Radar KalbarRadar Kalbar
  • Home
  • Indeks
  • Kalbar
  • Nasional
  • Peristiwa
  • Politik
  • Ragam
  • Lainnya
    • Hukum
    • Olah Raga
    • Gaya Hidup
    • Bisnis
    • Figur
    • Tekno
    • Entertainment
Radar KalbarRadar Kalbar
  • Kapuas Hulu
  • Kayong Utara
  • Ketapang
  • Kubu Raya
  • Landak
  • Melawi
  • Mempawah
  • Pontianak
  • Sambas
  • Sanggau
  • Sekadau
  • Singkawang
  • Sintang
Pencarian
  • Home
  • Indeks
  • Kalbar
  • Nasional
  • Peristiwa
  • Politik
  • Ragam
  • Hukum
  • Olah Raga
  • Gaya Hidup
  • Bisnis
  • Figur
  • Tekno
  • Entertainment
Radar Kalbar > Indeks > Opini > Tragis, 569 Siswa Keracunan MBG di Garut
Opini

Tragis, 569 Siswa Keracunan MBG di Garut

Last updated: 19/09/2025 21:21
19/09/2025
Opini
Share

FOTO : Ilustrasi susunan porsi makanan [ foto hanya pemanis AI]

Oleh : Rosadi Jamani [ Ketua Satupena Kalimantan Barat ]

MENKEU Purbaya pernah menanyakan rendahnya serapan MBG. Dari 71 triliun, baru terserap 13 triliun. Sekarang sudah akhir September.

Tulisan saya soal ini dibaca sejuta lebih oleh netizen. Di tengah rendahnya serapan ini, program kesayangan Prabowo ini dihadapkan keracunan massal. Sebagai contoh, di Garut ada 569 siswa keracunan. Ngeri melihatnya. Mari kita ungkap tragedi makan ini sambil seruput kopi tanpa gula, wak!

Di Garut, sebuah tragedi bergizi meradang di ruang-ruang kelas. Bukan karena ujian matematika atau patah hati remaja, melainkan karena sebuah kotak Makan Bergizi Gratis (MBG) yang konon penuh kasih negara.

Ironi tak terbantahkan. Ada 569 anak negeri bukan menemukan sehat, melainkan tumbang serentak seperti daun diguncang badai. Nasi putih dengan ayam woku, tempe orek, lalapan, plus stroberi imut di pinggir piring yang awalnya tampak sebagai simbol cinta negara, berubah menjadi senjata makan malam.

Hanya dalam hitungan jam, ruang kelas menjelma kamar darurat. Halaman sekolah jadi lorong rumah sakit terbuka, suara canda berubah jadi koor muntah massal.

Tubuh-tubuh kecil itu tergeletak, pucat, pusing, mual, muntah. Dari 569 korban, 30 harus dirawat inap, 19 masih berjuang dengan selang infus. Sementara sisanya pulang membawa perut yang masih gelisah.

Empat sekolah di Kadungora menjadi panggung tragedi ini, yakni MA Maarif Cilageni, SMP Siti Aisyah, SMA Siti Aisyah, hingga SDN 2 Mandalasari. Semua kini punya cerita yang sama, anak-anak mereka jadi korban statistik, angka dingin yang justru menyimpan jeritan perut dan ketakutan orang tua.

Lalu muncullah paduan suara dari para pejabat. Pemprov Jawa Barat buru-buru meminta maaf, berjanji akan memperketat pengawasan. Seolah permintaan maaf itu bisa menetralkan racun di perut anak-anak.

Badan Gizi Nasional, yang jadi juru kunci program MBG, ikut angkat bicara. Mereka menunggu hasil laboratorium. Seolah-olah 569 perut kecil bisa menahan sakit sampai selembar kertas hasil lab keluar. Istana pun tak mau ketinggalan, lewat Menteri Sekretaris Negara melantunkan kalimat klasik, “Kami meminta maaf.” Tentu, janji sanksi bagi siapa pun yang lalai.

Maaf, janji, evaluasi, trio mantra birokrasi yang selalu muncul di panggung tragedi nasional.

Di sisi lain, DPRD Garut menuding koordinasi amburadul, Pemkab merasa “tidak dianggap” dalam distribusi makanan. Bahkan dalam suasana anak-anak muntah serentak, ego kelembagaan masih sibuk mencari siapa yang lebih pantas disalahkan.

Ironisnya, makanan yang lahir dari dapur resmi SPPG Yayasan Al Bayyinah 2 di Kadungora itu disiapkan sesuai SOP, kata BGN.

Kalau SOP sudah benar tapi ratusan siswa tumbang, lalu siapa yang salah? Apakah SOP itu sekadar doa kertas, sementara realitas di lapangan adalah stroberi busuk yang lolos dari mata pengawas?

Filosofi makan pun terguncang. Sejak kecil kita diajari bahwa makan adalah berkah, memberi makan adalah ibadah. Tapi kini, makan menjadi tragedi, dan gizi menjelma satir. Nasi bukan lagi lambang hidup, melainkan tanda tanya besar.

Ayam woku yang mestinya hangat justru berubah jadi metafora tubuh yang memanas karena racun. Stroberi yang manis kini mewakili getir yang menempel di lidah Garut. Bukankah ironis, ketika program bernama “bergizi” justru melahirkan generasi muntah massal?

Kini Garut tercatat dalam sejarah, bukan karena prestasi akademik, melainkan karena 569 siswa terkapar setelah menyantap cinta negara yang disajikan dalam kotak plastik. Ruang kelas jadi saksi, Puskesmas jadi benteng terakhir, dan orang tua hanya bisa menatap dengan mata basah.

Di tengah semua ini, kata-kata maaf dan janji evaluasi bergaung, terdengar elegan di podium, tapi hampa di telinga mereka yang anaknya masih berbaring lemas. Karena pada akhirnya, tragedi ini bukan sekadar tentang makan, tapi tentang hidup yang semestinya dijaga, bukan dirobohkan oleh sepotong ayam dan segenggam stroberi.

#camanewak

Bagikan ini:

  • Klik untuk membagikan di Facebook(Membuka di jendela yang baru) Facebook
  • Klik untuk berbagi di X(Membuka di jendela yang baru) X
  • Klik untuk berbagi di WhatsApp(Membuka di jendela yang baru) WhatsApp
  • Klik untuk mengirimkan email tautan ke teman(Membuka di jendela yang baru) Surat elektronik
  • Klik untuk berbagi di Telegram(Membuka di jendela yang baru) Telegram
TAGGED:KeracunanmakananMBG
Share This Article
Facebook Whatsapp Whatsapp Telegram Copy Link

Terpopuler Bulan Ini

Langkah Twity ke Yogyakarta, Putri Kades Hilir Balai Menembus Panggung Nasional

23/10/2025
Tiga Terdakwa Kasus Korupsi Bank Kalbar Divonis 4 Tahun Penjara oleh Majelis Hakim Tipikor Pontianak
24/10/2025
Tragedi di Jembatan Nengeh Teresung Sekayam, Pengendara Byson Tewas Akibat Kehilangan Kendali
25/10/2025
SEBAR Cup 2025 di Pemangkat, Ketika Turnamen Sepak Bola Jadi Cermin Integritas dan Solidaritas Masyarakat
29/10/2025
Main Air Berujung Duka, Bocah SD Tewas Tenggelam di Parit Masigi
26/10/2025

Berita Menarik Lainnya

MK Mengetuk, Polisi Tertunduk

5 jam lalu

Komisi Reformasi Baru Bekerja, MK Sudah Duluan Mereformasi Polisi

5 jam lalu

Gercepnya Kejagung Garap GoTo, Publik Nyinyir, “Silfester Matutina Gimana, Bos?”

14/11/2025

Yang Lain Sibuk Seminar, CV ARLI Sudah Buka Cabang

09/11/2025

PT. DIMAS GENTA MEDIA
Kompleks Keraton Surya Negara, Jalan Pangeran Mas, No :1, Kel Ilir Kota, Sanggau, Kalbar

0812-5012-1216

Terkait

  • Redaksi
  • Kode Etik
  • Kebijakan Privasi
  • Redaksi
  • Kode Etik
  • Kebijakan Privasi

Regional

  • Kapuas Hulu
  • Kayong Utara
  • Ketapang
  • Kubu Raya
  • Landak
  • Melawi
  • Mempawah
  • Pontianak
  • Sambas
  • Sanggau
  • Sekadau
  • Singkawang
  • Sintang
  • Kapuas Hulu
  • Kayong Utara
  • Ketapang
  • Kubu Raya
  • Landak
  • Melawi
  • Mempawah
  • Pontianak
  • Sambas
  • Sanggau
  • Sekadau
  • Singkawang
  • Sintang