Oleh : Arthur John Horoni ( penyair)
KETIKA Wina Armada Sukardi, wartawan, penulis buku laris, penyair, tergerak hatinya menulis puisi untuk anak-anak, iapun bermain peran. Orang terpelajar bilang melakukan roleplaying…
Maka Wina seolah menjelajah mesin canggih lorong waktu dan “menjadi” anak-anak. Hasilnya, buku elok ini: Memetik Bulan, kumpulan puisi untuk anak-anak…
Kenapa “untuk” anak-anak? Karena selama ini baru ada puisi “tentang” anak-anak. Padahal menurut Wina dalam pengantar penulis di buku ini, “apresiasi terhadap puisi harus dimulai sejak usia dini.” Akur Kang!
Menurut rasa saya, upaya Wina itu langsung terwujud pada puisi pertama di buku Memetik Bulan:
*Membungkus Matahari*
Aku ingin memetik bintang di langit
akan kupersembahkan kepada Bunda.
Aku ingin memetik bulan dari angkasa
akan kuhantarkan kepada Bunda.
Aku ingin membungkus matahari dalam kotak kado
akan kuhadiahkan kepada Bunda.
Aku ingin memeluk Bunda
dan menyelipkan rasa sayang
ke kantong hati Bunda.
Ayo, sobat, keren tidak? Imajinasi anak-anak yang tak berdinding, tembus ruang dan waktu, bisa dibahasakan secara sederhana, otentik, pilihan diksi para bocah.
Kekuatan bermain peran memang, sang penyair masuk ke dalam tubuh, jiwa, roh objek, yang mengubah sang objek menjadi subjek. Puisi tentang anak menjadi puisi anak untuk anak.
*Kamu Puisi Kamu*
Tulislah puisi
yang isinya dirimu rasakan
dengan cara kamu sendiri
Nanti kamu akan menemukan dirimu
dalam puisi.
Alhasil berbagai permainan anak sejak masa lalu hingga masa kini bisa menjadi medium, menggulirkan kearifan atawa hikmat bagi pertumbuhan karakter anak yang bisa dipahami, dihayati dan dinikmati anak-anak. Ini jelas mengundang apresiasi terhadap puisi.
Saya berharap ada salah satu atau dua-duanya cucu kembar Sobat Wina Armada, kepada mereka buku ini didedikasikan ada yang tergerak menjadi penyair sejak usia dini. Siapa tahun bila Sang Pencipta berkehendak.
Dengan begitu akan muncul _genre_ puisi oleh anak. Bukan sekadar puisi tentang atau untuk anak. Top kan?