Manusia atau Monster?


Oleh : Rosadi Jamani [ Ketua Satupena Kalimantan Barat ]

SAYA kaget saat menulis kebakaran Los Angeles, dengan sedikit ajakan, mari kita berempati pada korban, walau banyak benci Amerika Serikat.

Ternyata, justru banyak menyatakan senang dengan kebakaran itu. Secara terang-terangan tak berempati sama sekali. Hal ini dipicu ucapan Donald Trump yang akan membuat Gaza jadi neraka.

Di Gaza sendiri jumlah korban tewas akibat serangan Israel yang di-back up AS sejak 7 Oktober 2023 telah mencapai sekitar 46.006 orang. Selain itu, jumlah korban luka-luka mencapai 109.378 orang.

Angka ini kemungkinan masih bisa bertambah karena beberapa korban masih terjebak di bawah reruntuhan.

Saya agak hati-hati menulis ini. Sambil menikmati kopi panas di kota perbatasan, yok kita mengasah rasa empati kita di tengah dua tragedi.

Api di Los Angeles menyala merah. Langitnya penuh asap, seperti mimpi buruk yang menjalar ke setiap sudut kota. Sepuluh nyawa hilang. Ribuan rumah jadi abu. Tapi apa yang kita lihat? Tepuk tangan. Cemoohan.

“Baguslah,” kata mereka.

Apakah kebakaran ini karma? Apakah api ini jawaban untuk Gaza? Entahlah. Tapi satu hal yang jelas, di balik kobaran api, ada manusia. Anak-anak yang menangis kehilangan rumah.

Keluarga yang mengubur anggotanya di bawah abu. Namun, empati kita seperti angin Santa Ana, hilang ditiup kebencian.

“Amerika pantas dapat ini,” kata mereka. Betulkah? Apakah balas dendam semurah itu? Gaza telah menjadi neraka yang sebenarnya. Ribuan nyawa melayang, puluhan ribu terluka. Tapi apakah penderitaan satu pihak harus dibayar dengan penderitaan pihak lain?

Trump, si pembakar dunia, berkata, “Neraka akan pecah.” Neraka itu datang. Tapi bukan di Gaza saja, juga di sini, di tanah yang katanya adidaya. Di tanah pusat hiburan dunia. Ironi yang terlalu menyakitkan untuk ditertawakan.

Kekeringan ekstrem, angin ganas, dan pemanasan global telah menjadikan Los Angeles bara api yang siap menyala kapan saja. Tapi mari kita berhenti sejenak.

Bukan untuk memuji atau mengutuk, tapi untuk mengingat, mereka yang terbakar di sana adalah manusia. Sama seperti mereka yang terbakar di Gaza.

Kalimat Trump seolah menandatangani surat kematian dunia. Gaza jadi neraka, Los Angeles jadi abu. Kita jadi apa? Penonton? Tukang sorak? Atau monster yang menikmati drama penderitaan?

Seharusnya kita menangis untuk keduanya. Gaza dan Los Angeles. Dua tragedi, dua sisi dunia, tapi satu cerita yang sama, penderitaan manusia. Namun, di mana tangisan kita? Di mana empati kita? Apakah kita telah berubah menjadi batu, keras tanpa rasa?

Jika ya, maka selamat. Kita telah mencapai neraka yang sesungguhnya. Bukan Gaza, bukan Los Angeles, tapi hati kita sendiri.

#camanewak


Like it? Share with your friends!