PH : Kabupaten Sanggau Miniatur Indonesia


Sanggau (radar-kalbar.com)-Bupati Sanggau mengatakan tidak ada larangan mengekspresikan budayanya walaupun bukan di tanah kelahiran. Karena adat dan budaya itu adalah identitas suatu suku bangsa dan merupakan warisan nenek moyang yang harus dilestarikan.

Sebab Kabupaten Sanggau merupakan miniatur Indonesia dengan keberagaman etnis, adat dan budaya di dalamnya.

“Untuk itu, kita memang tak bisa lepas dari peribahasa ‘dimana bumi berpijak disitu langit dijunjung’. Namun tidak ada larangan mengekspresikan budayanya walaupun bukan di tanah kelahiran. Karena adat dan budaya itu adalah identitas suatu suku bangsa dan merupakan warisan nenek moyang yang harus dilestarikan. Inilah salah satu keistimewaan Kabupaten Sanggau, yang saat ini sudah banyak merangkul untuk mendukung berbagai etnis yang berdomisili di Kabupaten Sanggau agar bisa melestarikan adat dan budayanya masing-masing, termasuklah Perpulegen Merga Silima untuk masyarakat adat Karo, ” ungkapnya saat menghadiri HUT ke-32 Perpulungen Merga Silima di Balai Batomu Sanggau (8/6/2019).

Kesempatan ini, pria yang akrab disapa PH menyampaikan apresiasinya karena Perpulengen Merga Silima Kabupaten Sanggau yang telah mendaftarkan diri di Kesbangpol Kabupaten Sanggau, agar keberadaan paguyuban itu terdata secara sah.

“Kita minta pengurus agar mengajukan kepada pemerintah supaya kegiatan pelestarian adat dan budaya untuk masyarakat Karo ini bisa menjadi agenda rutin tahunan yang tercatat di Pemerintahan seperti etnis – etnis lain yang sudah mendapat dukungan pemerintah. Perpulungen Merga Silima ini sudah 32 tahun ada di Kabupaten Sanggau. Seharusnya sudah bisa menjadi agenda rutin tahunan, tapi syaratnya harus terdaftar dulu. Dua tahun yang lalu saya minta paguyuban ini untuk mendaftarkan diri. Sekarang sudah terdaftar di Kesbangpol, ” paparnya.

Menurut PH untuk mewujudkan serta mengembangkan Sanggau yang berbudaya dan beriman pemerintah sudah menetapkan agenda rutin tahunan untuk penyelenggaraan sejumlah kegiatan kebudayaan dan mengalokasikan anggaran operasional tetap yang dikelola oleh sembilan lembaga dari beberapa etnis, meskipun belum untuk semua kegiatan.

Adapun kegiatan budaya yang sudah didukung antara lain :

1. Gawai Dayak Kabupaten Sanggau yang diselenggarakan setiap tanggal 7 Juli dikelola oleh Dewan Adat Dayak.

2. Festival Paradje Pasaka Negeri untuk masyarakat adat Melayu yang setiap bulan September, kelola oleh Keraton Suryanegara dan MABM.

3. Wayang Kulit dan Campursari untuk memperingati 1 Suro yang dikelola oleh Guyup Gawe Guna.

4. Perayaan Cap Go Meh yang dilaksanakan setiap hari ke-15 dan hari terakhir dari masa perayaan Tahun Baru Imlek bagi MABT.

5. Mandi Bedel dan Perang Ketupat yang dikelola oleh Keraton Pakunegara – Tayan.

6. Malam Badendang untuk masyarakat Padang.

7. Budaya Pasundan.

8. Titian Muhibah, pagelaran budaya dua negara (Indonesia – Malaysia).

Kedepannya pagelaran-pagelaran budaya, bisa diselenggarakan pada tempat terbuka, tidak harus di gedung dan terbuka untuk umum agar tidak hanya dinikmati oleh etnisnya saja.

“Mau nonton wayang di malam 1 Suro di Sanggau sudah ada, mau nonton budaya Pasundan di Sanggau sudah ada. Masih banyak budaya lainnya, ada budaya Tionghua, Batak, Padang, Irian, Madura itu ada di Kabupaten Sanggau. Kami menunggu masyarakat Karo dan Paguyuban yang belum, untuk menentukan penanggalan tetap penyelenggaraan kegiatan kebudayaannya, ” pungkasnya.

 

 

 

pewarta : jonathan
Editor : jonathan


Like it? Share with your friends!