Radar KalbarRadar Kalbar
  • Home
  • Indeks
  • Kalbar
  • Nasional
  • Peristiwa
  • Politik
  • Ragam
  • Lainnya
    • Hukum
    • Olah Raga
    • Gaya Hidup
    • Bisnis
    • Figur
    • Tekno
    • Entertainment
Radar KalbarRadar Kalbar
  • Kapuas Hulu
  • Kayong Utara
  • Ketapang
  • Kubu Raya
  • Landak
  • Melawi
  • Mempawah
  • Pontianak
  • Sambas
  • Sanggau
  • Sekadau
  • Singkawang
  • Sintang
Pencarian
  • Home
  • Indeks
  • Kalbar
  • Nasional
  • Peristiwa
  • Politik
  • Ragam
  • Hukum
  • Olah Raga
  • Gaya Hidup
  • Bisnis
  • Figur
  • Tekno
  • Entertainment
Radar Kalbar > Indeks > Figur > Lagu Terakhir Titiek Puspa
FigurNasional

Lagu Terakhir Titiek Puspa

Last updated: 10/04/2025 19:54
10/04/2025
Figur Nasional
Share

Oleh : Rosadi Jamani [ Ketua Satupena Kalimantan Barat ]

SORE itu, langit Jakarta terasa berat. Pukul 16.25 WIB, Kamis 10 April 2025, waktu seperti berhenti. Sunyi menjadi satu-satunya bahasa.

Di Rumah Sakit Medistra, Jakarta Selatan, Hj. Titiek Puspa, perempuan yang telah menaburkan cahaya dalam ribuan bait lagu bangsa, mengembuskan napas terakhirnya.

Dalam damai. Dalam tenang. Dalam cinta yang tak sempat terucap seluruhnya.

Putrinya, Petty Tunjungsari, berdiri menggenggam naskah duka yang tak pernah siap dibacakan. Dengan suara pecah dan mata yang menyimpan laut kesedihan, ia berkata, “Telah wafat ibu kami, eyang, mertua, Hj. Titiek Puspa… hari ini… pukul 16.25… dengan tenang dan damai…”

Berita itu menyayat. Bukan hanya bagi keluarga. Tapi bagi jutaan hati yang tumbuh bersama lagu-lagu Titiek. Ia bukan sekadar penyanyi. Ia adalah nyawa yang hidup dalam setiap melodi Indonesia. Ia adalah penyair yang membuat air mata tak malu jatuh. Ia adalah Ibu.

Sebelum kepergiannya, Titiek sempat pingsan usai menyelesaikan syuting tiga episode program Lapor Pak! di Trans 7 pada 26 Maret.

Ya, di usia 87 tahun, ia masih bekerja. Masih berdiri. Masih tersenyum di depan kamera. Satu babak terakhir dari kisah agung seorang seniman yang tak pernah berhenti mencintai panggungnya.

Dua hari sebelum itu, ia terlihat sehat. Hadir dalam acara sosial, bercengkerama dengan anak yatim, menyapa dengan tawa, berbicara tanpa cela. Siapa sangka tubuhnya tengah menyimpan bahaya? Mungkin, seperti kata Petty, ia lupa minum obat tekanan darah tinggi. Atau mungkin, seperti semua legenda, ia terlalu sibuk dengan mimpi-mimpinya.

Dokter menemukan pendarahan otak di sisi kiri kepalanya. Operasi dilakukan. Tiga hari pertama berjalan baik. Ada harapan. Tapi waktu punya caranya sendiri untuk mengajar kita pasrah.

Hari demi hari, ia berbaring di ICU. Tanpa kunjungan. Tanpa keramaian. Hanya dijaga cinta, dan harapan yang perlahan merapuh.

Ketika napas terakhirnya berhenti, dunia menjadi lebih sepi. Seolah sebuah suara agung yang biasa mengisi senyap malam telah lenyap.

Tak ada suara emas itu lagi. Tak ada tangan yang menulis lirik kehidupan dengan kelembutan. Tak ada lagi tawa khasnya yang menular. Yang tersisa kini hanyalah gema dan duka.

Jenazah disemayamkan di Wisma Puspa, rumah yang menyimpan ribuan kenangan, ratusan lagu, dan satu kehidupan yang sepenuhnya diberikan pada bangsa.

Di sana, bunga-bunga duka diletakkan dengan tangan gemetar. Di sana, kenangan datang sebagai tamu paling setia.

Orang-orang berkumpul. Beberapa terisak pelan, yang lain menangis dalam diam. Seorang anak kecil bertanya siapa gerangan yang tidur dalam peti itu.

Ibunya menjawab, “Itu orang yang menulis lagu tentang cinta dan harapan.” Tapi ia tak berkata bahwa yang sedang mereka tangisi adalah cahaya yang kini padam.

Apa yang ditinggalkan Titiek Puspa lebih dari lagu. Ia meninggalkan keteladanan. Ketangguhan. Ketulusan. Dalam 67 tahun berkarya, ia tidak pernah hanya bernyanyi, ia menghidupkan. Ia tidak hanya mencipta, ia menyentuh jiwa.

Kini, Indonesia berdiri dalam senyap. Menatap ke langit, dan mencari suara itu. Suara yang dulu menghibur saat sedih, memeluk saat sendiri. Suara yang kini hanya bisa dikenang.

Selamat jalan, Ibu Titiek Puspa.
Engkau telah menutup buku yang paling indah.
Tapi setiap halamannya akan kami baca selamanya.
Kami menangis. Bukan karena kau pergi.
Tapi karena kau telah begitu indah hadir dalam hidup kami.

Dan lagu terakhir itu…
adalah kepergianmu.

#camanewak

Bagikan ini:

  • Klik untuk membagikan di Facebook(Membuka di jendela yang baru) Facebook
  • Klik untuk berbagi di X(Membuka di jendela yang baru) X
  • Klik untuk berbagi di WhatsApp(Membuka di jendela yang baru) WhatsApp
  • Klik untuk mengirimkan email tautan ke teman(Membuka di jendela yang baru) Surat elektronik
  • Klik untuk berbagi di Telegram(Membuka di jendela yang baru) Telegram
TAGGED:aktis legendarismeninggal duniaTitik Puspa
Share This Article
Facebook Whatsapp Whatsapp Telegram Copy Link

Terpopuler Bulan Ini

Isak Tangis Iringi Eksekusi Lahan di Kecamatan Segedong, Warisan Digugat, Rumah Tergusur, Warga Teriakan Ketidakadilan

26/06/2025
Dari Desa ke Panggung Provinsi, Semangat Juang Siswa SDN 04 Tayan Hilir Tembus Kejuaraan Taekwondo Kalbar
17/06/2025
Media FC Perkasa di Liga Mini Soccer U-35 AMC Sungai Pinyuh, Dua Mantan Sochenk FC Jadi Penentu Kemenangan
30/06/2025
Lakukan Evaluasi Pembelajaran Agama Bagi Generasi, PC LDII Pontianak Utara Helat Munaqosah
24/06/2025
Prestasi Atlet Mempawah Tak Seiring Dukungan, Berjuang Tanpa Dana, Berlaga Tanpa Apresiasi
05/07/2025

Berita Menarik Lainnya

Proyek Siluman 2015 di Mempawah? KPK Periksa 19 Saksi, Tiga Tersangka Sudah Ditetapkan, Akankah Ada Aktor Utamanya..!

09/07/2025

17 Perwira Tinggi Polri Naik Pangkat, Komjen Winarto Sandang Bintang Tiga

08/07/2025

Sosok Dedy Irwan Virantama Bukan Hanya Seorang Kajari, Tapi Ia Wajah Keadilan yang Ramah, Datang Membawa Hukum, Pulang Membawa Rasa

07/07/2025

Jaksa Agung Kembali Gelar Rotasi Jabatan, Termasuk di Lingkungan Kejati Kalbar, Ini Daftar Namanya

06/07/2025

PT. DIMAS GENTA MEDIA
Kompleks Keraton Surya Negara, Jalan Pangeran Mas, No :1, Kel Ilir Kota, Sanggau, Kalbar

0812-5012-1216

Terkait

  • Redaksi
  • Kode Etik
  • Kebijakan Privasi
  • Redaksi
  • Kode Etik
  • Kebijakan Privasi

Regional

  • Kapuas Hulu
  • Kayong Utara
  • Ketapang
  • Kubu Raya
  • Landak
  • Melawi
  • Mempawah
  • Pontianak
  • Sambas
  • Sanggau
  • Sekadau
  • Singkawang
  • Sintang
  • Kapuas Hulu
  • Kayong Utara
  • Ketapang
  • Kubu Raya
  • Landak
  • Melawi
  • Mempawah
  • Pontianak
  • Sambas
  • Sanggau
  • Sekadau
  • Singkawang
  • Sintang