Radar KalbarRadar Kalbar
  • Home
  • Indeks
  • Kalbar
  • Nasional
  • Peristiwa
  • Politik
  • Ragam
  • Lainnya
    • Hukum
    • Olah Raga
    • Gaya Hidup
    • Bisnis
    • Figur
    • Tekno
    • Entertainment
Radar KalbarRadar Kalbar
  • Kapuas Hulu
  • Kayong Utara
  • Ketapang
  • Kubu Raya
  • Landak
  • Melawi
  • Mempawah
  • Pontianak
  • Sambas
  • Sanggau
  • Sekadau
  • Singkawang
  • Sintang
Pencarian
  • Home
  • Indeks
  • Kalbar
  • Nasional
  • Peristiwa
  • Politik
  • Ragam
  • Hukum
  • Olah Raga
  • Gaya Hidup
  • Bisnis
  • Figur
  • Tekno
  • Entertainment
Radar Kalbar > Indeks > Nasional > Prof. Rokhmin Dahuri Prihatin Nasib Nelayan Indonesia
Nasional

Prof. Rokhmin Dahuri Prihatin Nasib Nelayan Indonesia

Last updated: 11/11/2023 21:29
10/11/2023
Nasional
Share

FOTO : momen berpoto bersama usai interactive talkshow FIM-PII (Ist)

JAKARTA – radarkalbar.com

FORUM Insinyur Muda Persatuan Insinyur Indonesia (FIM-PII) menggelar acara Young Engineer Festival (YEF) dengan tema “Collaboration With Nature to Build Sustainable Environment Through Blue Economy and Green Energy” di Auditorium Mataram, Kementerian Perhubungan Jakarta, Jumat (10/11/2023).

YEF 2023 turut menghadirkan para pembicara ahli di bidang engineering, mulai dari kalangan akademisi, praktisi, hingga pemerintahan.

Sebagai narasumber pada Interactive Talkshow 2 : Optimizing Maritime Potential To Build A National Blue Economy, Ketua Gerakan Nelayan Tani Indonesia, Prof. Dr. Ir. Rokhmin Dahuri, MS berbicara sejauh mana perhatian kepada para nelayan? Setidaknya 15 sampai 25 persen nelayan dan pembudidaya tergolong miskin.

“Ini sebuah fakta yang harus diperhatikan dan diatasi,” ujar Prof. Rokhmin Dahuri. Padahal, lanjutnya, Indonesia sebagai Negara kepulauan, yang luas wilayahnya ¾ merupakan laut di dalamnya terkandung potensi ekonomi yang cukup melimpah.

Penasehat Menteri Kelautan dan Perikanan 2020 – Sekarang mengungkapkan, ada beberapa faktor yang menyebabkan kondisi miskin pada nelayan dan pembudidaya. Di antaranya harga jual hasil tangkap yang terlalu murah dibanding dengan biaya produksi.

“Kuantitas produksi dari dua kalangan ini, terutama usaha kecil dan menengah, terlampau rendah dibandingkan pengusaha perikanan skala besar,” terangnya.

Menurutnya, banyak penyebab juga yang menyebabkan kuantitas tangkapan rendah. Sebagian besar usaha perikanan tangkap, perikanan budidaya, pengolahan hasil perikanan, dan perdagangan hasil perikanan dilakukan secara tradisional (low technology) dan berskala Usaha Kecil dan Mikro (UKM).

Sehingga, tingkat pemanfaatan SDI (sumber daya insani), produktivitas, dan efisiensi usaha perikanan pada umumnya rendah.

“Akibatnya, nelayan dan pelaku usaha lain miskin, dan kontribusi bagi perekonomian (PDB, nilai ekspor, pajak, PNBP, dan PAD) rendah,” sebut Guru Besar Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan-IPB University itu.

Prof. Rokhmin memberikan contoh, dari 625.633 unit kapal ikan, setidaknya hanya 3.811 unit yang tergolong modern.

Indikator modern sendiri ditandai dengan kapasitasnya yang berada di atas 30 gross ton (GT).

“Jumlah tersebut sekitar 0,6 persen. Sangat kecil,” ucapnya.

Selain itu, ukuran unit usaha (bisnis) perikanan tangkap, perikanan budidaya, pengolahan hasil perikanan, dan perdagangan hasil perikanan sebagian besar tidak memenuhi skala ekonomi (economy of scale).

“Sehingga, keuntungan bersih (pendapatan) lebih kecil dari 300 dolar AS (Rp 4,5 juta)/orang/bulan, alias miskin,” tandasnya.

“Faktor lainnya, sebagian besar pembudidaya ikan belum menerapkan Best Aquaculture Practices (BAP = Cara Budidaya Ikan Terbaik), sehingga sering terjadi serangan wabah penyakit yang menyebabkan gagal panen,” kata Prof. Rokhmin Dahuri.

Kemudian, sambungnya, pasokan pakan ikan berkualitas yang selama ini mengandalkan sumber proteinnya dari fishmeal (tepung ikan) semakin terbatas, sehingga mengakibatkan harganya terus naik. Padahal, sekitar 60 persen biaya produksi untuk pakan ikan.

“Pasokan induk (broodstocks) dan benih berkualitas unggul (SPF, SPR, dan fast growing) masih terbatas. Padahal, benih menentukan 50% keberhasilan usaha budidaya,” ujar Prof. Rokhmin mengutip data FAO (2018).

Prof. Rokhmin Dahuri mengaku merasakan prihatin dengan nasib nelayan karena kalau membeli sarana produksi seperti jaring, BBM, beras dst selalu mendapatkan harga yang lebih mahal karena nelayan tidak bisa membeli langsung ke pabrik tetapi harus melalui sekian banyak perantara.

Sebaliknya ketika nelayan menjual ikan hasil tangkap mereka pun tidak bisa langsung menjual ke pasar akhir. “Lagi-lagi, harus melalui tengkulak atau pedagang perentara,” ungkapnya.

Untuk itu, Prof Rokhmin Dahuri berharap kehidupan nelayan Indonesia bisa lebih sejahtera.

”Saya berharap pendapatan minimal para nelayan di Indonesia rata-rata per bulannya Rp 7 juta,” ujar Ketua Umum Masyarakat Akuakultur Indonesia itu.

Dalam kesempatan tersebut, Prof. Rokhmin Dahuri memaparkan, Indonesia memiliki modal besar dan lengkap untuk menjadi negara maju, sejahtera, dan berdaulat. Namun dengan modal yang begitu besar, Indonesia masih berada dalam middle class. “Untuk menuju Indonesia yang maju dibutuhkan transformasi struktural ekonomi,” katanya.

Saat ini, ungkapnya, kontribusi sektor manufacturing terhadap PDB hanya 18 persen. Padahal, menurut Menteri Kelautan dan Perikanan-RI Kabinet Gotong Royong ini minimal jika ingin maju 30 persen. Untuk itu, agas bisa keluar dari middle-income trap (jebakan negara berpendapatan menengah) menjadi negara maju, sejahtera, dan berdaulat.

Maka ke depan rata-rata laju pertumbuhan ekonomi Indonesia harus diatas 7 persen per tahun. Selain itu, sifat pertumbuhannya harus berkualitas dan inklusif. Artinya, banyak menyerap tenaga kerja, tersebar secara proporsional ke seluruh wilayah Nusantara (jangan terkonsentrasi di P. Jawa), dan mensejahterakan seluruh rakyat secara berkeadilan. ”Juga, mesti ramah lingkungan dan berkelanjutan (sustainable),” kata ketua Dewan Pakar MPN (Masyarakat Perikanan Nusantara) itu.

Potensi Ekonomi Biru (Blue Economy) Indonesia sangat besar, sekitar 1,4 trilyun dolar AS per tahun atau 1,2 kali lipat besaran ekonomi (PDB) Indonesia saat ini. Dan berpotensi untuk menyerap tenaga kerja untuk lebih dari 45 juta orang.

Potensi ekonomi itu tersebar di 11 sektor Blue Economy, yakni: (1) Perikanan Tangkap, (2) Perikanan Budidaya, (3) Imdustri Pengolahan Hasil Perikanan dan Seafood, (4) Industri Bioteknologi Kelautan, (5) Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), (6) Pariwisata Bahari, (7) Kehutanan Pesisir (Coastal Forestry), (8) Sumber Daya Wilayah Pulau-Pulau Kecil, (9) Industri dan Jasa Maritim (seperti galangan kapal, pabrik alat tangkap ikan, pabrik mesin kapal, pabrik kincir air tambak, pabrik mesin pakan ikan, dan coastal and ocean engineering), (10) Transportasi Laut, dan (11) Sumber Daya Alam laut non-konvensional.

Sejauh ini, kita bangsa Indonesia baru memanfaatkan sekitar 25% dari total potensi Blue Economy diatas.

Untuk lebih mengoptimalkan pemanfaatan Blue Economy bagi kemajuan, kemakmuran; dan kedaulatan bangsa, selain dukungan APBN, alokasi kredit perbankan, unfrastruktur dan konektivitas, juga yang tak kalah penting adalah SDM (human capital), khususnya para insinyur dan teknolog yang dibutuhkan untuk pengembangan kesebelas sektor Blue Economy diatas.

Bagikan ini:

  • Klik untuk membagikan di Facebook(Membuka di jendela yang baru) Facebook
  • Klik untuk berbagi di X(Membuka di jendela yang baru) X
  • Klik untuk berbagi di WhatsApp(Membuka di jendela yang baru) WhatsApp
  • Klik untuk mengirimkan email tautan ke teman(Membuka di jendela yang baru) Surat elektronik
  • Klik untuk berbagi di Telegram(Membuka di jendela yang baru) Telegram
TAGGED:Nelayanpembudidaya
Share This Article
Facebook Whatsapp Whatsapp Telegram Copy Link

Terpopuler Bulan Ini

Isak Tangis Iringi Eksekusi Lahan di Kecamatan Segedong, Warisan Digugat, Rumah Tergusur, Warga Teriakan Ketidakadilan

26/06/2025
Dari Desa ke Panggung Provinsi, Semangat Juang Siswa SDN 04 Tayan Hilir Tembus Kejuaraan Taekwondo Kalbar
17/06/2025
Media FC Perkasa di Liga Mini Soccer U-35 AMC Sungai Pinyuh, Dua Mantan Sochenk FC Jadi Penentu Kemenangan
30/06/2025
Proyek Jalan Nasional Rp 146,9 Miliar di Mempawah Jadi Sorotan, Ketua Kadin : Mestinya Dikerjakan Secara Profesional
09/07/2025
Prestasi Atlet Mempawah Tak Seiring Dukungan, Berjuang Tanpa Dana, Berlaga Tanpa Apresiasi
05/07/2025

Berita Menarik Lainnya

Brigjen Pardosi Tuai Apresiasi dari Tokoh Papua

11/07/2025

Perkuat Nasionalisme, MPR RI dan LDII Sepakati Kembali Gelar Sekolah Virtual Kebangsaan

10/07/2025

Proyek Siluman 2015 di Mempawah? KPK Periksa 19 Saksi, Tiga Tersangka Sudah Ditetapkan, Akankah Ada Aktor Utamanya..!

09/07/2025

17 Perwira Tinggi Polri Naik Pangkat, Komjen Winarto Sandang Bintang Tiga

08/07/2025

PT. DIMAS GENTA MEDIA
Kompleks Keraton Surya Negara, Jalan Pangeran Mas, No :1, Kel Ilir Kota, Sanggau, Kalbar

0812-5012-1216

Terkait

  • Redaksi
  • Kode Etik
  • Kebijakan Privasi
  • Redaksi
  • Kode Etik
  • Kebijakan Privasi

Regional

  • Kapuas Hulu
  • Kayong Utara
  • Ketapang
  • Kubu Raya
  • Landak
  • Melawi
  • Mempawah
  • Pontianak
  • Sambas
  • Sanggau
  • Sekadau
  • Singkawang
  • Sintang
  • Kapuas Hulu
  • Kayong Utara
  • Ketapang
  • Kubu Raya
  • Landak
  • Melawi
  • Mempawah
  • Pontianak
  • Sambas
  • Sanggau
  • Sekadau
  • Singkawang
  • Sintang