Oleh : Mohammad Nasir
MENGENANG bencana alam Corona Virus Disease (Covid-19) yang ditetapkan sebagai pandemi di Indonesia (31 Maret 2020- 21 Juni 2023), Mohammad Nasir menulis puisi bertema Covid-19.
Mohammad Nasir, wartawan senior, aktivis organisasi pers, dan relawan kemanusiaan yang super sibuk membantu pelayanan vaksinasi dan pemeriksaan kesehatan ketika Covid-19. Bekerja di Harian Kompas (1989- 2018).
Belakangan ia aktif di kelompok kerja Komisi Pendidikan, Pelatihan, dan Pengembangan Profesi Pers di Dewan Pers, selain aktif di organisasi profesi Persatuan Wartawan Indonesia (PWI) Pusat sebagai ketua bidang pendidikan (2023- 2028).
Dia juga aktif di organisasi pengusaha pers siber, Serikat Media Siber Indonesia sebagai sekretaris jenderal (2019- 2024).
Inilah puisinya
Pertama:
Izrail Selesai Tugas
Malaikat Izrail sibuk bertugas
Ambulans-ambulans ngegas bergegas
Meraung-raung di jalan luas
Lalu-lalang menebar was-was
Dokter, perawat, pasien menahan napas-napas
Izrail sibuk menjalankan tugas
Wahai Izrail, boleh kah aku masih diberi napas?
Napasku sesak akibat Covid sembilan belas
Wahai Izrail, bacalah facebook dan whatsApp
Kabar duka-cita penuh sesak, meluas
Mengabarkan Izrail bertugas
Jejak digitalmu tercatat hingga kuburan luas
Izrail selesai bertugas di arena Covid Sembilan belas
Berjuta-juta orang diantar berpulang ke arasy
Tenang dan senang di pangkuan yang Maha Welas.
Doa tulus mengalir ikhlas.
Kedua:
Covid-19 Bukan Dajjal
Siapa bilang Covid-19 dajjal
Dajjal itu tidak berseri
Dajjal bukan penjemput ajal
Duh Gusti, kawan-kawan mati
Butiran virus bebas menyergap
Jari-jemarinya berduri
Makhluk bumi jaga diri dan tanggap
Jangan biarkan mulut tampak berseri
Covid bukan dajjal
Menghadang kami di bumi
Hati kaum beriman dijajal
Memampang gambaran mati
Keriuhan pasar dan mal menghilang
Kabar liar menyebar kesana-kemari
Masih ada keyakinan benderang
Covid-19 pasti pergi
Ketiga:
Ka’bah Sunyi
Siapakah yang berani mensunyikan ka’bah?
Tidak seorang pun berani
Covid-19 menjelma data gambar musibah
Tampil menjadi keyakinan kini
Mekah, Medinah ditinggal jamaah
Ka’bah dan masjid-mesjid sepi
Kuil, vihara, gereja, sinagoge sepi jua
Mereka bersembahyang dalam sunyi
Dengar bisik sendiri dalam doa
Serasa berbicara dengan Yang Maha Suci
Mereka rindu dengung suara bersama
Teringat para lebah pulang petang hari
Keempat:
Menyendiri
Jari-jemari menghitung hari
Menyimpan diri sendiri
Mengamankan duka lara
Menyadari diri terluka
Tulang belulang terasa nyeri
Kepala pusing, mulut hambar berhari-hari
Menjaga jiwa
Mengamankan raga
Belasan hari bersembunyi
Manumpuk mimpi
Covid sembilan belas sirna
Covid-19 pergi menguap entah kemana
Aku ingin berlari mengejar mimpi
Mencari sinar matahari pagi
Kami para mantan penderita Covid Sembilan belas
Menggapai kembali vitalitas
Kelima:
Sang Relawan
Hatimu mulia bak pahlawan
Menjunjung tinggi kesetiakawanan
Makhluk Tuhan butuh bantuan
Sang relawan, kaulah karyawan Tuhan
Mereka melayani tanpa pamrih
Para relawan sosial, dan tenaga kesehatan yang gigih
Gagah melangkah, pikiran bersih
Mereka lah relawan anti Covid
Menyingsingkan lengan bergandeng tangan
Ayunan langkah bersamaan
Menuju layanan mulia kemanusiaan
Ikhlas tanpa ikatan
Hati bening pancaran kemuliaan Ilahi
Hati tertambat peduli dan melindungi
Bening tanpa pikiran desersi
Kesetiaan semoga terus terisi
Keenam:
Dari Toba hingga Lawang Sewu
Berlari-lari kesana-kemari
Dari Danau Toba hingga Lawang Sewu
Dari Labuan Bajo hingga Tangkuban Parahu
Menikmati udara segar pasca pandemi
Membuka lock down tempat bersembunyi
Mall, pabrik, sekolah disinggahi hantu
Berisik mesin uang lama membisu
Semua mulai berbunyi
Euforia saat covid-19 pergi
Semua boleh berbahagia
Beramai-ramai kesana-kemari
Komunikasi di ujung jari
Bangkit membangun usaha.