gemetar, motornya tertahan di lautan manusia. Dalam sepersekian detik, bayangan hitam rantis itu menutup langit di atasnya.

Inilah detik paling getir, rakyat jelata yang tak bersenjata, berhadapan langsung dengan kendaraan perang milik negara.

Benturan pertama terdengar bagai gong kematian. Moncong besi menghantam sisi motor, tubuh MUA terhempas ke aspal. Suara teriak pecah, orang-orang menjerit.

Namun, roda raksasa tak berhenti. Ia terus melaju, menindih. Satu, dua, tiga putaran, hingga daging dan tulang tak lagi bisa dibedakan dari debu jalan. Bayangkan detik itu, tubuh manusia yang masih hidup, digiling di bawah roda negara yang katanya “melindungi.”

Tak ada jeda, tak ada belas kasih, hanya bunyi logam menindas tulang, bunyi nyawa yang patah.

Massa panik, berlari mendekat, memukul bodi baja dengan tangan kosong. Suara tangisan bercampur amarah, “Berhenti! Itu orang! Itu manusia!” Tapi rantis tetap melaju, seakan pengemudinya tuli, atau barangkali sengaja.

Bayangan kematian menari di lampu strobo, jalanan berubah jadi altar pengorbanan. Di tengah riuh, MUA terkapar tak lagi bergerak. Matanya menatap kosong ke langit Jakarta yang muram. Detik terakhirnya begitu kejam. Tak ada keluarga, tak ada doa, hanya aspal hitam dan roda baja.

Tubuhnya kemudian diangkat dengan tergesa, dikerubungi wajah-wajah pucat. Jaket hijau yang dulu simbol kerja keras kini berubah jadi kain kafan darurat, berlumur darah dan debu.

MUA, yang barangkali masih sempat bermimpi tentang rumah kecil di Sukabumi, kini terbujur kaku di mobil evakuasi menuju RS Pelni. Di situ, dokter hanya bisa memastikan apa yang semua orang sudah tahu, dia telah tiada, dilindas oleh negara yang seharusnya menjaganya.

Dunia maya meledak. Netizen marah, memaki aparat, mengutuk pemerintah. Komunitas ojol menundukkan kepala, membacakan doa, menyebutnya pahlawan tanpa tanda jasa.

Tapi Polri? Pemerintah? Sunyi. Yang muncul hanya suara Kompolnas dengan kalimat template, “akan diselidiki.” Seakan tragedi sebesar ini hanyalah salah satu baris laporan yang bisa hilang di rak arsip.

Seakan tubuh MUA hanyalah statistik, bukan manusia dengan keluarga, bukan pekerja yang tiap hari menembus panas dan hujan demi sesuap nasi.

Detik-detik MUA dilindas rantis bukan sekadar kecelakaan, itu adalah pengkhianatan. Negara, dalam wujud paling kasarnya, telah menggilas darah dagingnya sendiri. Kita diminta diam, menerima, melupakan. Tapi bagaimana mungkin melupakan? Bayangan itu terlalu jelas, jeritan massa terlalu nyaring, darah di aspal terlalu nyata.

Maka marahlah. Jangan biarkan kematian MUA dikecilkan jadi catatan birokrasi. Ingatlah detik-detik itu, karena di sanalah wajah asli negara tersingkap, monster baja yang melindas tukang ojol. Jika hari ini kita diam, besok bisa giliran kita.

“Mari kita berdoa agar arwah MUA bisa tenang dan damai di alam sana!”

 

 

 

#camanewak

Bagikan ini:

  • Klik untuk membagikan di Facebook(Membuka di jendela yang baru) Facebook
  • Klik untuk berbagi di X(Membuka di jendela yang baru) X
  • Klik untuk berbagi di WhatsApp(Membuka di jendela yang baru) WhatsApp
  • Klik untuk mengirimkan email tautan ke teman(Membuka di jendela yang baru) Surat elektronik
  • Klik untuk berbagi di Telegram(Membuka di jendela yang baru) Telegram
TAGGED:demoOjolTerlindas Rantis
Share This Article
Facebook Whatsapp Whatsapp Telegram Copy Link

Terpopuler Bulan Ini

Selebgram Oca Fahira Meninggal Akibat Kecelakaan Lalu Lintas di Sungai Pinyuh

30/09/2025
Setahun Menghilang, Seorang Pria di Tayan, Ditemukan Tinggal Tengkorak
24/09/2025
Sore Mencekam di Sungai Pinyuh, Si Jago Merah Lahap Empat Rumah Warga di Jalan Karya Usaha
24/09/2025
Laskar Cinta Jokowi Minta Menkeu Purbaya Dipecat
16/10/2025
Pengedar Sabu di Balai Karangan Diciduk, 10 Paket Siap Edar Disita
12/10/2025

Berita Menarik Lainnya

Bulutangkis Kita Tersenyum Lagi Lewat Jonatan Christie

9 jam lalu

Drama Antagonis Dalam Kabinet Ekonomi Indonesia

18/10/2025

Utang dan Kecepatan Cahaya Bernama Whoosh

18/10/2025

Memahami Cara Kerja Inteligen Indonesia

19/10/2025

PT. DIMAS GENTA MEDIA
Kompleks Keraton Surya Negara, Jalan Pangeran Mas, No :1, Kel Ilir Kota, Sanggau, Kalbar

0812-5012-1216

Terkait

  • Redaksi
  • Kode Etik
  • Kebijakan Privasi
  • Redaksi
  • Kode Etik
  • Kebijakan Privasi

Regional

  • Kapuas Hulu
  • Kayong Utara
  • Ketapang
  • Kubu Raya
  • Landak
  • Melawi
  • Mempawah
  • Pontianak
  • Sambas
  • Sanggau
  • Sekadau
  • Singkawang
  • Sintang
  • Kapuas Hulu
  • Kayong Utara
  • Ketapang
  • Kubu Raya
  • Landak
  • Melawi
  • Mempawah
  • Pontianak
  • Sambas
  • Sanggau
  • Sekadau
  • Singkawang
  • Sintang