PARADJE merupakan tradisi adat yang telah dilakukan masyarakat Melayu di Sanggau sejak dulu dan masih bertahan hingga sekarang.
Tradisi ini bertujuan untuk menangkal dan menolak bala bencana, serta membersihkan wilayah dari hal-hal yang dianggap dapat membawa kesialan.
Paradje sempat mati suri selama kurang lebih 40 tahun lamanya dikarena setelah Kerajaan Sanggau melebur menjadi bagian Negara Kesatuan Republik Indonesia dan para sesepuh yang mengetahui tentang Paradje juga telah tidak ada lagi guna mengajarkan tentang Paradje ini.
Namun masyarakat Sanggau masih beruntung, dikarenakan sisa-sisa mengenai informasi Paradje masih tersimpan baik, walaupun terpisah-pisah.
Paradje pada masa sekarang, tak lepas dari jasa Tuanku Ade Umar Dhani, yang merupakan keturunan dari Pangeran Sura. Beliau pada 15 tahun yang lalu bersama Drs. H. Gusti Arman, M.Si yang saat ini menjadi Raja di Negeri Sanggau melakukan eksplorasi tentang khazanah budaya di negeri Sanggau pada masa silam, keluar masuk kampung yang berada di sungai Sekayam dan sungai Kapuas untuk mengumpulkan kembali informasi dan membukukan tradisi yang sempat hilang.
Setelah perjalanan panjang dalam mengembangkan khazanah budaya dan tradisi masyarakat melayu di negeri Sanggau, baru pada tahun 2019 Tuanku Ade Umar Dhani dinobatkan sebagai Panglima Utama dengan gelar Panglima Taman Sari Surya Negara atas kesetiaan dan jasa-jasa beliau yang besar.
Saat ini beliau melakukan penerjemahan teks kitab Faradje’ yang bertuliskan Arab-Melayu kedalam bahasa Indonesia agar kelak, dapat dipelajari dan tidak dimiringkan lagi kebenaran dan sejarahnya.
Alhamdulilah berkat kerja keras dari semua pihak sekarang Paradje dijadikan sebagai Warisan Tak Benda oleh Pemerintah Republik Indonesia dan menjadi kebanggaan bagi masyarakat di Kabupaten Sanggau.
Pewarta : Gusti Baiturahman