FOTO : Seorang suami berinisial SN, yang dilaporkan istrinya karena KDRT [ ist ]
redaksi – radarkalbar.com
SANGGAU – Rumah seharusnya menjadi tempat berlindung, wadah cinta tumbuh dan bahu saling menopang.
Namun, bagi NFI, seorang istri di Desa Semerangkai, Kecamatan Kapuas, Kabupaten Sanggau, Kalimantan Barat, rumah justru menjadi saksi bisu atas kekerasan yang dialaminya dari orang yang seharusnya paling ia percaya dan melindungi dirinya.
Pada Selasa (8/4/2025) siang, sekitar pukul 14.30 WIB, suasana di sebuah rumah pada wilayah CF Afdeling 1 Rimba Belian berubah mencekam.
Perempuan yang sehari-hari mengurus rumah tangga itu, hanya karena meminta suaminya berinisial BN, untuk mulai bekerja, justru harus menerima bogem mentah di wajahnya.
Pukulan telak itu datang dari tangan suaminya sendiri, BN, yang tersulut emosi.
Tak hanya wajah, bagian belakang kepala NFI pun membengkak akibat benturan. Sementara itu, luka di bagian dalam hidung menjadi saksi bisu betapa kerasnya kekerasan itu dilakukan.
Tapi luka paling dalam bukan di tubuh melainkan di hati, di mana kepercayaannya selama ini bukan lagi retak. Namun, hancur berkeping-keping.
Tak ingin terus menjadi korban, keesokan harinya, pada Rabu (9/4/2025), sekitar pukul 12.50 WIB, NFI dengan langkah berani mendatangi SPKT Polres Sanggau.
Wanita ini, dengan tubuh yang masih memar, ia melaporkan kejadian tersebut, berharap keadilan berpihak padanya.
Laporan itu kini telah teregister resmi dengan nomor LP/B/19/IV/SPKT/Polres Sanggau/Polda Kalbar.
Tak pakai lama, mendapati laporan tersebut, tim Satreskrim Polres Sanggau langsung melakukan pemeriksaan terhadap korban serta proses awal penyelidikan.
Kasat Reskrim Polres Sanggau, AKP Fariz Kautsar Rahmadhani, membenarkan pihaknya telah menerima laporan tersebut dan tengah menyelidikinya secara serius.
“Ya, kami tidak akan mentoleransi kekerasan dalam rumah tangga. Kasus ini kami tangani dengan komitmen penuh untuk menegakkan hukum dan memberikan perlindungan kepada korban,” tegasnya.
Kekerasan dalam rumah tangga bukan hanya soal fisik, tetapi juga soal penghancuran rasa aman dan martabat manusia.
Dalam UU Nomor 23 Tahun 2004 tentang Penghapusan KDRT, tindakan BN, jika terbukti dapat berujung pidana.
Fariz menegaskan masyarakat tidak perlu takut untuk melaporkan kekerasan.
“Siapa pun berhak mendapatkan perlindungan. Jangan diam ketika kekerasan terjadi. Suara Anda bisa menyelamatkan nyawa,” cetus AKP Fariz.
Korban NFI kini hanya bisa berharap, keberaniannya melapor akan membuka jalan bagi keadilan, dan menjadi pengingat setiap perempuan berhak untuk hidup tanpa rasa takut, bahkan di dalam rumahnya sendiri. [ red/r]
Editor : Sery Tayan